Konten dari Pengguna

Reaktualisasi Tata Kelola Batubara Guna Mencapai Energi Berkelanjutan

Qurratul Hilma
Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Andalas
19 Mei 2024 15:34 WIB
·
waktu baca 6 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Qurratul Hilma tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan

Tata Kelola Energi Guna Mencapai Kemandirian Energi Yang Berkelanjutan

pertambangan batubara. sumber: design pribadi
zoom-in-whitePerbesar
pertambangan batubara. sumber: design pribadi
ADVERTISEMENT
Indonesia merupakan salah satu negara yang kaya akan sumber daya alamnya serta negara yang memiliki potensi sumber daya energi dan mineral yang cukup besar, termasuk batubara. Bahan tambang yang saat ini masih menjadi kebutuhan adalah batubara, yang merupakan sebagai salah satu sumber energi primer. Alokasi sumber daya alam (SDA) dari kegiatan pertambangan tersebar di seluruh Indonesia. Pertambangan penting bagi pemerintah karena sektor tersebut merupakan sumber daya yang dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat Indonesia. Memenuhi kebutuhan dalam negeri dan ekspor. Indonesia memiliki beberapa tambang batu bara yang tersebar di Sumatera dan Kalimantan, baik yang dioperasikan oleh perusahaan negara maupun swasta.
ADVERTISEMENT
Indonesia memiliki beberapa tambang batubara yang tersebar di Pulau Sumatera dan Pulau Kalimantan, baik yang dioperasikan oleh Perusahaan Milik Negara maupun swasta. Tahun 2006 Indonesia peringkat kedua setelah Australia dalam urutan Negara pengekspor batubara. Berdasarkan data dari Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral, produksi batubara di tahun 2009 dapat mencapai 225 juta ton, yang terbagi atas 75 juta ton untuk pemanfaatan dalam negeri dan 150 juta ton untuk diekspor. Produksi tersebut meningkat dibandingkan tahun 2008 (198 juta ton) dan tahun 2007 (196 juta ton).
Melihat banyaknya kebutuhan akan tambang, batubara tentunya juga menimbulkan beberapa dampak negatif yang dapat merugikan penduduk sekitar dan lingkungan. Dampak negatif tersebut tidak hanya terjadi pada aspek lingkungan saja tetapi berdampak juga pada aspek ekonomi dan aspek sosial. Dampak negatif ini tentunya harus diminimalisir sedikit mungkin karena akan sangat sulit jika dampak negatif dihilangkan karena setiap kegiatan pasti akan ada dampak negatif dan dampak positif nya sehingga pemerintah sebagai pemegang kekuasaan harus bisa meminimalisir dampak negatif yang terjadi. Tercatat banyaknya kasus-kasus seperti tumpang tindih dan jumlah perizinan yang terlalu banyak serta tidak terkontrol, sinkronisasi terhadap perundang undangan yang terkait, pencemaran lingkungan hidup, izin penggunaan lahan, sampai kriminalisasi dan adanya keluhan dari masyarakat sekitar daerah terkait pertambangan atas operasional perusahaan pertambangan. Upaya yang dapat dilakukan pemerintah adalah memastikan izin lingkungan hidup dan izin amdal dipertimbangkan dengan baik.
ADVERTISEMENT
Jaringan Advokasi Tambang Nasional (JATAM) mencatat 45 konflik pertambangan terjadi sepanjang tahun 2020. Akibatnya, 714.692 Ha mengalami kerusakan lingkungan. 45 konflik pertambangan itu terdiri atas kasus pencemaran lingkungan (22 kasus), kasus perampasan lahan (13 kasus), kasus kriminalisasi warga penolak tambang (8 kasus), dan kasus pemutusan hubungan kerja (2 kasus). Dari segi pertambangan, JATAM Nasional menemukan, hingga 2020, ada 3.092 lubang tambang yang dibiarkan dan tidak ada proses reklamasi atau pemulihan, perbaikan, Lubang tambang yang menganga ini kemudian menciptakan kerusakan dan pencemaran lingkungan dan bahkan sampai menimbulkan kematian. Tercatat, 24 orang meninggal lantaran jatuh ke dalam lubang yang mana mayoritas anak-anak. Tapi sejauh ini tidak ada penegakkan hukum atas semua kejadian itu. (sumber: tempo.com, bicara fakta)
ADVERTISEMENT
Sebelumnya bisa sama-sama dilihat bahwa lingkungan hidup sangat terikat dengan manusia karena dua hal ini bergantung satu sama lain, sehingga jika sesuatu terjadi kepada lingkungan maka manusia pun akan ikut merasakan dampaknya. Dalam Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang No. 32 Tahun 2009 menjelaskan lingkungan hidup adalah kesatuan ruang dengan semua benda, daya, keadaan, dan makhluk hidup, termasuk di dalamnya manusia dan perilakunya, yang mempengaruhi alam itu sendiri, kelangsungan perikehidupan, dan kesejahteraan manusia serta makhluk hidup lain. Kemudian perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup dijelaskan dalam Pasal 1 ayat (2), yang menjelaskan bahwa perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup adalah upaya sistematis dan terpadu yang dilakukan untuk melestarikan fungsi lingkungan hidup dan juga mencegah terjadinya pencemaran dan kerusakan lingkungan hidup yang meliputi perencanaan, pemanfaatan, pengendalian, pemeliharaan, pengawasan, dan penegakan hukum.
