Konten dari Pengguna

Misteri Rambut Gimbal Dieng: Perjalanan Spiritual Menuju Kehidupan Baru

Aisyah Rahma Qonitatillah
Mahasiswa S1 Komunikasi Penyiaran Islam Universitas Muhammadiyah Yogyakarta
14 November 2024 14:33 WIB
·
waktu baca 6 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Aisyah Rahma Qonitatillah tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Anak yang akan ikut tradisi ruwatan gimbal di Dieng, Wonosobo. Sumber: dokumen pribadi
zoom-in-whitePerbesar
Anak yang akan ikut tradisi ruwatan gimbal di Dieng, Wonosobo. Sumber: dokumen pribadi
Acara adat ruwatan rambut gimbal di Dieng, Wonosobo. Sumber: Dokumen pribadi
Tradisi potong rambut gimbal di Wonosobo adalah sebuah ritual adat yang dilakukan oleh masyarakat suku Dieng untuk anak-anak yang memiliki rambut gimbal secara alami. Rambut gimbal yang dimiliki warga Dieng ini bukanlah buatan atau disengaja. Biasanya rambut ini tumbuh di masa anak-anak. Rambut gimbal ini dianggap istimewa dan dipercaya memiliki keterkaitan dengan kekuatan spiritual atau kepercayaan leluhur masyarakat setempat. Tradisi ini biasanya dilakukan setiap tahun pada acara Dieng Culture Festival (DCF), yang berlangsung di kompleks Candi Arjuna, Desa Dieng Kulon, Banjarnegara,
ADVERTISEMENT
Prosesi potong rambut gimbal ini bukan sekadar memotong rambut, tetapi melibatkan berbagai tahap ritual yang sakral. Sebelum rambut dipotong, anak dengan rambut gimbal akan diminta untuk mengajukan permintaan atau "sesaji" khusus yang harus dipenuhi oleh keluarganya sebagai bentuk pengabulan keinginan mereka. Setelah itu, anak tersebut akan mengikuti prosesi ritual yang dipimpin oleh tetua adat atau tokoh spiritual setempat, yang biasanya dilakukan di Candi Arjuna. Rambut yang dipotong kemudian dilarung atau dihanyutkan ke sungai atau danau terdekat sebagai simbol pembersihan dan pelepasan hal-hal buruk.
Anak dengan rambut gimbal harus mengikuti upacara potong rambut gimbal ini dengan syarat- syarat tertentu. Biasanya anak yang berusia 3-6 tahun terkadang mengalami sakit yang menyebabkan rambut mengalami pengumpalan, hingga membuat rambut membentuk gimbal yang semakin banyak. Kebanyakan orang tua tidak mau memotong rambut tersebut dan terus membiarkan tumbuh hingga anak usia 5-6 tahun, ini dilakukan orang tua anak tersebut untuk mempersiapkan perlengkapan upacara potong rambut gimbal.
ADVERTISEMENT
Ritual potong rambut gimbal ini dipercaya dapat membawa keberkahan, kesehatan, dan kesejahteraan bagi anak tersebut. Tradisi ini juga menjadi bagian penting dari identitas budaya masyarakat Dieng dan menarik perhatian wisatawan yang ingin menyaksikan langsung keunikan adat yang telah diwariskan dari generasi ke generasi. Menurut kepercayaan pendunduk setempat, apabila tidak dilakukan ritual ini, dipercaya rambut gimbal akan terus tumbuh kembali. Selain itu, saat dewasa nanti akan mengalami gangguan jiwa, selain itu ada juga keyakinan bahwa rambut gimbal harus dijaga dan tidak boleh dipotong, anak yang memiliki rambut gimbal juga dipercaya memiliki daya linuwih (orang yang ketika berdoa akan dikabulkan oleh tuhan). Jadi jarang yang berani macam-macam dengan anak berambut gimbal, keberadaan anak ini dianggap berkah dan menjauhkan dari malabahaya yang ada di sekitarnya.
ADVERTISEMENT
Asal- Muasal tradisi potong rambut gimbal
Menurut cerita rakyat yang berkembang, bahwa anak-anak yang rambutnya gimbal adalah titisan roh dari Kyai Kolodete. Dimana pada waktu itu, sekitar tahun 1628 seorang raja besar dari Jawa Timur yang bernama Kolodete datang ke Dataran Tinggi Dieng. Kyai Kolodete adalah tokoh legenda yang sangat dihormati di daerah Wonosobo dan Dieng, Jawa Tengah. Ia dianggap sebagai leluhur atau sesepuh yang pertama kali membuka lahan dan membangun peradaban di dataran tinggi Dieng. Dalam cerita rakyat setempat, Kyai Kolodete dikisahkan sebagai seorang tokoh sakti yang memiliki kemampuan spiritual tinggi dan dipercaya memiliki kekuatan luar biasa untuk menjaga dan memakmurkan daerah Dieng. Menurut legenda, Kyai Kolodete datang ke Dieng untuk membuka hutan dan memulai kehidupan baru di sana. Karena kesaktiannya, ia mampu menaklukkan wilayah tersebut dan menjadikannya subur, sehingga cocok untuk tempat tinggal dan cocok untuk bercocok tanam. Banyak yang percaya bahwa Kyai Kolodete adalah penjaga spiritual wilayah Dieng, dan masyarakat setempat sering berziarah ke makamnya untuk meminta berkah, perlindungan, dan kemakmuran.
