Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.89.0
Konten dari Pengguna
Uruguay Round: Perubahan dalam Perdagangan Global dan Kontroversi
1 September 2024 10:27 WIB
·
waktu baca 6 menitTulisan dari Rendy Artha Luvian tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Uruguay Round, yang berlangsung dari 1986 hingga 1994, merupakan putaran negosiasi perdagangan multilateral yang menghasilkan perubahan mendalam dalam pengaturan perdagangan global. Di bawah naungan General Agreement on Tariffs and Trade (GATT), putaran ini memperluas cakupan isu perdagangan, mengatasi berbagai permasalahan yang sebelumnya belum diatur secara memadai, dan memfasilitasi pembentukan World Trade Organization (WTO). Meskipun dianggap sebagai langkah maju yang signifikan, kesepakatan yang dihasilkan dalam Uruguay Round juga memicu kontroversi, terutama karena dampaknya terhadap negara-negara berkembang.
ADVERTISEMENT
Sebelum Uruguay Round, sistem perdagangan global lebih fokus pada produk manufaktur dengan liberalisasi tarif secara bertahap. Namun, ada ketidakpuasan terhadap GATT, terutama terkait dengan kegagalannya dalam mengatasi proteksionisme, kelemahan dalam mekanisme penyelesaian sengketa, dan liberalisasi perdagangan yang tidak merata. Kondisi ini menuntut reformasi yang lebih komprehensif dan akhirnya melahirkan Uruguay Round (O’Brien & Williams, 2016; Oatley, 2011).
Kesepakatan-Kesepakatan Utama dalam Uruguay Round dan Kontroversi yang Muncul
Uruguay Round, yang berlangsung dari 1986 hingga 1994, menghasilkan beberapa kesepakatan kunci yang membawa perubahan mendalam dalam perdagangan global. Namun, kesepakatan ini juga memicu kontroversi, terutama di kalangan negara-negara berkembang (O’Brien & Williams, 2016; Oatley, 2011).
1. General Agreement on Trade in Services (GATS)
ADVERTISEMENT
GATS memperluas cakupan perdagangan internasional dengan memasukkan sektor jasa yang sebelumnya tidak diatur oleh GATT. Negara-negara anggota diharuskan untuk berkomitmen dalam liberalisasi sektor jasa mereka, tetapi dengan fleksibilitas untuk melindungi kepentingan domestik mereka. Meskipun langkah ini dianggap sebagai kemajuan, negara-negara berkembang khawatir bahwa liberalisasi jasa dapat membuka pasar mereka untuk perusahaan asing yang dominan, merugikan penyedia jasa domestik, terutama di sektor-sektor seperti telekomunikasi dan pendidikan.
Contoh Kasus: Di negara-negara Afrika, liberalisasi sektor jasa sering kali mempengaruhi penyedia jasa lokal yang tidak dapat bersaing dengan perusahaan multinasional besar. Sebagai contoh, masuknya perusahaan-perusahaan telekomunikasi internasional ke pasar Afrika dapat menyebabkan penurunan harga layanan, tetapi juga mengancam kelangsungan perusahaan lokal yang tidak mampu bersaing dalam kompetisi harga dan teknologi (Jobodwana, 2009).
ADVERTISEMENT
2. Trade-Related Aspects of Intellectual Property Rights (TRIPS)
TRIPS memperkenalkan standar perlindungan hak kekayaan intelektual yang tinggi secara global, memberikan keuntungan besar bagi perusahaan multinasional dari negara maju. Negara-negara berkembang khawatir bahwa perlindungan paten yang ketat akan membatasi akses mereka terhadap teknologi dan obat-obatan yang sangat dibutuhkan.
