Konten dari Pengguna

Polemik Tariff Trump: Haruskah Indonesia Tiru demi Batasi Banjir Produk China?

Qonitah Rohmadiena
Dosen di Program Studi Ilmu Hubungan Internasional, Universitas Slamet Riyadi Surakarta
22 April 2025 12:27 WIB
·
waktu baca 5 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Qonitah Rohmadiena tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Presiden RI Prabowo Subianto kunjungi Kawasan BLUPPB Karawang, 2 Desember 2024. Ilustrasi Prabowo dan industri lokal di Indonesia. Sumber: YouTube Sekretariat Presiden
zoom-in-whitePerbesar
Presiden RI Prabowo Subianto kunjungi Kawasan BLUPPB Karawang, 2 Desember 2024. Ilustrasi Prabowo dan industri lokal di Indonesia. Sumber: YouTube Sekretariat Presiden
ADVERTISEMENT
Periode kedua pemerintahan Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump sangat mengejutkan bagi semua orang. Trump bertubi-tubi mengeluarkan kebijakan yang sangat membuat gaduh dunia internasional, mulai dari memangkas budget untuk program USAID yang ditujukan untuk membantu banyak negara berkembang di berbagai penjuru dunia, dan yang saat ini sedang memanas adalah tariff reciprocal (timbal balik) yang diumumkan Trump pada 2 April 2025 lalu. Trump merasa AS selama selalu menjadi pihak yang dirugikan dalam kancah perdagangan internasional, ia juga merasa tidak adil apabila negara lain mengenakan tariff terhadap AS yang lebih besar dibanding tariff yang ditetapkan AS ke negara tersebut.
ADVERTISEMENT
Indonesia juga merupakan satu dari beberapa negara yang terkena tariff cukup besar di angka 32 persen, namun sementara ini hanya berlaku 10 persen karena Trump mengumumkan jeda pemberlakuan tariff baru selama 90 hari. Menariknya, jeda tersebut berlaku untuk seluruh negara kecuali China yang dikenakan tariff sebesar 145 persen, sebuah angka yang fantastis mengingat 13,4 persen barang yang diimpor oleh AS berasal dari China. Kebijakan kontroversial Trump langsung dibalas oleh China yang menaikkan tariff menjadi 125 persen terhadap barang-barang dari AS.
Tensi hubungan China dan AS memang sudah sejak lama naik turun, dan sebelum heboh soal tariff timbal balik, China dan AS merupakan negara yang saling membutuhkan satu sama lain. Begitu banyak komoditi yang diperjualbelikan di antara dua negara tersebut. Sepanjang tahun 2024, AS mengimpor barang-barang dari China seperti generator, peralatan elektronik, hingga mainan dan peralatan olahraga dengan total nilai $439 miliar. Di sisi lain, AS mengekspor bahan bakar fossil, sparepart pesawat hingga peralatan dan perlengkapan film yang semua komoditi tersebut mencapai $143,5 miliar.
ADVERTISEMENT
Terlepas dari pro dan kontra terhadap tariff yang baru diluncurkan oleh Trump, apa yang dilakukan Trump memang selaras dengan prinsip ’America First’ yang memprioritaskan kesejahteraan masyarakat AS di atas segalanya. Memang tidak bisa dipungkiri, harga pakaian, spare part, hingga mainan yang diimpor dari China, kebanyakan memiliki harga yang lebih murah jika dibandingkan dengan produk-produk asli AS. Jadi, meskipun kebijakan tariff tersebut memicu ketegangan dan perang dagang dengan China, apa yang dilakukan oleh Trump bisa jadi akan memacu gairah industri lokal di AS untuk menggerus banjirnya produk-produk asal China di AS.
Haruskah Prabowo Tiru Trump?
Berkaca dari statement dan kebijakan Trump, jelas terlihat bahwa ia begitu enggan memberikan kesempatan bagi China untuk merajai pasar di AS, meskipun faktanya sudah ada beberapa produk dari China yang berhasil mendominasi. Misal perusahaan fashion asal China, Shein yang kini bersaing ketat dengan Zara, GAP, dan H&M di AS. Di sisi lain, Indonesia justru sudah merasakan pahitnya ketika industri lokal dihajar habis-habisan oleh produk asal China.
