Moderasi Mudik, Mengurai Masalah

Riko Noviantoro
Pembaca buku dan pecinta kegiatan luar ruang. Bekerja sebagai peneliti kebijakan publik di Intitute for Development of Policy and Local Partnership (IDP-LP)
Konten dari Pengguna
9 Mei 2022 15:26 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Riko Noviantoro tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Penumpang Kereta Api Bangunkarta bersiap menaiki kereta di Stasiun Pasar Senen, Jakarta, Jumat (29/4/2022). Foto: ANTARA FOTO/Galih Pradipta
zoom-in-whitePerbesar
Penumpang Kereta Api Bangunkarta bersiap menaiki kereta di Stasiun Pasar Senen, Jakarta, Jumat (29/4/2022). Foto: ANTARA FOTO/Galih Pradipta
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Penggalan lirik lagu berjudul ‘Rumah Kita’ karya God Bless, cukup membuat siapa saja rindu kampung halaman. Suasana kesederhanaan, keasrian alam hingga ritme kehidupan masyarakat desa yang khas, menggugah hati untuk kembali pulang kampung.
ADVERTISEMENT
Tidak cukup itu saja. Nilai sosial yang kuat menggerakkan individu berkeinginan kumpul bersama keluarga. Termasuk keluarga di kampung halaman. Semua itu kian mempertebal tekad pulang kampung dalam kondisi apa pun, terutama di hari Lebaran.
Kenyataannya, ritual mudik terhambat dua tahun terakhir. Pandemi COVID-19 menghentikan ritual mudik dari paket perayaan Lebaran. Mudik Lebaran saat pandemi diabaikan. Hingga kesempatan mudik Lebaran tahun 2022 pun ditumpahkan. Euforia mudik tiba-tiba mencuat.
Fantastis Mudik Lebaran 2022
Euforia mudik tidaklah berdampak tunggal. Mobilitas pemudik 85 juta pada Lebaran tahun 2022 turut berikan kontribusi positif maupun negatif. Terjadinya distribusi ekonomi dari masyarakat perantau menjadi fakta yang perlu dikagumi.
Mudik Lebaran mendorong pertumbuhan ekonomi naik dalam waktu singkat. Prediksi pertumbuhan ekonomi kuartal I tahun ini pun diyakini naik 5,05 persen. Angka pertumbuhan tersebut lebih tinggi dibandingkan kuartal IV dan kuartal I di tahun lalu.
ADVERTISEMENT
Faktor utama peningkatan pertumbuhan ekonomi adalah angka konsumsi produk rumah tangga selama puasa dan Lebaran. Sekaligus pelonggaran aktivitas sosial yang dilakukan pemerintah. Setelah situasi COVID-19 memperlihatkan angka penurunan yang drastis.
Hal lain yang juga mempengaruhi pertumbuhan ekonomi adalah ritual mudik Lebaran. Jumlah pemudik Lebaran tahun ini lebih tinggi dibandingkan tahun sebelumnya. Bahkan lebih tinggi dibandingkan mudik selama libur Natal dan Tahun Baru yang tercatat 19,4 juta.
Bank Sentral Indonesia mencatat pertambahan uang tunai baru untuk kebutuhan Lebaran sebesar Rp 175,26 triliun. Besaran ini naik 13,42 persen dari tahun sebelumnya. Dari angka tersebut diperkirakan mudik Lebaran mendistribusikan uang mencapai Rp 85 triliun atau lebih. Dengan asumsi satu keluarga pemudik mengkonsumsikan senilai Rp 1 – 2 juta.
ADVERTISEMENT
Sedangkan jumlah kendaraan yang bergerak, PT. Jasa Marga mencatat sebanyak lebih 1,7 juta kendaraan melintasi tol dari arah Jabodetabek. Jumlah tersebut meningkat 9 persen dibandingkan tahun sebelumnya.
Dari rentetan catatan tersebut mudik Lebaran tahun 2022 dapat dibilang fantastis dibandingkan tahun-tahun sebelumnya. Baik dari mobilitas pemudik, jumlah kendaraan hingga distribusi uang tunai. Maka wajar mudik Lebaran ini bisa mendorong pertumbuhan ekonomi naik pada kuartal I tahun 2022.
Moderasi Mudik, Mengurai Masalah
Fantastisnya mudik Lebaran ternyata menyimpan pula persoalan. Terutama pada daerah tujuan mudik. Sejumlah persoalan sosial secara diam-diam hadir. Bahkan perlahan membesar yang menumbuhkan segregasi sosial.
Tidak optimalnya transportasi massal menjadi penyebab persoalan sosial di lokasi tujuan mudik mencuat. Bertambahnya kendaraan pribadi yang luar biasa menumbuhkan sikap penolakan masyarakat lokal. Ditambah perilaku pemudik yang tidak selalu ramah dengan masyarakat lokal, ikut menambah sikap penolakan masyarakat.
ADVERTISEMENT
Apalagi jalan-jalan di daerah tidak dirancang untuk menampung jumlah kendaraan pribadi yang banyak. Akibatnya kemacetan lalu lintas dan kerusakan jalan tidak dapat dihindari. Secara empiris tingkat polusi udara pun terjadi.
Persoalan lain yang timbul adalah arogansi pemudik. Disparitas ekonomi kota dan desa mendorong kesan pemudik sebagai individu berduit. Sedangkan warga desa sebagai kelompok lemah ekonomi. Hal yang memicu sikap dominasi pemudik dengan warga lokal.
Kenyataan tersebut menimbulkan kebencian atau iri hati. Tumbuh perasaan tidak berdaya pada warga lokal. Sekaligus mendorong gairah migrasi ke kota.
Rentetan persoalan tersebut perlu pendekatan baru. Mudik Lebaran bagaikan api dalam sekam. Adanya penolakan warga lokal tidak bisa disederhanakan. Pemerintah, tokoh masyarakat, dan organisasi masyarakat perlu upaya sama, melakukan moderasi mudik Lebaran.
ADVERTISEMENT
Moderasi mudik melalui penguatan makna Lebaran yang sederhana, santun dan menyenangkan. Tidak ada dominasi kota dan desa. Cegah urbanisasi seperti lanjutan lirik lagu 'Semua ada di sini. Rumah kita...'
Penulis adalah peneliti kebijakan publik IDP-LP