Konten dari Pengguna

Kunci Perubahan Sosial untuk Mengelola Sampah

Qoiril Nur Hasanah
mahasiswa Universitas Bina Sarana Informatika
18 November 2021 18:08 WIB
·
waktu baca 6 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Qoiril Nur Hasanah tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Kunci Perubahan Sosial untuk Mengelola Sampah
zoom-in-whitePerbesar
ADVERTISEMENT
Hubungan antara plastik dengan evolusi perilaku manusia tidak bisa dipungkiri menjadi dua hal yang tidak terpisahkan, terutama dalam keseharian.
ADVERTISEMENT
Banyak sekali aktivitas manusia yang dibuat lebih mudah lagi karena kehadiran plastik. Karena pada dasarnya plastik itu memang menjadi sebuah entitas yang memiliki beragam manfaat dan juga solusi, tetapi ada juga permasalahan mengenai sampah plastik ini akan menghantui Indonesia.
Dari sebuah data yang didapatkan dari KLHK (Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan) Indonesia menghasilkan 67,8 juta ton sampah per tahun dan angka ini diperkirakan meningkat 5% setiap tahunnya. Di pulau Jawa, tercatat 88,17% sampah plastik masih diangkut ke TPA atau berserakan di lingkungan.
Untuk bisa menekan risiko dari permasalahan sampah terhadap kesehatan dan juga lingkungan, pemerintah memberikan sebuah target yang harus menjadi suatu kesadaran dari kita semua. Pengurangan sampah itu mencapai 30% pada tahun 2025. Namun untuk bisa mencapai target tersebut tentunya perlu peranan dari seluruh pihak hingga dengan lingkup terkecil demi mewujudkan Indonesia yang lebih hijau dan lebih Lestari lagi.
ADVERTISEMENT
Permasalahan sampah plastik ini tidak hanya sekadar daur ulang, tidak kalah penting lagi adalah bagaimana interaksi manusia dengan lingkungan dan juga budaya yang telah membentuk dari waktu ke waktu.
Lalu adakah kunci perubahan sosial untuk mengelola sampah?
Hal ini telah dibahas oleh Erik Armundito selaku Perencana Ahli Madya, Direktorat Lingkungan Hidup, Kemenderian PPN/Bappenas dalam Virtual Talk #GenerasiPilahPlastik - Plastik dan Evolusi Perilaku Manusia Live Streaming di Youtube kumparan pada tanggal 16 November 2021.
Erik Armundito ,Perencana Ahli Madya, Direktorat Lingkungan Hidup, Kemenderian PPN/Bappenas
Yaitu Mengenai Lima Kunci perubahan sosial untuk kelola sampah, sehingga terjadi perubahan sosial dan perilaku masyarakat.
Yang pertama, adalah terkait peraturan perundangan dan turunannya ini yang mengatur tentang pengelolaan sampah, Pengelolaan sampah mulai dari hulu sampai Hilir.
ADVERTISEMENT
Yang kedua, peningkatan pemahaman terhadap masyarakat, ini bisa melalui sosialisasi pendampingan kampanye pelatihan dan juga datang ke sekolah-sekolah untuk memberikan sosialisasi kepada anak-anak yang masih berkembang pendidikannya, misalkan anak TK atau SD.
Yang ketiga, adanya tokoh panutan yang bisa memberikan contoh jadi yang sifatnya tidak seremonial, tapi benar-benar komitmen terhadap pengelolaan sampah termasuk sampah plastik. Baik itu dari pejabat wakil rakyat, tokoh agama, tokoh masyarakat, ataupun dari publik figur.
Yang keempat, adalah penyediaan fasilitas-fasilitas pengelolaan sampah jadi peraturan yang sudah ada. Kesadaran masyarakat sudah meningkat tentu harus diimbangi dengan Tersedianya fasilitas-fasilitas pengolahan sampah, ini sebagai contoh apabila masyarakat Sudah sadar dengan mencoba memilah sampah dari sumbernya yaitu dari rumah tangga kemudian dibuang ke tempat sampah.
ADVERTISEMENT
Yang kelima, yang paling penting ini adalah penegakan hukum, ini hukuman maupun denda kepada semua pihak yang membuang sampah sembarangan. Baik itu perorangan, badan usaha, sehingga pemerintah daerah pun juga bisa dikenai sanksi. Apabila tidak mengolah sampahnya dengan baik.
“Kelima poin tersebut sudah ada dalam rencana pembangunan jangka menengah kita di tahun 2020-2024, dan juga sudah masuk di rencana pembangunan nasional jangka panjang.” Katanya.
Selanjutnya untuk penanganan sampah plastik khususnya yang ada di laut, sudah ada juga peraturannya yang mempunyai target menurunkan sampah laut hingga 70% Ketentuan ini sebagaimana tertuang dalam Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 83 Tahun 2018 tentang Penanganan Sampah Plastik.
Kemudian juga ada lagi strategi nasional pengelolaan sampah rumah tangga dan Sampah sejenis rumah tangga atau disingkat jakstranas. Targetnya adalah 30% pengurangan sampah dan 70% pengelolaan sampah di tahun 2025. Selain itu juga ada Jalan pengurangan sampah oleh produsen, yang ini yang dilakukan adalah melalui pembatasan daur ulang dan pemanfaatan kembali kemasan plastik.
ADVERTISEMENT
Kementerian perencanaan pembangunan nasional Bappenas juga mengembangkan kebijakan terkait ekonomi circular yang mengadopsi pendekatan 5R yaitu Reduce, Reuse, Recycle, Replace, & Replant.
