Poligami dalam Kacamata Izzat Darwazah (Part 2)

Quran Buddy Indonesia
Your Buddy for Exploring the Miracle of Quran
Konten dari Pengguna
23 Mei 2020 18:56 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Quran Buddy Indonesia tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi Poligami. Dok: Abil Achmad Akbar/kumparan dan Indra Fauzi/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi Poligami. Dok: Abil Achmad Akbar/kumparan dan Indra Fauzi/kumparan
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Berbicara tentang beberapa kisah dalam Alquran, ia banyak dilapisi oleh beberapa sejarah yang memiliki hubungan erat dengan para Nabi, salah satunya Nabi Muhammad SAW. Banyak di antaranya kisah yang berhubungan dengan kehidupan keluarga dan perkawinan Nabi Muhammad.
ADVERTISEMENT
Sampai saat ini, masalah yang selalu diperdebatkan ialah perkawinan poligami Nabi dengan istri-istrinya yang digelari sebagai Ummul Mukminin.
Memang, sejarah mencatat bahwa masyarakat Arab pra-kenabian Muhammad SAW memiliki istilah “biasa” mempunyai banyak istri tanpa adanya batasan jumlah. Para penafsir Alquran pun ikut andil dalam menafsirkan kisah di atas dengan gaya penafsiran mereka masing-masing.
Izzat Darwazah. Dok: Buku Sejarah Kenabian dalam Perspektif Tafsir Nuzuli Karya Izzat Darwazah karya Aksin WIjaya.
Mufassir asal Palestina, Izzat Darwazah, mencoba menafsirkan surah an-Nisa ayat 3 yang jelas menerangkan poligami dalam kitab legendarisnya, al-Tafsir al-Hadits. Bagaimana reaksi Izza dalam menafsirkan surah an-Nisa ayat 3? Apa yang menjadi landasan semua istri Nabi digelari Ummul Mukminin?
Terdapat dua surat dalam Alquran di antaranya an-Nisa ayat 3 dan al-Ahzab ayat 52 yang menjelaskan tentang pro-kontra berpoligami. Surat an-Nisa ayat 3 berbunyi:
ADVERTISEMENT
وَإِنْ خِفْتُمْ أَلَّا تُقْسِطُوا فِي الْيَتَامَى فَانْكِحُوا مَا طَابَ لَكُمْ مِنَ النِّسَاءِ مَثْنَى وَثُلَاثَ وَرُبَاعَ فَإِنْ خِفْتُمْ أَلَّا تَعْدِلُوا فَوَاحِدَةً أَوْ مَا مَلَكَتْ أَيْمَانُكُمْ ذَلِكَ أَدْنَى أَلَّا تَعُولُوا
“Dan jika kamu takut tidak dapat berlaku adil terhadap (hak-hak) perempuan yang yatim (bila kamu mengawininya), maka kawinilah wanita-wanita (lain) yang kamu senangi: dua,tiga atau empat. Kemudian, jika kamu tidak dapat berlaku adil, maka (nikahilah) satu orang saja, atau budak-budak yang kamu miliki. Yang demikian itu lebih dekat kepada tidak berbuat aniaya.”
Pun sangat perlu diketahui bahwa Nabi Muhammad tidak pernah mentalak istri-istrinya dan tak pernah menikah setelah turunnya surah al-Ahzab ayat 52 ini. Ayat tersebut berbunyi:
لَا يَحِلُّ لَكَ النِّسَاءُ مِنْ بَعْدُ وَلَا أَنْ تَبَدَّلَ بِهِنَّ مِنْ أَزْوَاجٍ وَلَوْ أَعْجَبَكَ حُسْنُهُنَّ إِلَّا مَا مَلَكَتْ يَمِينُكَ وَكَانَ اللَّهُ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ رَقِيبًا
ADVERTISEMENT
“Tidak halal bagimu mengawini perempuan-perempuan sesudah itu dan tidak boleh (pula) mengganti mereka dengan istri-istri (yang lain), meskipun kecantikannya menarik hatimu kecuali perempuan-perempuan (hamba sahaya) yang kamu miliki. Dan Allah Maha Mengawasi segala sesuatu”.
Menurut Aksin Wijaya dalam bukunya Sejarah Kenabian Dalam Perspektif Tafsir Nuzuli Muhammad Izzat Darwazah, kemudian ia mengutip perkataan Darwazah, ayat diatasi dapat dipahami dan dikelompokkan ke dalam beberapa kategori:
Dalam masalah kedua ayat di atas, Darwazah menegaskan bahwa perkawinan Nabi Muhammad tidak didasari oleh syahwat nafsu seperti yang dilakukan oleh manusia biasa. Nabi melakukan hal tersebut tidak lain keluar dari semangat syariat yang bersifat umum dan akhlaknya yang sangat mulia.
ADVERTISEMENT
Uniknya, Darwazah berpendapat bahwa Nabi Muhammad hanya menggauli empat istrinya saja setelah turunnya surah al-Ahzab ayat 52 ini, di antaranya, Sayyidah Aisyah, Sayyidah Hafshah, Sayyidah Ummu Salamah, dan Zainab bint Jahsy.
Mengenai jumlah istri yang dimiliki Nabi, hal tersebut bukan sebagai aturan dasar yang harus dimiliki Nabi, sehingga Nabi diberikan kesempatan untuk mentalak salah satu istrinya, kemudian ia mencari istri lagi sebagaimana yang terjadi dengan umat Islam saat ini.
Mengenai sebutan Ummul Mukminin, bagaimana keadaan mereka pasca wafatnya Nabi? Apakah secara syar’i mereka dilarang untuk menikah lagi?
Menurut Darwazah, gelar tersebut bukan dalam bingkai pengertian syar’i bahwa istri-istri Nabi Muhammad dilarang dinikahi pasca wafat Nabi, melainkan sebagai bentuk penghormatan.
ADVERTISEMENT
Allah SWT tidak melarang mereka hendak menikah pasca wafatnya Nabi. Bahkan, tidak ada satu pun ayat yang menjelaskan hal tersebut.
Hal ini berarti menegaskan bahwa gelar Ummul Mukminin dalam kacamata Darwazah adalah sebuah kehormatan, bukan bentuk tasyri’i, yang berarti Darwazah menafsirkan ayat tersebut berdasarkan konteks sejarah dengan metode asbab nuzuli yaitu berdasarkan sebab turun nya suatu ayat. Penjelasannya jelas, tegas, dan melalui realita sejarah Nabi (sirah Nabawiyyah).
=====
Yuk like, follow dan share akun ini jika kamu ingin belajar dan mendalami Al-Quran bersama Quran Buddy. Kamu juga bisa loh mengikuti @quranbuddy.id di Instagram.