Menyoal Penanganan Kasus Korupsi Basarnas

Asis
Mahasiswa Magister Ilmu Hukum Universitas Airlangga, Member of Surabaya Academia Forum, Center for Research and Humanity
Konten dari Pengguna
11 Agustus 2023 15:12 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Asis tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi Basarnas. Foto: istock
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi Basarnas. Foto: istock
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Operasi tangkap tangan (OTT) yang dilakukan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terhadap sejumlah orang, termasuk oknum pejabat Badan Nasional Pencarian dan Pertolongan (Basarnas) dan rekanan swasta, telah menjadi sorotan publik.
ADVERTISEMENT
Kejadian ini tidak hanya memunculkan kontroversi terkait dugaan korupsi dalam pengadaan barang dan jasa peralatan Search and Rescue, tetapi juga menyoroti isu yang lebih luas terkait koneksitas antara peradilan sipil dan peradilan militer dalam penanganan kasus seperti ini.
Pentingnya koordinasi antara peradilan sipil dan peradilan militer dalam kasus-kasus seperti ini merupakan kunci utama untuk menjaga integritas hukum dan memastikan bahwa penegakan hukum dilakukan dengan adil dan transparan.
Namun, dalam kasus ini, terjadi kekeliruan yang menimbulkan permintaan maaf dari pihak KPK terhadap Pusat Polisi Militer/Puspom TNI. Kekeliruan ini menunjukkan perlunya pemahaman yang lebih baik tentang koneksitas hukum dalam penanganan kasus tindak pidana yang melibatkan pihak sipil dan militer.
Ketika penegakan hukum melibatkan dua kelompok hukum yang berbeda, yaitu peradilan sipil dan peradilan militer, maka diperlukan koordinasi yang tepat untuk memastikan bahwa kasus tersebut ditangani sesuai dengan kompetensi dan kewenangan masing-masing.
ADVERTISEMENT
Pasal 89 ayat (1) KUHAP secara jelas mengatur bahwa tindak pidana yang dilakukan bersama-sama oleh pihak yang termasuk dalam lingkungan peradilan umum dan lingkungan peradilan militer, akan ditangani oleh pengadilan dalam lingkungan peradilan umum, kecuali ada keputusan dari Menteri Pertahanan dan Keamanan dengan persetujuan Menteri Kehakiman.
Namun, perlu diingat bahwa koordinasi dan pemahaman bersama harus terjadi sejak awal proses penyelidikan atau penyidikan.
Pasal 90 ayat (2) KUHAP menetapkan bahwa penyidikan perkara pidana yang melibatkan pihak sipil dan militer dilaksanakan oleh tim tetap yang terdiri dari penyidik Polri/PPNS/Jaksa bersama dengan polisi militer dan oditur militer atau oditur militer tinggi. Dengan adanya tim tetap ini, diharapkan akan tercipta sinergi yang memadai dalam proses penyelidikan dan penyidikan.
ADVERTISEMENT
Namun, dalam kasus ini, kekeliruan terjadi dan menimbulkan permintaan maaf dari pihak KPK. Sikap ini tentu saja mengecewakan dan memicu pertanyaan mengenai kompetensi dan koordinasi tim penyelidik/penyidik.
Penegakan hukum yang efektif dan akuntabel memerlukan profesionalisme dan ketelitian dalam setiap langkahnya. Kesalahan semacam ini dapat merongrong kepercayaan publik terhadap lembaga penegak hukum.
Lebih lanjut, pemahaman mengenai koneksitas hukum juga harus didasarkan pada prinsip-prinsip keadilan dan hak asasi manusia. Pasal 91 ayat (1) KUHAP menguraikan bahwa jika tindak pidana tersebut merugikan kepentingan umum, maka perkara tersebut akan ditangani oleh pengadilan dalam lingkungan peradilan umum.