Selain Erik Armundito, Juga menampilkan empat narasumber lain di antaranya ada, Tara De Thouars, seorang Psikolog Klinis yang menambahkan “Pertama-tama perlu ditanamkan kesadaran bahwa bertanggung jawab terhadap sampah adalah langkah kebaikan sederhana, namun berdampak besar. Untuk memiliki kesadaran, perlu dimulai dengan adanya sense of purpose karena seseorang baru akan termotivasi jika apa yang dilakukannya memiliki tujuan dan arti,” Ucapnya.
Tara De Thouars, Psikolog Klinis
Ada juga Maya Tamimi, selaku Head of Sustainable Environment Unilever Indonesia Foundation menyampaikan, "Edukasi ke masyarakat dan khususnya konsumen menjadi salah satu fokus yang kami lakukan. Misalnya, baru-baru ini kami meluncurkan gerakan #GenerasiPilahPlastik untuk mengajak masyarakat menjadi generasi yang lebih peduli lingkungan dan lebih bertanggung jawab terhadap kemasan yang mereka gunakan, terutama kemasan plastik,"
ADVERTISEMENT
Dia melanjutkan, hal ini sejalan dengan komitmen global bahwa selambatnya tahun 2025, Unilever akan:
1. Mengurangi setengah dari penggunaan plastik baru
2. Mendesain 100% kemasan plastik produknya agar dapat didaur ulang, digunakan kembali atau dapat terubah menjadi kompos, dan
3. Membantu mengumpulkan dan memproses kemasan plastik lebih banyak daripada yang dijual.
Maya Tamimi, Head of Sustainable Environment Unilever Indonesia Foundation
Berikutnya Arie Sujito, selaku Sosiolog dan Pengajar FISIPOL Universitas Gadjah Mada menerangkan, “Kemampuan mengelola sampah dan menjaga kelestarian lingkungan adalah penanda peradaban, dan inilah yang menjadi tantangan kita bersama. Masyarakat harus terlebih dahulu mengubah persepsi mengenai lingkungan, bahwa lingkungan harus dijaga agar kualitas kehidupan tetap baik untuk masa kini dan masa mendatang. Hal ini berhubungan pula dengan cara kita memandang sampah plastik sebagai bagian dari masalah lingkungan, bahwa sampah plastik bukan hal yang menjijikkan atau tidak bermakna, melainkan bagian dari keseharian yang jika mampu dikelola dan dikendalikan akan meningkatkan kualitas hidup.”
Arie Sujito, Sosiolog dan Pengajar FISIPOL Universitas Gadjah Mada
Lalu yang terakhir ada Dr. Yosefina Anggraini, S.Sos, M.Si., sebagai Antropolog dan Pengajar LPEM FEB UI menerangkan bahwa perilaku masyarakat terhadap sampah dapat dipahami melalui pendekatan materialisme budaya dari Marvin Harris. Pendekatan ini memandang bahwa kebudayaan merupakan produk hubungan antara benda-benda, di mana manusia menciptakan kebudayaan tertentu karena dianggap sesuai dengan lingkungan alam sekitarnya.
ADVERTISEMENT
Dalam prosesnya, setiap kelompok masyarakat memiliki siasat untuk menghadapi berbagai tekanan geografis dan ancaman lingkungan (environment determinism) sebagai bentuk strategi adaptasi.
Dr. Yosefina berujar, “Berdasarkan pendekatan ini, untuk dapat membangun sebuah kebudayaan bijak sampah, dibutuhkan tiga komponen yang saling berkaitan, yaitu infrastruktur, suprastruktur dan struktur.
Ketiga komponen tersebut memiliki keterkaitan yang erat dengan industri. Pada tahapan perkembangan masyarakat saat ini, industri merupakan kunci perekonomian masyarakat, namun di sisi lain industri menghasilkan sampah yang jika tidak dikelola dengan bijak akan mengganggu kelestarian ekologi dan populasi manusia.
Dalam komponen infrastruktur, industri harus menggunakan teknologi yang mendukung kelestarian ekologi dan populasi manusia. Sementara suprastruktur mencakup beragam ide, gagasan atau cara pandang ketika manusia harus hidup berdampingan dengan sampah sebagai konsekuensi dari industri.
ADVERTISEMENT
Masyarakat dapat menentukan apakah sampah akan terus diposisikan sebagai lawan dan ancaman yang membahayakan hidup manusia; atau justru melihat sampah sebagai sahabat karena memberikan manfaat, misalnya dengan menciptakan nilai ekonomi dari sampah. Untuk menciptakan perilaku bijak sampah, diperlukan pula dukungan dari struktur, yaitu organisasi yang ada dalam struktur masyarakat untuk meregulasi dan menata pengelolaan sampah, serta menerapkan perilaku bijak sampah sebagai nilai budaya baru dalam kehidupan sehari-hari.”
Sementara dari sisi sosiologi, penanaman kesadaran kolektif untuk bijak sampah plastik sebenarnya dapat dilakukan melalui banyak pendekatan, seperti regulatif, insentif, dan lainnya. Namun semuanya harus diawali dengan membangun kultur bijak sampah plastik, yaitu kesadaran individual untuk mengubah persepsi mengenai sampah plastik, serta peranan mereka dalam mengatasi permasalahan tersebut.
Dr. Yosefina Anggraini, S.Sos, M.Si.,Antropolog dan Pengajar LPEM FEB UI