Konten dari Pengguna

Kosmetika Berbahaya, Bagaimanakah Peran Apoteker?

Ratu Agung Kayika Dewipraja
Mahasiswi S-1 Program Studi Farmasi Universitas Airlangga
11 Desember 2024 15:20 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Ratu Agung Kayika Dewipraja tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi kosmetika. (Sumber: Freepik).
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi kosmetika. (Sumber: Freepik).
ADVERTISEMENT
Akhir-akhir ini merebak informasi bahwa banyak ditemukan kosmetika berbahaya yang beredar di masyarakat dan diungkap oleh Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM).
ADVERTISEMENT
Kosmetika merupakan produk sediaan farmasi yang diaplikasikan pada tubuh dengan tujuan untuk membersihkan, mempercantik, meningkatkan daya tarik atau mengubah penampilan seseorang tanpa merubah struktur atau fungsi tubuh.
Oleh karena itu, kosmetika yang beredar di masyarakat harus memenuhi standar keamanan yang ditetapkan agar memberi manfaat dan tidak membahayakan penggunanya.
Apakah kosmetika berbahaya yang beredar artinya lepas dari pengawasan? Bisa jadi. Berdasarkan peraturan pemerintah, izin industri kosmetika golongan A harus memiliki penanggung jawab seorang apoteker dan golongan B minimal penanggung jawabnya seorang tenaga teknis kefarmasian.
Selain itu, kosmetika yang beredar juga harus memenuhi beberapa persyaratan lainnya, seperti fasilitas produksi, teknologi, laboratorium, penerapan higiene sanitasi, dan bebeberapa persyaratan lainnya sesuai dengan kosmetika yang akan diproduksi.
ADVERTISEMENT
Apoteker memiliki peran yang sangat penting dalam menentukan kandungan dan komposisi bahan kosmetika yang akan diproduksi sehingga dapat memberikan manfaat yang dinginkan dan aman digunakan, tanpa menimbulkan bahaya yang tidak diinginkan.
Masyarakat yang memproduksi kosmetika tanpa memenuhi ketentuan yang berlaku, hanya berorientasi pada keuntungan, sangat merugikan masyarakat dan harus segera ditindak oleh pihak yang berwenang. BPOM harus lebih proaktif melakukan pengawasan dengan melakukan uji sampel produk-produk kosmetika yang beredar di masyarakat.
Pesatnya perkembangan teknologi dan informasi memudahkan masyarakat memperoleh informasi yang diinginkannya. Namun, hal ini juga dimanfaatkan oleh pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab untuk menjual produk kosmetika dengan kandungan bahan berbahaya dengan promosi yang menggiurkan dan harga murah.
ADVERTISEMENT
Banyak masyarakat belum mampu mengelola informasi yang diperolehnya dengan benar, termasuk mengecek label BPOM kosmetika sebelum membeli dan menggunakannya. Keinginan tampil cantik menyebabkan khususnya kaum perempuan memilih dan membeli kosmetika untuk mempercantik diri dengan mengabaikan keamanan produk yang digunakannya.
Beberapa kasus peredaran kosmetika berbahaya seperti pemutih wajah mengandung merkuri yang bila digunakan dalam jangka waktu lama dapat menyebabkan kanker. Kasus ini saat ini masih ditangani oleh pihak kepolisian di Makassar.
Kasus lainnya terkait hand and body lotion dosis tinggi (HB Dosting) yang mengklaim bisa mencerahkan kulit dalam waktu singkat, ternyata mengandung zat berbahaya hidrokuinon dan steroid yang seharusnya tidak terkandung dalam produk kosmetika. Pernyataan ini dirilis oleh pihak BPOM di akun X-nya, yang menyatakan bahwa kandungan zat berbahaya ini jika digunakan dalam jangka waktu lama, dapat menyebabkan kulit terkelupas, stretch mark, dan kanker kulit.
ADVERTISEMENT
Apoteker memiliki peran melakukan diseminasi dan edukasi kepada masyarakat terkait sediaan farmasi, salah satunya adalah kosmetika yang berhubungan dengan indikasi, kontra indikasi, tujuan penggunaan, cara pemakaian, potensi efek samping, cara penyimpanan, cara mengidentifikasi, dan mengenali produk-produk berbahaya agar masyarakat mewaspadai informasi dan promosi kosmetika dengan kandungan yang tidak semestinya.
Edukasi ini dapat dilakukan melalui berbagai media untuk memberikan informasi kepada masyarakat akan pentingnya membaca label informasi yang tercantum dalam kemasan. Memastikan produk yang dipakai memiliki izin BPOM dan mengenali tanda-tanda lainnya untuk memastikan bahwa produk kosmetika yang dibelinya aman digunakan dan memberi manfaat sesuai yang diharapkan.
Penulis: Ratu Agung Kayika Dewipraja, Mahasiswa S-1 Program Studi Farmasi Universitas Airlangga.
ADVERTISEMENT
Referensi