Konten dari Pengguna

Pesan Bung Karno untuk Guru

Riko Noviantoro
Pembaca buku dan pecinta kegiatan luar ruang. Bekerja sebagai peneliti kebijakan publik di Intitute for Development of Policy and Local Partnership (IDP-LP)
3 Mei 2021 10:39 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Riko Noviantoro tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Potongan foto tulisan tangan Bung Karno dalam buku Di Bawah Bendera Revolusi, Djilid I, 1959, Jakarta, hal 613-614
zoom-in-whitePerbesar
Potongan foto tulisan tangan Bung Karno dalam buku Di Bawah Bendera Revolusi, Djilid I, 1959, Jakarta, hal 613-614
ADVERTISEMENT
Kutipan Ir. Soekarno dalam bukunya berjudul "Di Bawah Bendera Revolusi" Djilid I, hal. 613-614, sudah pasti asing terdengar di telinga. Apalagi bukunya pun terbilang tua. Jarang sudah pembacanya. Meski ada versi cetakan terbaru yang tampil lebih segar. Namun rasanya, juga sudah jarang pembacanya. Kalah dengan konten YouTube yang maaf saja, sebatas hiburan. Jadi wajar jika tak populer kutipan tersebut.
ADVERTISEMENT
Kalau diterjemahkan seperti ini kurang lebihnya: "Manusia tidak bisa mengajarkan sesuatu sekehendak hatinya, manusia tidak bisa mengajarkan apa yang tidak dimilikinya, manusia hanya bisa mengajarkan apa yang ada padanya," begitu sederhana nan mendalam.
Pemikiran Bung Karno di atas, cukup pantas dihidupkan sebagai bagian dari peringatan Hari Pendidikan Nasional. Tujuannya untuk menjadi bahan autokritik bagi pelaku pendidikan. Khususnya bagi guru dan dosen.
Kendati persoalan pendidikan memang tidak sebatas guru dan dosen semata. Banyak aktor lain yang kemudian dikenal ekosistem pendidikan. Mulai dari rektor, kepala sekolah, dekan, kepala program studi, kepala laboratorium, pustakawan, tenaga administrasi, teknisi, petugas keamanan, petugas kebersihan, juru parkir, bahkan penjaga kantin.
Hanya saja pesan Presiden RI pertama ini lebih menyasar para pendidik pada institusi pendidikan. Karena menempatkan frasa mengajar yang identik dengan tugas dosen dan guru. Maka kiranya pesan tersebut layak dibedah sebagai bahan autokritik dosen dan guru.
ADVERTISEMENT
Mengupas Pesan Bung Karno
Pesan Bung Karno yang disampaikan di hadapan guru-guru Taman Siswa itu, setidaknya menyimpan tiga hal menarik. Pertama: Manusia tidak bisa mengajar sekehendak hati. Jelas dan lugas. Guru dan dosen memang tak patut mengajar sekehendak hatinya. Semau alam pikirnya saja. Dengan dalih apapun, tidak dapat dibenarkan pemberian materi sesuka hati guru.
Nasihat Bung Karno ini memberikan pijakan bagi guru dan dosen untuk berpegang pada kurikulum pembelajaran. Guru dan dosen memberikan materi sebagaimana kurikulum yang disiapkan. Bahkan di era modern ini kurikulum telah menjadi bagian dari hal yang perlu diketahui peserta didik.
Sebagai buktinya di setiap sesi awal pembelajaran atau pun perkuliahan, guru dan dosen menyampaikan lebih dulu tujuan penyampaian materinya. Sekaligus membeberkan indikator keberhasilan penyampaian materi tersebut. Sehingga peserta didiknya memahami pula ketercapaian pengetahuan dan keterampilan yang didapatkan setelah mengikuti pembelajaran tersebut.
ADVERTISEMENT
Tidak itu saja, kurikulum pun memiliki kekuatan pada aspek keberlanjutan. Di mana materi pembelajaran yang disampaikan merupakan lanjutan dari materi sebelumnya. Sekaligus menjadi anak tangga untuk masuk materi lainnya kemudian hari. Agar ketercapaian pendidikan dapat terukur dan terwujud.
Pada persoalan kurikulum memang tidak mudah menyusunnya. Banyak pertimbangan yang diperlukan. Pemerintah pun berupaya terus memperbaharui kurikulum dengan mengikuti perubahan. Harapannya setiap jenjang pendidikan yang dilalui peserta didik dapat memenuhi standar yang diinginkan.
Kedua: Manusia tidak mengajar apa yang tidak dimilikinya. Sebuah pesan yang menekan bagi guru dan dosen mengukur dirinya. Mengenal dirinya dalam penguasaan bidang keilmuan. Sekaligus memahami passion dirinya.
Dosen dan guru adalah profesi mulia. Bahkan pemerintah pun menuangkannya dalam regulasi tersendiri. Persisnya Undang-undang No.14 Tahun 2005 Tentang Guru dan Dosen, termasuk peraturan turunannya. Dengan demikian tidaklah pantas profesi ini dijalani secukupnya. Apalagi memilih profesi guru dan dosen sebagai pelarian semata.
Ilustrasi guru mengajarkan murid. Foto: Arif Firmansyah/ANTARA FOTO
Di samping itu pun pesan kedua Bung Karno bisa dimaknai sebagai peningkatan kompetensi diri. Guru dan dosen harus menjadi pribadi pembelajar. Tidak berhenti mencari pengetahuan. Mengasah dan terus mengembangkannya.
ADVERTISEMENT
Ketiga: Manusia mengajar apa yang ada pada dirinya. Guru dan dosen adalah sosok yang tidak lepas dari pengalaman masa lalunya. Sosok yang bertumbuh dalam tatanan sosial dan ekonomi yang beragam. Sehingga tak dipungkiri membawa pengalamannya pada proses pembelajaran.
Dengan kata lain, tidak dapat dielakan bahwa pengalaman masa lalunya merembes dalam pola-pola pengajaran dan perkuliahan. Guru dan dosen tidaklah steril dari pergulatan sejarah kehidupannya. Di mana terdapat nilai-nilai yang telah hidup dalam sanubarinya.
Semoga nasihat Bung Karno itu bisa menjadi autokritik bagi guru dan dosen. Sekaligus berharap di Hari Pendidikan Nasional ini menghadirkan guru dan dosen sebagaimana pesan Bung Karno. Selamat Hari Pendidikan Nasional.
**Penulis adalah peneliti kebijakan publik IDP-LP