ADVERTISEMENT
Pada saat peristiwa runtuhnya majapahit, banyak dari orang orang yang melarikan ke berbagai macam daerah. Pada hal ini, Kiyai Kolodete, Kiyai Karim dan juga Kyai Walik datang ke dataran tinggi Dieng. Kyai Kolodete adalah sosok berambut yang gimbal dan panjang. Pada waktu itu, Kyai Kolodete pernah bersumpah, jika dataran Tinggi Dieng belum makmur, maka dia tidak akan mencukur rambutnya. Pada sumpah ini, jika keinginan Kyai Kolodete tidak terkabul, maka dia akan menitiskan rohnya kepada anak yang baru lahir atau yang baru saja bisa berjalan. Titisan ini dibuktikan dengan si anak akan tumbuh rambut gimbal secara alami. Dalam buku yang berjudul "Bausastra Jawa Indonesia" yang terbit pada tahun 1981, Prawiroatmojo mengatakan bahwa anak-anak gimbal tersebut sering disebut anak sukerta (diganggu). Maksdunya adalah bahwa tumbuhnya rambut gimbal ini terjadi tanpa kemauan sendiri atau dibuat buat sendiri, melainkan tumbuh secara alami yang didalamnya terdapat unsur mistik, sehingga dalam proses pemotonganya masyarakat diwajibkan untuk mengunakan adat istiadat dan tata cara tertentu.
ADVERTISEMENT
Kyai Kolodete merupakan salah satu tokoh pendiri kota Wonosobo yang rambutnya Gimbal panjang. Dalam pendiriaanya Kyai Kolodete ditemani oleh oleh Kyai Walik, dan Juga Kyai Karim. Dari sinilah sejarah tumbuhnya rambut gimbal secara alamai pada anak-anak kecil dan tradisi prosesi ruwatan potong rambul gimbal masyarkat dataran tinggi Dieng dimulai. Selain di Dataran Tinggi Dieng, tradisi ini telah menyebar di seluruh pelosok di Kabupaten Wonosobo dan sebagian desa di Kabupaten Banjarnegara, yang salah satunya ada di desa Tlogojati Kecamatan Wonosobo Kabupaten Wonosobo. Desa ini tepat berada di lereng sebelah barat gunung Sindoro dan gunung Sumbing.
Persyaratan
Untuk melakukan prosesi potong rambut gimbal pada acara Dieng Culture Festival, terdapat beberapa persyaratan yang harus dipenuhi oleh anak-anak yang dianggap "berambut gimbal" secara alami oleh masyarakat adat Dieng. Berikut adalah persyaratan utamanya:
ADVERTISEMENT
1. Anak Berambut Gimbal Secara Alami: Hanya anak-anak yang secara alami memiliki rambut gimbal dan lahir di kawasan dataran tinggi Dieng yang dapat mengikuti ritual ini. Rambut gimbal pada anak-anak Dieng diyakini muncul secara alami sebagai titisan spiritual, bukan karena sengaja dibuat.
2. Keinginan Anak dan Permintaan Khusus: Anak yang akan dipotong rambutnya biasanya mengajukan permintaan khusus, yang dianggap sebagai "syarat" dari keinginan mereka sendiri. Misalnya, mereka mungkin meminta mainan, hewan peliharaan, atau makanan tertentu. Permintaan ini dipercaya harus dipenuhi oleh keluarga, karena dianggap sebagai wujud restu dari leluhur.
3. Usia Anak yang Masih Dini: Ritual potong rambut gimbal umumnya dilakukan pada anak-anak yang masih berusia dini (biasanya antara 1-10 tahun). Prosesi ini juga disesuaikan dengan usia dan kesiapan anak untuk menjalani ritual.
ADVERTISEMENT
4. Persiapan Ritual Sesuai Adat: Keluarga yang anaknya akan mengikuti prosesi ini harus berpartisipasi dalam berbagai ritual adat sebelum pemotongan rambut, seperti upacara penyucian dan doa bersama. Ini biasanya melibatkan tokoh adat dan sesepuh setempat yang membimbing jalannya upacara.
5. Pelaksanaan pada Waktu yang Ditentukan: Pemotongan rambut gimbal hanya dilakukan pada waktu-waktu tertentu, khususnya pada saat Dieng Culture Festival yang berlangsung sekali dalam setahun. Waktu ini dipilih karena dianggap penuh dengan restu spiritual.
Ritual ini dipenuhi dengan berbagai prosesi adat yang berlangsung selama festival. Setelah ritual potong rambut, rambut gimbal tersebut akan dilarung atau dilarutkan di tempat tertentu (biasanya sungai atau danau), sebagai simbol pelepasan dan pembersihan energi.
Penulis: Aisyah Rahma Qonitatillah, Mahfudz Sidiq, Farhan Artya
ADVERTISEMENT