Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.100.0
10 Ramadhan 1446 HSenin, 10 Maret 2025
Jakarta
imsak04:10
subuh04:25
terbit05:30
dzuhur11:30
ashar14:45
maghrib17:30
isya18:45
Konten dari Pengguna
Refleksi 78 Tahun Kemerdekaan Indonesia dalam Konteks Hak Asasi Manusia
18 Agustus 2023 6:47 WIB
·
waktu baca 4 menitTulisan dari Asis tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan

ADVERTISEMENT
Peringatan HUT ke-78 RI seharusnya menjadi momen refleksi mendalam bagi kita semua rakyat Indonesia. Meskipun Indonesia telah merdeka selama 78 tahun, realitas di lapangan tidak selalu mencerminkan pemenuhan hak-hak asasi manusia yang seharusnya menjadi pijakan kuat dalam negara yang berlandaskan demokrasi.
ADVERTISEMENT
Sebaliknya, kita dihadapkan pada permasalahan yang semakin meningkat. Mulai dari permasalahan represivitas aparat penegak hukum hingga masalah penindasan terhadap kebebasan berpendapat dan berekspresi.
Pentingnya hak asasi manusia (HAM) dalam konteks pembangunan negara dan masyarakat adalah prinsip yang tidak dapat ditawar-tawar. Sejak proklamasi kemerdekaan pada tahun 1945, Indonesia telah berusaha untuk membangun fondasi demokrasi yang kuat dan menghormati hak-hak dasar warga negara. Namun, kenyataannya masih ada celah besar dalam pemahaman dan penerapan prinsip HAM ini.
Salah satu isu yang paling mencolok adalah keterbatasan kebebasan berpendapat dan berekspresi. Sebagai bangsa yang berjuang keras meraih kemerdekaan, Indonesia seharusnya memberikan ruang yang luas bagi warganya untuk menyampaikan pandangan, kritik, dan aspirasi.
Namun, kenyataannya masih terdapat ketakutan dan hambatan bagi mereka yang ingin bersuara. Peningkatan kasus pemidanaan warganet di bawah UU ITE adalah contoh konkret bagaimana hak berpendapat terancam oleh aturan pidana yang ambigu dan berlebihan.
Ketika warga negara diancam dengan tuduhan kriminal hanya karena menyampaikan pendapat atau kritik terhadap pemerintah, ini mengingatkan kita pada masa lalu yang kelam di mana kebebasan berbicara ditekan oleh rezim otoriter.
ADVERTISEMENT
Peringatan HUT yang ke-78 Republik Indonesia harus menjadi panggilan untuk merefleksikan nilai-nilai demokrasi dan kemerdekaan yang seharusnya dijunjung tinggi, bukan ditekan dan dibungkam.
Laporan dari lembaga seperti Safenet menunjukkan bahwa pelapor UU ITE mayoritas berasal dari pejabat publik. Ini menggambarkan bagaimana kebebasan berpendapat masih dihadapkan pada ancaman dari kalangan yang seharusnya menjunjung tinggi prinsip-prinsip demokrasi.
Saat pihak yang seharusnya menjadi teladan dalam menghormati hak asasi manusia justru menjadi aktor yang ikut merongrongnya, ini adalah pertanda bahwa upaya menuju merdeka sejati masih jauh dari harapan.
Menghadapi tantangan ini, perlu adanya perubahan paradigma dalam penegakan hukum. Penyalahgunaan UU ITE untuk membungkam kritik dan pendapat harus dihentikan.
UU ITE seharusnya digunakan sebagai alat untuk melindungi masyarakat dari kejahatan dunia maya dan bukan sebagai sarana untuk membatasi kebebasan berpendapat warga indonesia. Diperlukan revisi dan klarifikasi yang tegas terhadap pasal-pasal yang ambigu dan dapat disalahgunakan.
Selain itu, perlu adanya komitmen yang kuat dari pemerintah dan lembaga penegak hukum untuk memastikan pemenuhan hak asasi manusia secara komprehensif dan masif.
ADVERTISEMENT
Hak atas kebebasan berekspresi dan berpendapat adalah hak dasar setiap individu, dan negara harus berperan dalam melindunginya. Kepentingan negara dalam menjaga stabilitas dan harmoni masyarakat harus diimbangi dengan menghormati hak-hak warga negara sebagaimana amanat konstitusi.
Sebagai negara demokrasi, Indonesia juga harus belajar dari pengalaman negara lain yang berhasil mengembangkan mekanisme dengan memfasilitasi partisipasi publik dan dialog terbuka antar pejabat publik dan rakyat.
Forum-forum seperti debat terbuka, konsultasi publik, dan dialog lintas sektor dapat menjadi sarana untuk mendengarkan suara rakyat dan menjembatani perbedaan pandangan. Melibatkan masyarakat dalam pengambilan keputusan yang berdampak pada hak-hak mereka adalah langkah penting dalam membangun demokrasi yang inklusif.
Momentum dari peringatan HUT ke-78 RI dapat diambil dari berbagai peristiwa sejarah dan kontemporer. Salah satu contohnya adalah perjuangan para pahlawan dalam meraih kemerdekaan, di mana pahlawan terdahulu berjuang dan berdarah-darah dalam mewujudkan kemerdekaan Indonesia.
Mereka tidak hanya berjuang melawan penjajah, tetapi juga berjuang untuk mengangkat martabat dan hak-hak rakyat Indonesia. Peringatan kemerdekaan seharusnya mengingatkan kita akan semangat dan tekad para pahlawan ini untuk membangun negara yang adil dan demokratis.
ADVERTISEMENT
Selain itu, kita juga dapat mengambil pelajaran dari negara-negara lain yang berhasil membangun demokrasi yang kuat dan menghormati hak asasi manusia. Mereka mengembangkan sistem hukum dan regulasi yang mengedepankan kebebasan berpendapat dan berekspresi sebagai salah satu pilar utama demokrasi.
Contohnya adalah negara-negara Skandinavia yang memiliki tradisi demokrasi partisipatif dan mekanisme yang memastikan keterlibatan masyarakat dalam pengambilan keputusan, sehingga para rakyatnya ikut terlibat aktif memberikan masukan kepada pejabat publik dalam membuat kebijakan yang transparan dan adil.
Terakhir, penting untuk di ingat bahwa peringatan HUT ke-78 RI harus menjadi panggilan untuk merenungkan kembali arti sebenarnya dari kemerdekaan. Merdeka bukan hanya dari penjajahan fisik, tetapi juga dari penindasan, ketidakadilan, dan pembungkaman.
ADVERTISEMENT
Hak asasi manusia harus menjadi landasan kuat dalam membangun negara yang demokratis dan berkeadilan. Dalam perjalanan menuju merdeka sejati, kita semua memiliki peran dan tanggung jawab untuk memastikan bahwa hak-hak dasar setiap individu dihormati dan dilindungi, tanpa terkecuali.