Konten dari Pengguna

Asma binti Yazid: Pionir Emansipasi Perempuan dalam Islam

Qotrotul Mustamtiroh
Mahasiswi UIN K.H Abdurrahman Wahid
20 Oktober 2024 11:12 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Qotrotul Mustamtiroh tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Muslimah di Padang Pasir (gettyimages.com)
zoom-in-whitePerbesar
Muslimah di Padang Pasir (gettyimages.com)
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Sejarah Islam telah membuktikan adanya seorang Shahabiyah (Sahabat Nabi Muhammad SAW) yang terkenal akan keberanian dan kecerdasannya. Ia dikenal sebagai ”Khathibatu An-Nisa” yang berarti ”Juru Bicara Perempuan”, karenakan kepiawaiannya dalam berbicara dan berargumentasi, sesuatu yang jarang dimiliki perempuan pada masa itu. Namanya adalah Asma binti Yazid, beliau berasal dari suku Aus, penduduk asli Madinah.
ADVERTISEMENT
Meskipun namanya kurang terkenal dan tidak sepopular beberapa tokoh perempuan lain dalam sejarah Islam, seperti Aisyah Ra, Fatimah Az-Zahra dan Maryam binti Imran. Asma binti Yazid adalah sosok inspiratif yang layak kita teladani. Artikel ini akan mengajak Anda untuk mengenal lebih dekat perjalanan hidup dan perjuangannya, serta bagaimana beliau disebut sebagai pionir emansipasi perempuan dalam ajaran Islam.
Nama lengkapnya adalah Asma’ binti Yazid bin Sakan bin Rafi’ bin Imri’il Qais bin Abdul Asyhal bin Haris Al-ansariyah. Ia telah memeluk Islam pada tahun pertama Hijriah, tepatnya saat terjadinya peristiwa Baiat Aqabah Pertama. Setelah memeluk Islam, Asma terlibat dalam banyak peristiwa penting pada masa Nabi Muhammad SAW. Asma bahkan beberapa kali ikut terjun ke medan perang, baik sebagai tenaga medis maupun prajurit, seperti pada Perang Yarmuk pada tahun 30 H. Diriwayatkan bahwa ia membunuh sembilan tentara musuh.
ADVERTISEMENT
Selain itu, Asma binti Yazid juga memberikan kontribusi yang sangat signifikan dalam perkembangan Islam. Ia meriwayatkan 81 hadis yang diakui oleh para ulama hadis terkemuka seperti Ibnu Majah, An-Nasa’i, Abu Dawud, dan At-Tirmidzi. Asma juga dikenal sebagai seorang ahli dalam bidang fikih, hadis, dan tafsir.
Asma binti Yazid adalah orang yang pemberani dan piawai dalam berbicara. Berkat hal itu, ia menjadi sosok yang sangat diandalkan oleh kaum perempuan pada masanya. Asma menjadi jembatan penghubung antara kaum perempuan dan Nabi Muhammad SAW. Setiap kali perempuan menghadapi permasalahan atau memiliki pertanyaan seputar ajaran Islam, Asma dengan berani menyampaikannya kepada Nabi Muhammad SAW dengan tutur kata yang baik.
Salah satu momen yang paling berkesan dalam kisah Asma binti Yazid adalah ketika ia menanyakan tentang kedudukan perempuan dalam agama kepada Rasulullah. Suatu hari, ia bertanya, “Wahai Rasulullah, sesungguhnya Allah mengutusmu untuk seluruh kaum laki-laki dan perempuan. Kami semua beriman dan berbaiat kepadamu. Namun, kami kaum perempuan memiliki keterbatasan ruang gerak. Kami adalah penopang rumah tangga laki-laki dan menjadi tempat menyalurkan syahwat mereka. Kami mengandung anak-anak mereka. Akan tetapi, laki-laki memperoleh keutamaan melebihi kami dengan salat Jumat, mengantarkan jenazah, dan berjihad. Saat mereka berjihad, kami perempuan menjaga harta mereka serta mendidik anak-anak mereka. Lalu, apakah kami juga bisa mendapatkan pahala seperti yang mereka dapatkan dari amalan-amalan tersebut?”
ADVERTISEMENT
Intinya, Asma mempertanyakan ketidakadilan yang dirasakan, yaitu mengapa laki-laki lebih diutamakan dan dianggap lebih mudah mendapatkan pahala besar melalui ibadah-ibadah tertentu, sedangkan perempuan hanya terbatas pada urusan domestik. Padahal, ajaran Islam yang dibawa oleh Nabi Muhammad ditujukan untuk seluruh manusia, baik laki-laki maupun perempuan. Asma menyoroti bahwa perempuan juga melakukan banyak pengorbanan dalam kehidupan.
Mendengar pertanyaan Asma, Nabi Muhammad SAW sangat terkesan dan kagum atas pemikirannya. Beliau lalu bertanya kepada para sahabatnya, "Apakah kalian pernah mendengar pertanyaan tentang agama dari seorang perempuan yang lebih baik dari apa yang baru saja ia tanyakan?" Para sahabat menjawab belum pernah. Kemudian, Nabi Muhammad SAW menjawab pertanyaan Asma, "Wahai Asma, kembalilah dan sampaikan kepada perempuan yang ada di belakangmu, bahwa perilaku baik salah satu dari mereka terhadap suaminya, usahanya untuk mendapatkan rida suaminya, dan ketundukannya untuk selalu taat kepada suaminya, maka itu semua akan mengimbangi pahala dari amalan yang telah kamu sebutkan tadi."
ADVERTISEMENT
Asma sangat senang mendengar jawaban Nabi Muhammad SAW karena mampu menjawab keresahannya selama ini. Ia kembali dengan hati penuh sukacita sambil melantunkan tahlil dan takbir sebagai ungkapan syukur atas sabda Nabi Muhammad SAW yang menenangkannya. Pertanyaan Asma ini menunjukkan bahwa ia memperjuangkan hak-hak kaum perempuan. Melalui perjuangan ini, Asma telah menjadi sosok inspiratif yang pantas disebut sebagai pionir emansipasi perempuan dalam Islam.
Keberaniannya berbicara di hadapan publik, kecerdasannya dalam memahami ajaran Islam, serta komitmennya terhadap keadilan telah menginspirasi banyak generasi untuk memperjuangkan hak-hak perempuan. Kisah hidupnya mengajarkan kepada kita bahwa Islam tidak membatasi peran perempuan. Islam memberikan ruang bagi perempuan untuk aktif berpartisipasi dalam berbagai aspek kehidupan, termasuk mengemukakan pendapat. Warisan Asma terus menyulut semangat perempuan Muslim di seluruh dunia untuk memperjuangkan hak-hak mereka sesuai dengan ajaran Islam.
ADVERTISEMENT