Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.103.0
Konten dari Pengguna
Menyoal Penggunaan Pasal pada Kasus Penganiayaan
9 Oktober 2023 6:08 WIB
·
waktu baca 4 menitTulisan dari Asis tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan

ADVERTISEMENT
Fenomena penganiayaan yang semakin sering terjadi di Indonesia adalah cermin dari krisis moral dan kekerasan yang mengakar di berbagai lapisan masyarakat.
ADVERTISEMENT
Kasus-kasus seperti penganiayaan yang melibatkan anak anggota DPR Ronald Tannur, anak mantan pejabat pajak, mahasiswa, dan bahkan di lingkungan pendidikan menunjukkan bahwa kekerasan telah merajalela tanpa memandang status sosial atau profesi.
Tindakan kekerasan yang dilakukan oleh anak anggota DPR, yang seharusnya menjadi teladan bagi masyarakat, menunjukkan bahwa dalam lingkungan keluarganya telah hilang integritas moral dan prinsip-nilai yang seharusnya menjadi dasar dalam kepemimpinan mereka.
Situasi ini menimbulkan pertanyaan serius terkait etika dan moralitas di kalangan para pemimpin bangsa.
Tidak kalah mengkhawatirkan, kasus penganiayaan di lingkungan pendidikan, seperti yang terjadi di Poltekpel Surabaya pada Februari lalu, mencerminkan perlunya perubahan mendalam dalam sistem pendidikan Indonesia.
Pendidikan seharusnya menjadi tempat di mana nilai-nilai kemanusiaan, empati, dan penghargaan terhadap sesama ditanamkan secara mendalam, bukan tempat untuk membangun budaya kekerasan dan superioritas.
ADVERTISEMENT
Sementara menurut data dari Pusiknas Bareskrim Polri setidaknya sepanjang tahun 2022 sudah terdapat 1.070 kasus Penganiayaan berat yang tersebar diseluruh Indonesia. Data tersebut semakin menunjukkan bahwa kasus Penganiayaan yang terjadi di Indonesia masih sangat tinggi.
Data dari Pusiknas Bareskrim Polri yang mencatat setidaknya 1.070 kasus penganiayaan berat selama tahun 2022 menggambarkan angka yang sangat tinggi. Angka ini memperjelas bahwa kasus penganiayaan masih menjadi masalah serius di Indonesia dan menekankan perlunya tindakan cepat dan terencana untuk menanggulangi kekerasan ini dari berbagai perspektif, baik hukum, pendidikan, maupun sosial.
Upaya bersama dari seluruh masyarakat, lembaga pemerintah, pendidikan, dan lembaga penegak hukum perlu diintensifkan untuk menanggulangi krisis moral dan kekerasan ini. Implementasi kebijakan yang berfokus pada peningkatan moralitas, penegakan hukum yang adil, dan perbaikan sistem pendidikan adalah langkah-langkah esensial untuk menciptakan masyarakat yang lebih aman, adil, dan manusiawi bagi generasi mendatang.
ADVERTISEMENT
Pengenaan Pasal oleh Aparat Penegak Hukum yang Kurang Tepat
Dalam berbagai kasus penganiayaan yang terjadi, terlihat bahwa aparat penegak hukum lebih cenderung menggunakan Pasal 351 dan Pasal 359 KUHP. Padahal, jika kita melihat lebih dalam, kedua pasal tersebut mengandung klausul kelalaian atau dalam bahasa hukum pidana disebut sebagai culpa.
Ironisnya, hampir semua kasus penganiayaan yang terjadi sebenarnya dilakukan dengan sengaja atau dalam bahasa hukum pidana disebut sebagai culpa.
Salah satu contohnya adalah kasus penganiayaan yang melibatkan anak anggota DPR Ronald Tannur terhadap pacarnya, Dini.
Di kasus ini, jelas terlihat adanya kesengajaan dalam melakukan penganiayaan. Meskipun demikian, aparat penegak hukum masih cenderung menggunakan Pasal 351 dan Pasal 359 KUHP.
Keadaan ini berbeda dengan Pasal 354 KUHP yang mengatur penganiayaan berat, yang menyebutkan bahwa jika seseorang dengan sengaja melukai berat orang lain, maka dia dapat dihukum pidana penjara paling lama 8 tahun.
ADVERTISEMENT
Bahkan, jika perbuatan tersebut mengakibatkan kematian, pelaku dapat dihukum pidana penjara paling lama 10 tahun.
Penting bagi aparat penegak hukum untuk lebih teliti dan tepat dalam menerapkan pasal-pasal hukum terkait kasus penganiayaan.
Pemilihan pasal yang tepat sesuai dengan tingkat kesengajaan dalam perbuatan akan memastikan keadilan dijalankan sesuai dengan semangat hukum pidana dan melindungi korban dengan seadil-adilnya.
Dengan demikian, proses hukum dapat memberikan efek jera yang sesuai dan memberikan penanganan yang adil bagi para pelaku tindak kekerasan.
Krisis Moral dan Etika di Lingkungan Anak Pejabat
Krisis moral dan etika yang terjadi di lingkungan anak-anak pejabat, terutama terlihat dalam beberapa kasus penganiayaan di Indonesia, adalah refleksi dari kemunduran nilai-nilai kemanusiaan dan integritas yang seharusnya menjadi fondasi perilaku di masyarakat.
ADVERTISEMENT
Fenomena ini membuka mata terhadap realitas yang memprihatinkan, di mana anak-anak pejabat yang seharusnya menjadi contoh teladan masyarakat ternyata terlibat dalam perilaku kekerasan yang tidak hanya merugikan individu, tetapi juga merusak moralitas bangsa.
Dalam contoh kasus yang disebutkan sebelumnya, seperti kasus penganiayaan yang melibatkan anak anggota DPR Ronald Tannur terhadap pacarnya dan anak mantan pejabat pajak terhadap orang lain, terlihat adanya kehilangan nilai-nilai etika yang mendasar dalam kepemimpinan dan tanggung jawab sosial.
Sikap kekerasan dan penggunaan kekuasaan untuk menyakiti orang lain menggambarkan krisis moral yang mendalam di kalangan generasi penerus pejabat.
Kondisi ini juga menggambarkan kegagalan sistem pendidikan dan nilai-nilai yang ditanamkan di lingkungan keluarga anak-anak pejabat. Pendidikan yang seharusnya membentuk karakter dan moralitas, terlihat kurang efektif dalam menanamkan nilai-nilai kemanusiaan, empati, dan rasa hormat terhadap sesama.
Akibatnya, generasi muda yang seharusnya membawa perubahan positif untuk bangsa dan negara malah terlibat dalam perilaku destruktif.
ADVERTISEMENT
Penanganan kasus-kasus penganiayaan ini juga menyoroti kelemahan dalam sistem peradilan. Penggunaan pasal-pasal yang kurang tepat dan tidak mempertimbangkan tingkat kesengajaan mengindikasikan kebingungan dan kekurangan dalam interpretasi hukum.
Penting untuk memperbaiki penegakan hukum dan memastikan bahwa hukuman yang diberikan sesuai dengan tingkat kesengajaan dan keparahan tindakan kekerasan.
Krisis moral dan etika di lingkungan anak pejabat harus menjadi peringatan keras bagi seluruh masyarakat untuk lebih berfokus pada pendidikan nilai-nilai etika, integritas, dan empati.
Perubahan mendalam dalam pola pikir dan budaya masyarakat harus diwujudkan untuk menciptakan generasi pemimpin yang mampu memimpin dengan moralitas tinggi dan memberikan contoh positif bagi seluruh bangsa.