Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.102.2
Konten dari Pengguna
Revisi UU TNI dan Celah Kembalinya Dwifungsi ABRI
12 Mei 2023 9:39 WIB
·
waktu baca 4 menitTulisan dari Asis tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan

ADVERTISEMENT
Setelah satu tahun lamanya, sejak tahun 2022 revisi UU TNI di gaungkan, saat ini isu revisi UU TNI Kembali dibahas. Bukan tanpa alasan, revisi yang dibahas justru cenderung mengembalikan dwifungsi ABRI sebagaimana rilis Koalisi Masyarakat Sipil untuk Reformasi Sektor Keamanan yang dikutip dari Tempo.
ADVERTISEMENT
Dwifungsi ABRI adalah konsep yang kontroversial dan telah dihapuskan dalam UU No. 34 Tahun 2004 tentang TNI, dengan alasan tidak sesuai dengan prinsip-prinsip demokrasi dan negara hukum. Oleh karena itu, jika revisi UU TNI kembali mengembalikan dwifungsi ABRI, hal ini dapat memicu kekhawatiran akan adanya penyalahgunaan kekuasaan oleh TNI dan ancaman terhadap demokrasi serta hak asasi manusia di Indonesia.
Sebagai masyarakat, kita perlu mengawasi dengan ketat dan kritis perkembangan terkait isu revisi UU TNI ini dan memastikan bahwa setiap perubahan dalam UU TNI harus tetap berpijak pada prinsip-prinsip demokrasi dan negara hukum serta memperkuat kedudukan TNI sebagai alat negara yang bertanggung jawab dalam menjaga keamanan dan kedaulatan negara.
Selain dwifungsi ABRI, dalam revisi UU TNI yang diusulkan, juga terdapat perubahan mekanisme anggaran pertahanan dan kewenangan Menteri Pertahanan (Menhan). Di mana Pasal 66 Ayat (1) yang diusulkan dalam revisi tersebut menyebutkan bahwa TNI dibiayai dari anggaran pendapatan dan belanja negara, bukan lagi dari anggaran pertahanan negara seperti yang diatur dalam UU TNI saat ini.
ADVERTISEMENT
Perubahan ini dapat berdampak pada pengelolaan anggaran TNI dan kewenangan Menteri Pertahanan dalam mengambil keputusan terkait anggaran tersebut. Dalam UU TNI saat ini, Menteri Pertahanan memiliki kewenangan dalam menetapkan dan mengelola anggaran pertahanan negara yang meliputi TNI dan lembaga pertahanan lainnya.
Walaupun ini masih dalam tahap pembahasan dan perdebatan, dan belum tentu akan disetujui dalam bentuk yang diusulkan, tentu juga harus menjadi perhatian penting bagi semua pihak.
Lebih lanjut, dalam Pasal 66 Ayat (2) yang diusulkan dalam revisi UU TNI memang menyebutkan bahwa keperluan anggaran TNI harus diajukan ke Kementerian Keuangan dan tidak lagi melalui Kementerian Pertahanan seperti yang diatur dalam UU TNI saat ini (Hukumonline, 2023).
Hal ini dapat mempengaruhi kewenangan Menteri Pertahanan dalam pengelolaan anggaran TNI. Namun, di sisi lain, revisi tersebut juga dapat menempatkan proses penyusunan anggaran TNI di luar kontrol politik dan potensial meminimalisasi intervensi politik dalam pengelolaan anggaran TNI.
ADVERTISEMENT
TNI yang dapat mengajukan sendiri dan langsung kepada Menteri Keuangan untuk dibiayai dalam APBN dapat memastikan bahwa anggaran TNI tidak tergantung pada kebijakan politik tertentu dan tidak dipengaruhi oleh kepentingan-kepentingan yang tidak terkait dengan pertahanan dan keamanan negara.
Lagi, seperti halnya dengan revisi Pasal 66 Ayat (1), perubahan ini juga masih dalam tahap pembahasan dan belum pasti akan disetujui dalam bentuk yang diusulkan.
Prinsip Supremasi Sipil dan Demokrasi Terancam
Jika revisi UU TNI ini disetujui dan mengembalikan dwifungsi ABRI seperti pada masa lalu, hal ini tentu akan mengancam prinsip supremasi sipil dan demokrasi dalam tata hubungan sipil-militer.
Operasi militer selain perang yang dilakukan oleh TNI dalam masa lalu telah terbukti mengancam hak asasi manusia dan merusak demokrasi di Indonesia.
ADVERTISEMENT
Oleh karena itu, penting untuk memastikan bahwa kebijakan keamanan dan pertahanan negara diatur dan dilaksanakan dengan memperhatikan prinsip-prinsip demokrasi dan supremasi sipil.
Pemerintah dan parlemen harus memastikan bahwa revisi UU TNI yang diusulkan tetap memperkuat supremasi sipil dan prinsip demokrasi, dan memastikan bahwa TNI hanya beroperasi dalam kerangka yang jelas dan transparan, serta selalu berada di bawah kendali sipil yang kuat.
Keamanan dan pertahanan negara harus tetap menjadi prioritas utama, namun harus juga dijalankan dengan memperhatikan hak asasi manusia dan prinsip demokrasi.
perlu juga dipastikan bahwa revisi UU TNI tidak memberikan kewenangan yang terlalu luas kepada TNI untuk melakukan operasi militer selain perang atau operasi lain di dalam negeri tanpa persetujuan dan pengawasan yang ketat dari pemerintah dan parlemen.
ADVERTISEMENT
Seluruh operasi TNI harus dilakukan dengan memperhatikan prinsip-prinsip hak asasi manusia, kebebasan sipil, dan keadilan, dan tidak merugikan masyarakat.
Sebagai lembaga negara yang memiliki peran penting dalam menjaga keamanan dan pertahanan negara, TNI harus berada di bawah kendali dan pengawasan yang ketat dari pemerintah dan parlemen.
Oleh karena itu, perlu ditegaskan bahwa dalam tata hubungan sipil-militer, supremasi sipil harus tetap dijaga dan dilaksanakan dengan tegas, tanpa ada ruang bagi kepentingan militer yang tidak sesuai dengan prinsip demokrasi.
TNI Sebagai Alat Pertahanan Negara
Militer seharusnya tidak terlibat dalam kegiatan yang bukan merupakan bagian dari fungsinya sebagai alat pertahanan negara. Militer harus memegang prinsip-prinsip dan nilai-nilai profesionalisme, loyalitas pada negara, serta mengutamakan supremasi sipil dalam menjalankan tugas dan fungsinya.
ADVERTISEMENT
Keterlibatan militer dalam kegiatan politik atau jabatan-jabatan sipil dapat mengganggu profesionalisme dan fokus tugas mereka sebagai alat pertahanan negara.
Hal ini juga dapat menimbulkan konflik kepentingan antara militer dan sipil yang dapat mengancam stabilitas politik dan keamanan nasional.
Oleh karena itu, penting untuk memastikan bahwa TNI tetap berfokus pada fungsi dan tugasnya sebagai alat pertahanan negara dan tidak terlibat dalam kegiatan yang tidak sesuai dengan fungsinya.
Supremasi sipil harus dijaga dan diutamakan dalam menentukan kebijakan dan pengambilan keputusan terkait dengan keamanan dan pertahanan nasional.