Konten dari Pengguna

Menyoal RUU Kesehatan: Perlunya Pemerintah Mempertimbangkan Kembali

Qonita Rizka Assavina Putri Ardiansyah
Mahasiswa Kebidanan Universitas Airlangga
3 Juni 2023 18:23 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Qonita Rizka Assavina Putri Ardiansyah tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Para tenaga kesehatan (nakes) melakukan aksi demo penolakan Rancangan Undang-Undang (RUU) Omnibus Law Kesehatan di kawasan Patung Kuda Arjuna Wiwaha, Jakarta Pusat, Senin (8/5/2023). Foto: Iqbal Firdaus/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Para tenaga kesehatan (nakes) melakukan aksi demo penolakan Rancangan Undang-Undang (RUU) Omnibus Law Kesehatan di kawasan Patung Kuda Arjuna Wiwaha, Jakarta Pusat, Senin (8/5/2023). Foto: Iqbal Firdaus/kumparan
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Rancangan Undang-Undang Kesehatan (RUU Kesehatan) menjadi topik panas akhir-akhir ini, terutama setelah pemerintah menargetkan bahwa RUU ini harus rampung pada bulan Juni 2023. Berbagai pro dan kontra mewarnai dunia kesehatan seiring dikeluarkannya kebijakan pemerintah tersebut.
ADVERTISEMENT
Bukan tanpa alasan, RUU Kesehatan menuai problematika karena RUU ini sendiri disusun dengan menggunakan Metode Omnibus Law, atau suatu metode pembuatan regulasi yang menggabungkan beberapa aturan substansi.
Menurut Badan Legislasi DPR RI, Supratman Andi Agtas, tujuan utama dari RUU Kesehatan Omnibus Law adalah meningkatkan akses terhadap layanan kesehatan, meningkatkan kualitas kesehatan, dan menurunkan biaya kesehatan di Indonesia.
Namun, masyarakat yang kontra menilai bahwa RUU Kesehatan hanya mengejar formalitas semata, di mana dalam penyusunannya seolah-olah efektif dan efisien, padahal nyatanya terkesan terlalu cepat dan terburu-buru. Hal ini menyebabkan RUU tersebut tidak memenuhi asas partisipatif, aspiratif, transparansi, dan akuntabilitas.
Sejumlah tenaga kesehatan berunjuk rasa menolak RUU Kesehatan Omnibus Law di Kantor DPRD Banyuwangi, Jawa Timur, Senin (28/10/2022). Foto: Sulthony Hasanuddin/Antara Foto
Masyarakat menganggap bahwa isi pasal harus dikaji lebih mendalam lagi, terutama RUU kesehatan tidak hanya mengancam jabatan dan profesi tenaga kesehatan saja, melainkan juga terjadi penghilangan kewenangan pokok dan strategis organisasi profesi kesehatan, runtuhnya kesejawatan, hingga terjadinya diskriminasi dan kurangnya perlindungan terhadap tenaga kesehatan di masa mendatang.
ADVERTISEMENT
Terdapat beberapa pasal yang menuai kontroversi, salah satunya pada pasal 314 ayat (2) mengenai peleburan organisasi profesi, di mana tenaga kesehatan hanya dapat membentuk satu organisasi profesi. Hal ini dinilai merugikan, karena pada dasarnya di setiap organisasi profesi memiliki kode etik dan visi misi berbeda sesuai peran dan keahliannya.
Selanjutnya, pasal yang banyak diperbincangkan adalah pasal 462 ayat (1), di mana isi pasal tersebut mengakibatkan kelemahan perlindungan hukum kepada para tenaga kesehatan.
Seorang tenaga kesehatan membentangkan poster saat berunjuk rasa menolak RUU Omnibuslaw Kesehatan di depan Gedung Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (28/11/2022). Foto: Sulthony Hasanuddin/Antara Foto
Pasal 462 ayat (1) berbunyi, “Setiap Tenaga Medis atau Tenaga Kesehatan yang melakukan kelalaian berat yang mengakibatkan pasien luka berat dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun”. Pasal tersebut tidak memberikan penjelasan lebih lanjut pada poin kelalaian, sehingga menimbulkan kerancuan dan ketidakpastian hukum.
ADVERTISEMENT
Kelemahan perlindungan terhadap tenaga kesehatan dapat menimbulkan diskriminasi, potensi kriminalisasi, hingga masalah yang cukup serius, terlebih ketika organisasi profesi yang mengatur mengenai kode etik dan menjadi naungan pertama para tenaga kesehatan tidak lagi memiliki wewenang sama seperti sebelumnya.
Hal ini seolah mewajibkan setiap tenaga kesehatan memiliki pendamping hukum masing-masing, karena ketika mereka dihadapkan oleh suatu tindak pidana, maka kejadian tersebut harus mereka tangani sendiri, tanpa melibatkan lembaga profesi yang bersangkutan terlebih dahulu.
Pemerintah mungkin mengupayakan sebuah peningkatan mutu pelayanan kesehatan terlebih pada tingkat pelayanan medis oleh tenaga kesehatan. Tetapi sebaiknya diperlukan peninjauan ulang dan keterlibatan berbagai pihak yang bersangkutan ketika merancang perumusan sebuah undang-undang.
Ilustrasi Lemahnya Perlindungan Hukum Bagi Tenaga Kesehatan. Foto: iStock
Organisasi profesi, masyarakat, dan tenaga kesehatan tentu harus diberi kesempatan untuk memberikan usulan terkait perubahan pada berbagai pasal yang dicantumkan.
ADVERTISEMENT
Pasal-pasal dalam RUU Kesehatan semestinya dipertimbangkan kembali sesuai dengan berbagai pendapat yang telah diberikan dari sisi masyarakat dan tenaga kesehatan.
Dengan begitu, semua asas yang dibutuhkan dapat terpenuhi sehingga mampu mewujudkan tujuan nasional dalam rangka menjamin kesejahteraan tenaga kesehatan dan mendorong peningkatan kualitas pelayanan kesehatan di Indonesia.