Konten dari Pengguna

Menagih Reformasi Nyata Polri

Asis
Mahasiswa Magister Ilmu Hukum Universitas Airlangga, Member of Surabaya Academia Forum, Center for Research and Humanity
30 Oktober 2023 15:06 WIB
·
waktu baca 5 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Asis tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi Polri. Foto: Poetra.RH/Shutterstock
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi Polri. Foto: Poetra.RH/Shutterstock
ADVERTISEMENT
Reformasi merupakan suatu langkah revolusioner yang membawa perubahan signifikan dalam sistem pemerintahan suatu negara. Hal ini terutama terlihat dalam Reformasi Indonesia pada tahun 1998, yang menjadi awal dari era baru bagi negara ini.
ADVERTISEMENT
Salah satu aspek penting dari reformasi ini adalah pemisahan tugas dan wewenang antara Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (ABRI) yang kini dikenal sebagai Tentara Nasional Indonesia (TNI) dan Kepolisian Republik Indonesia (Polri).
Pemisahan ini dimaksudkan untuk menghilangkan otoritarianisme militer dan mendorong transformasi menuju negara yang demokratis. Namun, setelah lebih dari dua dekade berlalu, reformasi di sektor kepolisian masih belum mencapai hasil yang diharapkan.
Masih ada banyak tantangan dan permasalahan yang harus diatasi, khususnya terkait dengan praktik koruptif dan penyalahgunaan kekuasaan yang terjadi dalam institusi Polri.
Hasil laporan Indonesia Corruption Watch (ICW) yang menyebutkan terdapat empat kasus korupsi melibatkan anggota Polri pada tahun 2021 menunjukkan betapa mendesaknya reformasi ini.
Tak hanya korupsi, penyalahgunaan kekuasaan juga menjadi sorotan serius. Komisi untuk Orang Hilang dan Tindak Kekerasan (KontraS) mencatat adanya 677 kasus kekerasan yang dilakukan oleh anggota kepolisian dari Juli 2021 hingga Juni 2022.
Massa aksi rusuh saat berunjuk rasa di kawasan gedung DPR Jakarta. Foto: Aditia Noviansyah/kumparan
Angka ini menggambarkan masalah yang nyata dalam penggunaan kekuasaan yang berlebihan oleh pihak yang seharusnya bertanggung jawab menjaga ketertiban masyarakat.
ADVERTISEMENT
Tidak tuntasnya reformasi kepolisian menciptakan persepsi bahwa institusi ini memiliki kekebalan dari proses hukum, terutama dalam kasus yang melibatkan anggotanya sendiri. Kasus-kasus kekerasan oleh aparat kepolisian yang tidak mendapatkan sanksi yang setimpal menjadi contoh yang memprihatinkan.
Kejadian tragis di Stadion Kanjuruhan, Malang, pada 1 Oktober 2022, di mana 11 aparat kepolisian menembakkan gas air mata secara brutal hingga menyebabkan 135 korban jiwa, adalah bukti nyata dari permasalahan ini.
Bahkan ketika tiga anggota kepolisian ditetapkan sebagai tersangka, hanya satu dari mereka yang dihukum. Hal ini menunjukkan bahwa impunitas masih mengakar dalam sistem hukum.
Permasalahan ini semakin memprihatinkan karena menggunakan dana publik, yang seharusnya digunakan untuk kepentingan masyarakat, untuk membeli peralatan yang digunakan dalam tindakan kekerasan.
ADVERTISEMENT
Pemantauan oleh Indonesia Corruption Watch (ICW) dan Trend Asia terhadap pembelian gas air mata sebagai pemicu tragedi di stadion Kanjuruhan, Malang, menunjukkan urgensi untuk memastikan transparansi dan pertanggungjawaban dalam pengelolaan anggaran publik.
Untuk mengatasi permasalahan ini, perlu adanya upaya serius dari pemerintah dan semua pihak terkait untuk melakukan reformasi mendalam di tubuh kepolisian.
Ilustrasi Polri. Foto: Herwin Bahar/Shutterstock
Reformasi ini harus mencakup pembenahan struktural, pengawasan yang lebih ketat terhadap penggunaan kekuasaan, dan penerapan hukuman yang tegas bagi anggota kepolisian yang terlibat dalam tindakan melanggar hukum.
Penting untuk mendesak pemerintah untuk memprioritaskan reformasi kepolisian sebagai bagian integral dari upaya menuju negara demokratis yang benar-benar transparan dan akuntabel.
Reformasi ini tidak hanya akan memastikan bahwa keamanan dan ketertiban masyarakat terjaga, tetapi juga akan membangun kepercayaan dan keyakinan publik terhadap institusi penegak hukum.
