Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.89.1
Konten dari Pengguna
Transmigrasi Papua sebagai Transformasi Sosial Berkeadaban
2 Desember 2024 13:20 WIB
·
waktu baca 4 menitTulisan dari Riko Noviantoro tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Lirik lagu berjudul Aku Papua ini ditulis musisi kawakan Franky Sahilatua. Kemudian booming setelah dilantukan vokalis asli Papua, Edo Konologit yang penuh ekspresif dan bernyawa lagu tersebut.
ADVERTISEMENT
Mungkin sebagai putra Papua, Edo Konologit merasakan sesungguhnya nafas lagu itu. Dengan suara khasnya dan arasemen musik yang lebih berkarakter Papua, menjadikan imajinasi publik tentang Papua menjadi lebih mudah terbangun.
“Hitam kulit, keriting rambut..” jadi stereotipe fisik orang Papua dalam benak publik. Kendati hal itu juga dapat dilihat pada masyarakat lain di wilayah Timur, selain Papua.
Berangkat dari identitas fisiologis itulah tidak dapat dielakan pula melekat pula identitas kulturalnya. Hal mana identitas kultural mengandung nilai keluhuran, norma sosial, tata laku hingga pada perwujudan visualnya. Misalkan berpakaian, makanan, arsitektur dan seterusnya.
Seluruh praktik kehidupan yang tumbuh di masyarakat Papua, sebagai kekayaan sosial-budaya. Suatu kearifan lokal. Menggambarkan tatanan yang terbukti handal mengawal peradaban masyarakat Papua hingga sekarang. Maka patutlah dihormati dan dijunjung tinggi keadaban itu.
ADVERTISEMENT
Jabaran pandangan di atas menjadi pintu masuk memahami program transmigrasi Papua. Lantas muncul pertanyaan bagaimana mengawal transmigrasi Papua yang sesuai dengan kearifan lokal? Apa saja yang diperlukan untuk mewujudkannya?.
Papua dalam Kepentingan Nasional
Memahami konteks Papua dalam kepentingan nasional tidaklah sulit untuk ditemukan. Penggalan syair lagu Aku Papua memberi isyarat kepentingan nasional. “Surga kecil, jatuh ke bumi” itulah penggalannya.
Sederhana kalimat lagu itu. Memberikan imajinasi yang mendalam Papua sebagai pulau di Timur Indonesia sungguh luar biasa hebatnya. Bukan sebatas kekayaan alam berlimpah, posisi geografisnya hingga kekayaan budayanya tak dapat dibandingkan. Papua memang permata dari timur.
Dari aspek kesejarahan memperlihatkan bagaimana pentingnya Papua dalam bingkai Negara Kesatuan Republik Indonesia. Peritiwa pertempuran laut Aru tahun 1962 menjadi bukti pengerahan segala daya kemampuan melindungi kedaulatan Papua dari perebutan Belanda.
ADVERTISEMENT
Perspektif geopolitik, menempatkan Papua strategis bagi percaturan ekonomi global. Kekayaan alam yang berlimpah menjadi aset bagi masa depan Indonesia. Letak geografis yang menghubungkan kawasan Indo-pasifik menjadikan penting dalam keamanan maritim. Serta iklim Papua yang bervariasi menambah keragaman hayati.
Tentu saja masih banyak yang menjadikan Papua sebagai magnet dunia. Munculnya berbagai gerakan NGO luar negeri yang mendukung pembangunan Papua, dapat memberi sinyal daya tarik dunia internasional terhadap Papua.
Peran kaum muda Papua juga bukan sederhana. Sosok seperti Frans Kaisiepo menjadi perhatian publik internasional tahun 1945. Frans Kaisiepo adalah pemuda pertama yang mengibarkan bendera merah putih dan menyanyikan Indonesia Raya di tengah penjajahan Belanda.
Seluruh penjabaran itu menjadi penanda Papua dalam kepentingan nasional. Sampai kini pun Papua mendapatkan perhatian pemerintah, diantarnya pelaksanaan program Transmigrasi Papua yang berlangsung sejak orde baru. Hal itu juga bagian dari kepentingan nasional.
ADVERTISEMENT
Transmigrasi Papua dan Kearifan Lokal
Pembangunan menjadi mantra paling dahsyat digaungkan pasca perang dunia kedua. Semua negara mengemas konsep pembangunan sebagai jalan keluar dari persoalan sosial dan ekonomi. Wujudkan tatanan masyarakat sejahtera.
Dalam perjalanananya mantra ajaib itu mengalami indikasi kegagalan. Pembangunan yang berorientasi ekonomi (growth oriented) menyebabkan masalah baru. Meningkatanya kemiskian, ketimpangan sosial hingga ekspansif kekayaan alam dan merusak iklim.
Lembaga internasional seperti PBB kemudian menyerukan penyempurnaan konteks pembangunan. Dengan menyematkan pendekatan integratif dan berorientasi lingkungan. Munculah mantra pembangunan berkelanjutan yang populer disebut Sustainable Development Goals (SDG’s).
PBB memberikan batasan pembangunan berkelanjutan sebagai usaha multidimensi dalam pemenuhan kesejahteraan manusia masa kini yang tidak mengabaikan kebutuhan masa depan. Dengan memberikan rambu-rambu pembangunan yang memperhatikan aspek sosial, aspek ekonomi, aspek lingkungan dan aspek hukum serta tata kelola.
ADVERTISEMENT
Berangkat dari argumentasi itu maka program transmigrasi Papua ditempatkan sebagai strategi pembangunan. Dengan tujuan pencapaian kesejahteraan masyarakat Papua pada saat ini yang juga berupaya memenuhi kebutuhan masa depan.
Singkatnya program transmigrasi juga perlu berpijak pada empat pilar SDG’s, yakni pilar sosial, pilar ekonomi, pilar lingkungan dan pilar penegakan hukum – tata kelola. Di mana pada pilar sosial dan pilar lingkungan itu memberi ruang apresiasi budaya dan kearifan lokal.
“Dalam konteks pembangunan berkelanjutan, dalam pendidikan ini juga termasuk pembekalan pengetahuan dan keahlian yang terkait dengan pembangunan berkelanjutan, termasuk perilaku ramah lingkungan, tanggung jawab terhadap alam serta apresiasi terhadap budaya dan kontribusi budaya dalam pembangunan berkelanjutan”. (Bappenas,2018)
Berpijak pada UU No.29 tahun 2009 tentang Ketransmigrasian dan PP No.19 tahun 2024 tentang Peraturan Pelaksana UU Ketransmigrasian menyebutkan pengembangan sosial budaya. Bahkan mempertajam lembaga kemasyarakatan yang hidup di lokasi transmigrasi.
ADVERTISEMENT
Selanjutnya perlulah menguatkan konsep ruang apresiasi sosial budaya dalam transmigrasi Papua. Tujuannya untuk mendekatkan transmigrasi Papua dengan konteks lokal, sekaligus mendapatkan partispasi penuh dari masyarakat lokal.
Formulasi transmigrasi Papua yang mengedepankan kearifan lokal itulah yang dimaksud tranformasi sosial berkeadaban. Sebagai proses perubahan sosial yang bertumbuh bersama kedaban lokal, yakni nilai dan normal masyarakat Papua. Sebagaimana lirik lagu hitam kulit, keriting rambut, akulah Papua. Semoga.