ADVERTISEMENT
Batu bara tentunya setiap tahun terus bertambah seperti pada tahun 2008-2012 pertumbuhan batubara di Indonesia sebesar 13% per tahun, dengan rata-rata per tahunnya sekitar 200 juta ton. Kegiatan pertambangan merusak lingkungan karena adanya penggalian dan pengerukan yang dapat membuat rusaknya ekosistem. Pertambangan batubara dilihat secara lingkungan menimbulkan dampak terhadap penurunan kesuburan tanah, pencemaran lingkungan, perubahan bentang alam. Kegiatan pertambangan ini dilakukan dengan cara mengeksploitasi sumber daya alam yang tidak bisa dipulihkan lagi serta kegiatan pertambangan dapat mengganggu keberlangsungan hidup keanekaragaman hayati. Dari berbagai permasalahan yang terjadi pada batubara tentu hal itu akan menghambat berbagai hal salah satunya adalah kemandirian ekonomi berkelanjutan di Indonesia. Jika hal ini tetap dibiarkan tentu akan menjadi akar permasalahan yang sangat besar untuk pemanfaatan dan pengelolaan energi di Indonesia.
ADVERTISEMENT
Melihat dari permasalahan diatas tentu perlu kebijakan yang tegas. Pemerintah telah mengeluarkan UU Minerba No. 4 Tahun 2009, yang mana salah satu tujuan dirancangnya UU Minerba adalah untuk memberikan kepastian hukum, khususnya bagi para pelaku usaha pertambangan. Hal ini dinyatakan dalam ketentuan maksud dan tujuan UU Minerba yang menyatakan tujuan pengelolaan mineral dan batubara adalah menjamin kepastian hukum dalam penyelenggaraan kegiatan usaha pertambangan mineral dan batubara. Ini merupakan salah satu upaya untuk menegaskan kembali upaya pengelolaan sumber daya alam oleh Pemerintah sekaligus pula menegaskan kembali keberadaan Pasal 33 ayat (3) Undang-Undang Dasar Tahun 1945, yang menyatakan “bumi, dan air, dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat”
ADVERTISEMENT
Pemerintah berperan andil dalam pengesahan UU Minerba tahun 2020 pada Undang-Undang tersebut terdapat pada Pasal 4 ayat (2) yang menyebutkan bahwa penguasaan serta pemberian izin mineral dan batubara sepenuhnya diatur oleh pemerintah pusat. Tentunya hal ini sentralisasi daerah dapat bertentangan dengan kebijakan otonomi daerah, karena tentunya setiap daerah mempunyai kebutuhan serta kepentingan dan kultur yang berbeda. Sedangkan pada Undang-Undang Minerba sebelumnya memberikan kewenangan serta memberi izin usaha kepada pemerintah daerah terkait dengan mineral dan batubara.
Dilihat dari instrumen hukum terkait dengan perlindungan lingkungan, UU ini bisa dikatakan pasif keberlakuannya sehingga sering terjadi kasus pelanggaran salah satunya pelanggaran dokumen yang dilakukan oleh pengusaha terkait Izin Usaha Pertambangan, tentunya ada dampak yang diberikan kepada lingkungan pasca kegiatan pertambangan seperti pencemaran air dan tanah yang diakibatkan oleh zat kimia berbahaya. Dalam pelaksanaan Undang-Undang Minerba harusnya juga lebih mementingkan aspek lingkungan, karena bukan hanya aspek ekonomi saja yang penting dalam kegiatan pertambangan ini melainkan aspek-aspek lainnya sama pentingnya. Memang betul dilihat dari aspek ekonomi kegiatan pertambangan batubara sangat membantu negara dalam meningkatkan perekonomian negara. Tetapi, disisi lain dengan adanya kegiatan pertambangan batubara yang peraturannya belum efektif dapat memberikan resiko terhadap lingkungan hidup.
ADVERTISEMENT
Undang-Undang Minerba dalam menjalankan suatu hukum harusnya bisa efektif dan efisien sehingga tidak ada lagi kasus-kasus yang muncul akibat hukum pasif yang dijalankan oleh Undang-Undang Minerba. Dengan adanya hukum pasif yang terdapat dalam Undang-Undang Minerba banyak dampak negatif yang terjadi salah satunya adalah kerusakan lingkungan secara berkelanjutan. Undang-Undang Minerba merupakan hukum yang mengatur kegiatan pertambangan batubara ini, dianggap belum memenuhi prinsip-prinsip atau hukum-hukum yang terdapat pada Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2020 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.