Konten dari Pengguna

Meninjau Kedudukan Fatwa MUI: Antara Kekuatan Sosial dan Kedaulatan Negara

Asis
Mahasiswa Magister Ilmu Hukum Universitas Airlangga, Awardee Beasiswa Unggulan 2024
12 November 2023 11:56 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Asis tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi gedung MUI. Foto: MUIindonesia/istock
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi gedung MUI. Foto: MUIindonesia/istock
ADVERTISEMENT
Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) telah lama menjadi bagian integral dalam dinamika kehidupan beragama di Indonesia. Sejak berdirinya pada 26 Juli 1975, MUI telah menjalankan peran penting sebagai wadah musyawarah para ulama, zuama, dan cendekiawan Muslim, dengan tujuan mengayomi umat serta mengembangkan kehidupan yang Islami.
ADVERTISEMENT
Namun, penting untuk menjelaskan bahwa, meskipun memiliki dampak signifikan dalam masyarakat, kedudukan fatwa MUI tidak dapat diidentifikasi sebagai suatu jenis peraturan perundang-undangan yang memiliki kekuatan hukum mengikat.
Sebagai gantinya, fatwa MUI lebih bersifat sebagai panduan moral dan spiritual bagi komunitas Muslim Indonesia.
Dalam kerangka perspektif ketatanegaraan, penting untuk memahami bahwa MUI bukanlah lembaga negara atau institusi yang mewakili kepentingan pemerintah.
MUI berada dalam elemen infrastruktur ketatanegaraan, fungsinya lebih kepada memberdayakan masyarakat/umat Islam. Dalam hal ini, fatwa MUI adalah produk dari pemikiran dan ijtihad para ulama yang berperan sebagai pewaris tugas-tugas para Nabi, pemberi fatwa, pembimbing dan pelayan umat, gerakan islah wa al tajdid, serta penegak amar ma’ruf dan nahi munkar.
ADVERTISEMENT
Meskipun MUI memiliki peran strategis dalam memberikan bimbingan dan tuntunan kepada umat Islam, serta memberikan nasihat dan fatwa kepada pemerintah dan masyarakat, hal ini tidak berarti bahwa fatwa MUI memiliki status hukum yang setara dengan peraturan perundang-undangan.
Menurut Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2019, peraturan perundang-undangan adalah norma hukum yang mengikat secara umum dan dibentuk oleh lembaga negara atau pejabat yang berwenang. Dengan demikian, fatwa MUI tidak termasuk dalam hierarki tersebut dan tidak memiliki kekuatan hukum yang mengikat secara umum.
Kedudukan fatwa MUI juga perlu dipahami dalam konteks legalitasnya. Fatwa MUI bukanlah hukum negara yang mempunyai kedaulatan yang bisa dipaksakan bagi seluruh rakyat.
Meskipun MUI memiliki kekuatan sosial politik yang signifikan dalam masyarakat Islam Indonesia, legalitas fatwa MUI tidak dapat memaksa seluruh umat Islam untuk mematuhinya.
ADVERTISEMENT
Fatwa MUI lebih bersifat sebagai pendapat dan pemikiran dari individu ulama atau institusi keulamaan, yang dapat diikuti atau diabaikan oleh masyarakat.
Namun, perkembangan terbaru menunjukkan bahwa beberapa fatwa Dewan Syariah Nasional MUI (fatwa DSN MUI) mendapatkan pengakuan dalam hukum positif.
Fatwa DSN MUI seringkali dilegitimasi lewat peraturan perundang-undangan oleh lembaga pemerintah, memberikan dasar hukum yang mengikat bagi pelaku ekonomi syariah.
Meskipun demikian, hal ini tidak secara otomatis memberikan status yang sama kepada semua fatwa MUI.
Dengan demikian, perlu adanya pemahaman yang lebih mendalam terkait kedudukan fatwa MUI dalam konteks hukum dan ketatanegaraan Indonesia.
Fatwa MUI, meskipun memiliki pengaruh besar dalam masyarakat, harus diakui sebagai panduan moral dan spiritual yang tidak memiliki kekuatan hukum mengikat secara umum.
