news-card-video
Jakarta
imsak
subuh
terbit
dzuhur
ashar
maghrib
isya

Strategi Kembalikan Pelajar Bersekolah di Masa Pandemi

Riko Noviantoro
Pembaca buku dan pecinta kegiatan luar ruang. Bekerja sebagai peneliti kebijakan publik di Intitute for Development of Policy and Local Partnership (IDP-LP)
Konten dari Pengguna
1 April 2021 17:16 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Riko Noviantoro tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Kembali bersekolah setelah pandemi bukan upaya mudah. Perlu strategi untuk kembali mengajak pelajar kembali bersekolah. (foto: kumparan.com)
zoom-in-whitePerbesar
Kembali bersekolah setelah pandemi bukan upaya mudah. Perlu strategi untuk kembali mengajak pelajar kembali bersekolah. (foto: kumparan.com)
ADVERTISEMENT
Semangat pemerintah kembali membuka sekolah sudah tak terbendung. Persiapan teknis untuk mengembalikan proses belajar tatap muka pun terus dilakukan. Bahkan simulasi proses belajar tatap muka dengan memenuhi protokol kesehatan juga mulai berlangsung.
ADVERTISEMENT
Tidak cukup itu saja, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Nadiem Makarim pun rajin mengkampanyekan kembali bersekolah. Berulang kali menteri berusia muda ini hadir secara virtual bersama guru dan pelaku pendidikan untuk mendorong kesiapan kembali bersekolah.
Pemerintah daerah pun tak mau ketinggalan. Berulang kali para kepala daerah melakukan peninjauan kesiapan proses belajar tatap muka. Prosedur dan tahapan belajar tatap muka pun telah dipersiapkan skenario yang bertahap. Bahkan turut menggandeng orang tua.
Seorang siswa SD dengan masker di wajahnya berjalan meninggalkan sekolah usai melakukan pendaftaran ulang pada hari pertama sekolah di Jayapura, Papua. Foto: Gusti Tanati/ANTARA FOTO

Hasil Survey dan Demotivasi Pelajar

Di tengah perjuangan pemerintah mengembalikan pembelajaran tatap muka dengan mematuhi protokol kesehatan, ternyata punya ganjalan nyata. Yaitu penolakan orang tua dan murid untuk kembali bersekolah. Dengan alasan ancaman wabah yang masih belum mereda.
Tidak itu saja ratusan guru pun memberikan respons serupa. Menolak pembelajaran tatap muka di tengah ancaman wabah. Bahkan mendorong pembelajaran daring tetap dilaksanakan hingga kondisi telah cukup meyakinkan normal.
ADVERTISEMENT
Gambaran penolakan itu terlihat dari survei Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) bersama Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI) yang dilansir Januari 2021. Di mana dalam survei itu terdapat 45,27 persen menolak tatap muka. Karena fasilitas perlindungan di sekolah yang minim, usia guru yang sudah sepuh dan sebagainya.
Dari survei itu mencatat penolakan orang tua akan belajar tatap muka. Mengingat masih terus bertambahnya angka terkonfirmasi positif COVID-19. Ditambah dukungan fasilitas perlindungan kesehatan di sekolah yang masih minim.
Data kuantitatif yang menggambarkan penolakan belajar tatap muka juga semakin menguat dengan data kualitatifnya. Di mana hasrat pelajar untuk kembali bersekolah tampak mulai kendur. Karena sudah merasakan kenyamanan bersekolah tanpa tatap muka. Dengan segala ’toleransi’ yang diterima semua pihak.
ADVERTISEMENT
Tidak hanya itu saja pembelajaran tatap muka virtual telah membuat pelajar mudah mengatur dirinya sendiri. Berbeda dengan belajar tatap muka yang semua diatur sekolah. Bahkan pelajar pun bisa ’kreatif’ berpakaian termasuk pula hal-hal lain yang tidak bisa didapatkan pada sekolah tatap muka.
Singkat cerita telah terjadi demotivasi belajar tatap muka. Pelajar sudah nyaman dan menerima proses belajar virtual. Dengan sejumlah hambatan yang bisa ditoleransi pula.

Tiga Pemanis Kembalikan Minat Bersekolah

Dengan deskripsi di atas perlu upaya yang lebih berani dari pemerintah. Agar mampu mengembalikan belajar tatap muka sebagai harapan. Bahkan pemerintah harus menggandeng pihak-pihak lain untuk terlibat.
Setidaknya tiga pemanis perlu disiapkan pemerintah. Pertama, melaksanakan model pembelajaran hybrid. Pembelajaran yang menggabungkan online dan offline sekaligus di ruangan kelas. Agar memberikan keunikan tersendiri. Sekaligus melatih pelajar kembali pada kebiasaan sebelumnya.
ADVERTISEMENT
Kedua, pastikan pembelajaran yang nyaman. Hal ini penting mengingat selama pandemi para pelajar mendapatkan hiburan berlimpah. Baik melalui jaringan internet di rumah, kebiasaan santai di rumah, dan sebagainya.
Ketiga, persiapkan doorprize bagi pelajar yang berada di sekolah. Doorprize yang bersifat temporal ini bisa memancing pelajar untuk kembali bersekolah. Mungkin ini tips yang sulit. Namun perlu dilakukan dan tidak perlu mahal, apalagi mewah. Siapkan doorprize bagi pelajar yang bersekolah sebagai kejutan saja.
Semoga upaya kecil ini bisa menggerakkan kembali sekolah sebagai rumah peradaban yang sehat. Sekaligus menggerakan dampak positif lain dari mulai dibukanya pembelajaran tatap muka.
**Riko Noviantoro sebagai peneliti kebijakan publik