ADVERTISEMENT
Sepanjang tahun 2023, banyak media massa memberitakan banyak industri tekstil lokal di Indonesia merugi akibat masuknya pakaian asal China yang memiliki harga sangat murah. Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) menjelang akhir masa jabatannya juga sempat menyinggung masalah overproduksi di China yang menyebabkan barang-barang dari China membludak ke negara-negara lain dengan harga yang sangat murah. Jika ditarik lagi jauh ke belakang, pada tahun 2010, kekhawatiran akan banjirnya produk dari China di Indonesia sebenarnya sudah ada, dan tidak terbatas pada tekstil saja, tapi juga meliputi hasil kebun hingga mainan. Sepanjang tahun 2024, total impor Indonesia dari China mencapai USD 233,66 miliar yang didominasi oleh produk atau barang-barang hasil industri padat karya, seperti barang konsumsi hingga bahan baku. Di sisi lain, nilai ekspor Indonesia ke China selama 2024 memang lebih tinggi, namun masih didominasi oleh sektor migas, pertambangan, serta pertanian, kehutanan dan perikanan.
ADVERTISEMENT
Di tengah ancaman produk China yang begitu nyata bagi Indonesia, Prabowo pada awal April 2025 ini justru berencana untuk melonggarkan aturan terkait Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN). Prabowo juga mengungkit kemungkinan TKDN akan diganti dengan kebijakan lain berupa insentif dengan dalih TKDN justru membuat Indonesia kalah kompetitif dengan negara-negara lain. TKDN sendiri merupakan regulasi yang mewajibkan penggunaan komponen (barang, jasa, dan tenaga kerja) dalam negeri sebesar 40 persen pada proyek-proyek pemerintahan dan sektor swasta tertentu seperti teknologi informasi dan otomotif. Pasca diumumkannya rencana Prabowo ingin melonggarkan TKDN, banyak pengusaha dari berbagai sektor industri mengkhawatirkan semakin banyak produk dari China yang menggerus produk dalam negeri, baik itu sparepart, besi dan baja, hingga otomotif.
ADVERTISEMENT
Prabowo sendiri memang memiliki hubungan yang cukup mesra dengan China. Tidak lama setelah dilantik sebagai Presiden RI ke-8, Prabowo bergerak cepat untuk melakukan lawatan ke China dalam rangka mempererat hubungan dagang antara Indonesia dengan China, utamanya dalam pengelolaan produk perikanan, dan tidak ketinggalan ada komitmen dari China untuk membantu melancarkan program Makanan Bergizi Gratis (MBG) milik Prabowo. Tidak lama setelah dilantik sebagai Presiden RI ke-8, Prabowo juga bergerak cepat untuk melakukan lawatan ke China dalam rangka mempererat hubungan dagang antara Indonesia dengan China, utamanya dalam pengelolaan produk perikanan, dan tidak ketinggalan ada komitmen dari China untuk membantu melancarkan program Makanan Bergizi Gratis (MBG). Prabowo juga memilih untuk netral dalam menyikapi perang dagang yang kini terjadi antara AS dan China.
ADVERTISEMENT
Risiko Banjirnya Produk China ke Indonesia
Presiden RI Prabowo Subianto bertemu dengan Presiden Xi Jinping di Beijing, China, 9 November 2024. Sumber: YouTube Sekretariat Presiden
Melihat kondisi geopolitik global saat ini, momen Prabowo ingin merelaksasi TKDN bisa dibilang sangat berisiko bagi keberlangsungan hidup para pelaku industri domestik. Penting untuk diketahui bahwa perang dagang antara China dan AS bisa sangat berpengaruh terhadap Indonesia. Ketika AS mengenakan tariff yang begitu tinggi terhadap produk-produk dari China, besar kemungkinan China akan lebih banyak mengalihkan produknya ke Indonesia yang merupakan negara dengan populasi terbesar keempat di dunia. Di sisi lain, ketika Indonesia memang ingin membuat TKDN lebih fleksibel, tentunya harus juga dibarengi dengan kebijakan insentif untuk memastikan pelaku usaha lokal tidak kalah bersaing dengan produk-produk impor, namun di saat Prabowo menggalakkan MBG, dan gencar melakukan efisiensi anggaran, hal ini tentu harus dipikirkan ulang. Atau, perlu kah Prabowo meniru langkah Trump untuk mengibarkan bendera perang dagang terhadap China? Melihat ketergantungan Indonesia terhadap produk-produk dari China, dan juga kondisi industri lokal yang belum begitu siap untuk bisa berdiri mandiri, rasa-rasanya opsi ketiga ini mustahil untuk diambil, kecuali Indonesia siap meninggalkan prinsip politik luar negeri bebas aktif untuk kemudian mantap melangkah mendekat ke Paman Sam.
ADVERTISEMENT