Namun, jika tindak pidana tersebut merugikan kepentingan militer, maka perkara tersebut akan ditangani oleh pengadilan dalam lingkungan peradilan militer. Penentuan ini seharusnya didasarkan pada analisis mendalam terhadap kerugian yang timbul akibat tindak pidana tersebut.
ADVERTISEMENT
Dalam proses ini, peran Jaksa Agung menjadi sangat penting, terutama dalam penanganan perkara koneksitas. Koordinasi dan kesepakatan antara Jaksa Agung dan Oditur Jenderal Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (TNI) diharapkan dapat menghindari perbedaan pendapat yang merugikan proses penegakan hukum.
Meskipun Pasal 93 ayat (3) KUHAP menegaskan bahwa pendapat Jaksa Agung yang menentukan, namun hal ini seharusnya didasarkan pada analisis yang komprehensif dan tidak melupakan prinsip-prinsip keadilan.
Selain koordinasi, aspek lain yang tidak boleh dilupakan dalam penanganan perkara koneksitas adalah kepastian hukum. Kejadian seperti permintaan maaf yang terjadi dalam kasus ini dapat merongrong kepastian hukum dan menimbulkan keraguan terhadap proses penegakan hukum.
Masyarakat harus merasa yakin bahwa lembaga penegak hukum beroperasi dengan transparan, profesional, dan sesuai dengan prinsip-prinsip keadilan.
ADVERTISEMENT
Ilustrasi nyata tentang pentingnya koordinasi dan kepastian hukum dalam penanganan kasus koneksitas bisa ditemukan dalam implementasi Jampidmil (Jaksa Agung Muda Bidang Pidana Militer).
Keberadaan Jampidmil sebagai unsur pembantu Jaksa Agung dalam melaksanakan tugas dan wewenang Kejaksaan, termasuk koordinasi teknis penuntutan perkara koneksitas, telah membawa dampak positif dalam penanganan kasus-kasus yang melibatkan pihak sipil dan militer.
Dengan adanya Jampidmil, terjadi penyatuan dua kepentingan, yaitu sipil dan militer, dalam proses penuntutan. Ini menghindari disparitas dalam penanganan perkara dan memastikan bahwa kasus tersebut ditangani secara komprehensif dan sesuai dengan prinsip-prinsip hukum yang berlaku.
Jampidmil juga berperan dalam membantu penanganan perkara koneksitas dengan cara menjembatani pelaksanaan pertanggungjawaban oditurat militer kepada Jaksa Agung.
ADVERTISEMENT
Dalam kasus-kasus seperti korupsi tabungan wajib perumahan Angkatan Darat dan pengadaan satelit slot orbit 1230 BT, koordinasi dan kerja sama antara Jampidmil, polisi militer, dan lembaga penegak hukum lainnya telah berhasil mengungkap tindak pidana dan menegakkan keadilan.
Proses ini juga memberikan keyakinan kepada masyarakat bahwa penegakan hukum dilakukan dengan sungguh-sungguh dan sesuai dengan prinsip-prinsip keadilan.
Dalam konteks ini, perlu ditekankan bahwa koordinasi, pemahaman, dan kepastian hukum harus menjadi pilar utama dalam penanganan kasus koneksitas.
Kejadian kekeliruan seperti yang terjadi dalam kasus OTT Basarnas harus dijadikan pelajaran berharga bagi lembaga penegak hukum untuk terus meningkatkan kualitas dan profesionalisme dalam setiap langkah penegakan hukum.
Dengan demikian, penegakan hukum yang efektif, adil, dan transparan dapat terwujud, sehingga masyarakat dapat memiliki keyakinan dan kepercayaan yang tinggi terhadap sistem peradilan dan penegakan hukum.
ADVERTISEMENT
Pentingnya koordinasi dan kepastian hukum dalam penanganan kasus koneksitas harus terus dijunjung tinggi demi terciptanya masyarakat yang berkeadilan dan berintegritas.