Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Konten dari Pengguna
Paradigma Tata Kelola Energi, Solusi Pembangunan Nasional Yang Berkelanjutan
5 Juli 2024 10:39 WIB
·
waktu baca 3 menitTulisan dari Qurratul Hilma tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Pembangunan Nasional Berkelanjutan
ADVERTISEMENT
Indonesia memiliki potensi sumber daya alam yang kaya, termasuk energi dan mineral yang besar. Berdasarkan Undang-Undang Dasar 1945, “Bumi, air, dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.” Energi memainkan peran penting dalam kegiatan ekonomi dan peningkatan ketahanan nasional. Pengelolaan energi, termasuk penyediaan, pemanfaatan, dan penggunaannya, harus dilakukan secara adil, berkelanjutan, rasional, optimal, dan menyeluruh. Energi menjadi indikator kemajuan suatu negara, terutama dalam pembangunan ekonomi. Ketersediaan dan konsumsi energi menentukan perkembangan negara tersebut.
ADVERTISEMENT
Peraturan Pemerintah (PP) No. 79 Tahun 2014 tentang Kebijakan Energi Nasional (KEN) menyatakan bahwa untuk melaksanakan penyediaan dan pemanfaatan energi, diperlukan pencapaian tujuan KEN yang meliputi penerapan paradigma baru bahwa sumber energi adalah modal pembangunan nasional. Kemandirian energi dapat dicapai dengan menjadikan energi sebagai modal pembangunan nasional. Hingga saat ini, kedaulatan energi belum terdefinisi dalam nomenklatur kebijakan Indonesia. Namun, untuk mewujudkan kedaulatan energi, diperlukan kemandirian dan ketahanan energi nasional. Pengelolaan energi berbasis KEN di Indonesia didasarkan pada tiga prinsip utama: keadilan, keberlanjutan, dan berwawasan lingkungan. Tujuannya adalah untuk mencapai sebesar-besarnya kemakmuran rakyat dengan mengoptimalkan pemanfaatan energi untuk pembangunan ekonomi nasional. PP KEN menjelaskan bahwa ketahanan energi merupakan prasyarat untuk menjamin ketersediaan energi dengan harga yang terjangkau dalam jangka panjang.
ADVERTISEMENT
Indonesia memiliki kapasitas pembangkitan sumber energi sebanyak 70,96 Giga Watt (GW), dengan 35,36 persen berasal dari batu bara, 19,36 persen dari gas bumi, 34,38 persen dari minyak bumi, dan 10,9 persen dari energi baru dan terbarukan (EBT). Meskipun memiliki banyak sumber energi, Indonesia belum mengelola dan menggunakan energi tersebut secara maksimal. Efisiensi penggunaan energi belum tercapai, dengan koefisien elastisitas penggunaan energi masih 1,84 persen untuk peningkatan satu persen PDB (sumber: antaranews.com).
Tujuan negara Indonesia pada tahun 2045 adalah mencapai kedaulatan, kemajuan, keadilan, dan kemakmuran, yang dijabarkan dalam pilar pembangunan, termasuk pembangunan ekonomi berkelanjutan. Menurut UU Energi No. 30/2007, tujuan tata kelola energi Indonesia adalah untuk menjamin akses dan penggunaan energi bagi generasi sekarang dan mendatang. Untuk mencapai tujuan tersebut, pengelolaan energi harus didasarkan pada prinsip kemanfaatan, efisiensi berkeadilan, peningkatan nilai tambah, keberlanjutan, kesejahteraan masyarakat, pelestarian fungsi lingkungan hidup, ketahanan nasional, dan keterpaduan nasional.
ADVERTISEMENT
Pengelolaan energi yang dibutuhkan untuk mensukseskan tujuan Indonesia 2045 adalah institusi yang dapat mengimplementasikan paradigma energi sebagai modal pembangunan nasional dengan menerjemahkan kebijakan ke dalam implementasi yang jelas dan konsisten. Instansi negara harus mengambil langkah-langkah yang dapat meringankan APBN, seperti pelaksanaan proyek kerjasama pemerintah dengan badan usaha dalam pembangunan infrastruktur energi, memberikan pelatihan berkualitas kepada aparatur, memberikan penghargaan yang layak sesuai pencapaian kerja, dan mendorong penyusunan UU EBT, karena energi masa depan adalah EBT. Jika semua hal tersebut dapat dilaksanakan, maka swasembada energi bukanlah hal yang mustahil.
Maka dari itu, paradigma pengelolaan energi harus diterapkan dengan menjadikan energi sebagai aset pembangunan nasional. Harapannya, hal ini dapat meningkatkan nilai tambah yang menghasilkan pendapatan pemerintah dari sektor energi dan multiplier effect yang dapat dimanfaatkan masyarakat, seperti memberikan nilai tambah pada produksi dan penyerapan tenaga kerja dalam negeri serta berkontribusi dalam pengembangan sektor energi dengan menemukan dan meningkatkan sumber energi fosil baru, mengembangkan energi baru dan terbarukan (EBT), melaksanakan kegiatan lingkungan pascatambang, dan memaksimalkan konservasi sumber daya energi. Dengan demikian, melihat berbagai permasalahan dan tata kelola energi di Indonesia, sudah saatnya semua pihak menerapkan paradigma pengelolaan energi sebagai modal pembangunan nasional.
ADVERTISEMENT