ADVERTISEMENT
Dalam konteks keberlakuan hukum positif, fatwa DSN MUI dapat menjadi pengecualian, tetapi hal ini tidak mengubah karakter umum fatwa MUI.
Penting bagi masyarakat dan pemerintah untuk menjaga keseimbangan antara keberagaman masyarakat Indonesia dan prinsip-prinsip negara hukum.
Fatwa MUI dapat terus menjadi sumber inspirasi moral dan spiritual bagi umat Islam, tetapi perlu diingat bahwa keberlakuan hukum positif tetap menjadi domain peraturan perundang-undangan yang sah.
Dalam menyikapi isu ini, dialog terbuka antara pemerintah, ulama, dan masyarakat perlu ditingkatkan guna menciptakan pemahaman yang seimbang dan harmonis dalam masyarakat Indonesia yang multikultural.
Dalam konteks keberlakuan hukum positif, fatwa MUI, terutama yang diterbitkan oleh Dewan Syariah Nasional, seharusnya mendapatkan pengakuan lebih lanjut sebagai sumber hukum yang mengikat.
ADVERTISEMENT
Proses ini telah dimulai, terutama dalam konteks ekonomi syariah di mana beberapa fatwa DSN MUI diadopsi sebagai dasar hukum untuk transaksi keuangan syariah.
Namun, pendekatan ini juga menghadapi tantangan, terutama dalam mempertahankan keseimbangan antara prinsip syariah dan asas-asas negara hukum.
Selain itu, peran MUI sebagai penghubung antara ulama dan pemerintah juga perlu diperhatikan.
Sebagai suatu bentuk partisipasi umat Islam dalam pembangunan nasional, MUI berupaya menjembatani pemikiran agama dengan kebijakan pemerintah.
Namun, pertanyaan etis muncul ketika upaya tersebut berpotensi mempengaruhi pembentukan kebijakan yang seharusnya bersifat inklusif terhadap semua warga negara, tanpa memandang latar belakang agama.
Dalam konteks ini, penting untuk mempertimbangkan bagaimana MUI dapat terus berfungsi sebagai lembaga yang memberdayakan masyarakat dan menyediakan panduan spiritual tanpa mengabaikan prinsip-prinsip demokrasi dan keberagaman.
ADVERTISEMENT
Upaya untuk meningkatkan dialog antara MUI, pemerintah, dan masyarakat dapat menjadi langkah penting menuju pemahaman yang lebih baik tentang peran dan kedudukan fatwa dalam kerangka hukum dan sosial yang lebih luas.
Sebagai contoh, MUI dapat mengadopsi praktik transparansi yang lebih besar dalam proses pengambilan keputusan fatwa, memastikan bahwa berbagai perspektif di dalam masyarakat Islam tercermin dalam pemikiran ulama.
Hal ini dapat menciptakan suasana inklusif di mana fatwa tidak hanya dianggap sebagai pandangan sempit dari kelompok tertentu, tetapi sebagai pedoman yang mencerminkan keberagaman umat Islam Indonesia.
Kedudukan fatwa MUI juga harus dipahami dalam konteks global. Dengan berbagai isu global yang semakin mempengaruhi masyarakat Muslim, seperti perubahan iklim, hak asasi manusia, dan perkembangan teknologi, fatwa MUI dapat memberikan panduan moral bagi umat Islam dalam menghadapi tantangan ini.
ADVERTISEMENT
Namun, tantangan tersebut juga memerlukan keterbukaan terhadap interpretasi baru dan adaptasi terhadap perubahan kontekstual.
Dalam meninjau kedudukan fatwa MUI, penting untuk melihatnya sebagai bagian dari keseluruhan ekosistem hukum dan sosial.
Upaya terus menerus untuk menyesuaikan peran dan kedudukan fatwa dalam konteks keberagaman dan hukum positif dapat menciptakan kerangka yang lebih dinamis dan inklusif.
Ini bukan hanya tentang pengakuan hukum formal, tetapi juga tentang kontribusi konstruktif MUI dalam membentuk moral dan etika masyarakat Indonesia, sejalan dengan nilai-nilai dasar bangsa ini.