ADVERTISEMENT
Dengan demikian, langkah-langkah nyata dan komitmen yang kuat dari semua pihak akan menjadi kunci untuk membawa perubahan yang positif dan mewujudkan cita-cita reformasi kepolisian Indonesia.
Untuk mencapai transformasi yang diinginkan dalam tubuh kepolisian Indonesia, beberapa langkah konkret perlu segera diambil. Pertama-tama, perlu ada peningkatan pengawasan internal dan eksternal terhadap kepolisian untuk memastikan akuntabilitas dan transparansi yang lebih besar.
Mekanisme pengawasan internal harus diperkuat untuk mencegah penyalahgunaan kekuasaan, penindakan kasus korupsi, dan penerapan sanksi yang tegas terhadap anggota yang melanggar etika dan aturan yang berlaku.
Selain pengawasan internal, peran lembaga independen seperti Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) dan lembaga anti-korupsi harus diperkuat.
Suasana di Gedung Komnas HAM, Senin (25/7/2022). Foto: Iqbal Firdaus/kumparan
Lembaga-lembaga ini harus memiliki wewenang yang cukup dan sumber daya yang memadai untuk menyelidiki dugaan pelanggaran HAM dan kasus korupsi yang melibatkan anggota kepolisian.
ADVERTISEMENT
Hasil penyelidikan harus diumumkan secara transparan, dan apabila ditemukan bukti cukup, penegakan hukum harus dilakukan tanpa pandang bulu.
Selanjutnya, diperlukan pendidikan dan pelatihan yang lebih baik bagi anggota kepolisian. Pendidikan etika dan hak asasi manusia harus menjadi bagian integral dari kurikulum pelatihan, dan penekanan harus diberikan pada penerapan prinsip-prinsip demokrasi dan supremasi hukum dalam setiap aspek tugas kepolisian.
Selain itu, program pelatihan yang mempromosikan kesadaran akan pentingnya menghormati hak-hak individu dan menjalankan tugas dengan profesionalisme harus diimplementasikan secara terus-menerus.
Pembenahan struktural dalam kepolisian juga penting untuk menghilangkan praktik koruptif dan penyalahgunaan kekuasaan. Pembentukan satuan internal yang bertanggung jawab atas penegakan disiplin dan penindakan kasus-kasus pelanggaran harus diperkuat.
Selain itu, sistem pengaduan publik harus ditingkatkan untuk memberikan ruang bagi masyarakat untuk melaporkan tindakan yang melanggar hukum atau etika oleh anggota kepolisian.
ADVERTISEMENT
Reformasi kepolisian juga harus diikuti dengan peningkatan kesejahteraan anggota kepolisian. Pengupahan yang layak, fasilitas yang memadai, dan kesejahteraan psikologis menjadi faktor kunci dalam memastikan motivasi dan integritas anggota kepolisian. Dengan memastikan kesejahteraan ini, akan membantu mencegah praktik-praktik koruptif dan tindakan kekerasan yang tidak semestinya.
Ilustrasi Polri. Foto: Kevin Herbian/Shutterstock
Penting juga untuk melibatkan masyarakat secara lebih aktif dalam proses reformasi. Partisipasi masyarakat dapat membantu membangun kepercayaan dan mempromosikan transparansi dalam penegakan hukum.
Forum-forum konsultatif yang melibatkan perwakilan dari berbagai lapisan masyarakat, LSM, dan akademisi harus diperkuat untuk memberikan masukan dan mengawasi proses reformasi kepolisian.
Terakhir, komitmen politik yang kuat dan konsisten dari pemerintah sangat diperlukan untuk mendorong dan mengawasi implementasi reformasi kepolisian ini. Pemerintah harus mendengarkan aspirasi masyarakat, menanggapi kritik, dan bertindak dengan tegas untuk memastikan bahwa reformasi kepolisian berjalan sesuai rencana dan menghasilkan hasil yang diinginkan.
ADVERTISEMENT
Secara keseluruhan, reformasi kepolisian adalah suatu keharusan untuk mewujudkan negara yang demokratis dan menjunjung tinggi supremasi hukum serta hak asasi manusia.
Hanya dengan melaksanakan langkah-langkah nyata, komprehensif, dan berkelanjutan, kita dapat memastikan bahwa institusi kepolisian menjadi penegak hukum yang terpercaya dan melayani masyarakat dengan baik. Waktunya untuk bertindak adalah sekarang, dan bersama-sama kita dapat menciptakan perubahan yang positif dan mewujudkan cita-cita reformasi kepolisian Indonesia.