Contoh Kasus: Krisis HIV/AIDS di Afrika menjadi salah satu contoh paling mencolok. Pada awal 2000-an, harga obat antiretroviral (ARV) yang dipatenkan oleh perusahaan farmasi besar sangat tinggi, sehingga banyak negara berkembang di Afrika tidak mampu membelinya. Negara seperti Brasil dan India berusaha memproduksi obat generik yang lebih murah, tetapi sering kali menghadapi tuntutan hukum dari perusahaan farmasi untuk pelanggaran paten. Ini mengarah pada perdebatan global mengenai hak atas kesehatan dan akses obat yang terjangkau (Galvão, 2002).
3. Agreement on Trade-Related Investment Measures (TRIMs)
ADVERTISEMENT
TRIMs membatasi penggunaan kebijakan investasi yang diskriminatif terhadap investor asing, bertujuan untuk menciptakan lingkungan investasi yang lebih terbuka dan nondiskriminatif. Namun, negara-negara berkembang menganggap bahwa kebijakan ini mempersempit ruang gerak mereka dalam mengatur investasi asing sesuai dengan prioritas pembangunan nasional mereka.
Contoh Kasus: Negara-negara seperti Indonesia sering menggunakan kebijakan seperti persyaratan kandungan lokal atau pembatasan ekspor untuk mendorong pengembangan industri domestik dan menciptakan lapangan kerja. Namun, dengan adanya TRIMs, kebijakan semacam ini dianggap diskriminatif dan tidak diperbolehkan, menghambat upaya negara-negara berkembang untuk membangun kapasitas industri lokal mereka (Wade, 2003).
4. Kesepakatan dalam Sektor Pertanian
Uruguay Round juga menghasilkan liberalisasi dalam perdagangan produk pertanian yang sebelumnya dikeluarkan dari agenda negosiasi. Meskipun demikian, banyak negara berkembang merasa bahwa subsidi pertanian di negara maju tetap tinggi, menyebabkan distorsi harga di pasar global dan membuat produk pertanian dari negara berkembang sulit bersaing.
ADVERTISEMENT
Contoh Kasus: Dalam sektor pertanian, subsidi yang diberikan oleh negara-negara maju seperti Amerika Serikat dan Uni Eropa sering kali mengakibatkan harga produk pertanian yang rendah di pasar global, sehingga negara-negara berkembang seperti Senegal atau Ethiopia menghadapi kesulitan dalam mengekspor produk pertanian mereka dengan harga yang kompetitif. Subsidi tersebut mempengaruhi kemampuan petani lokal di negara-negara berkembang untuk bersaing dan mengembangkan sektor pertanian mereka secara berkelanjutan (Oxfam International, 2005).
Penyelesaian Sengketa dalam WTO sebagai Warisan Uruguay Round
Salah satu warisan terpenting dari Uruguay Round adalah pembentukan mekanisme penyelesaian sengketa yang lebih kuat di bawah WTO. Mekanisme ini dirancang untuk memberikan kepercayaan kepada negara-negara anggota bahwa perselisihan perdagangan dapat diselesaikan secara adil dan efisien. Dalam mekanisme ini, setiap perselisihan dapat diajukan ke Dispute Settlement Body (DSB) WTO, yang kemudian membentuk panel ahli untuk menyelidiki kasus tersebut. Keputusan panel ini dapat diajukan banding ke badan banding WTO, yang memiliki otoritas untuk menguatkan, membalikkan, atau memodifikasi temuan panel (Oatley, 2011).
ADVERTISEMENT
Sebagai contoh, kasus subsidi kapas yang melibatkan Amerika Serikat dan Brasil menunjukkan bagaimana mekanisme ini bekerja. Brasil mengajukan keluhan ke WTO bahwa subsidi kapas AS merugikan petani kapas Brasil dan melanggar aturan WTO. Meskipun AS mencoba mempertahankan kebijakannya, panel WTO dan kemudian badan banding WTO menemukan bahwa subsidi tersebut melanggar aturan. Ketika AS gagal sepenuhnya mematuhi keputusan WTO, Brasil diizinkan untuk menerapkan tarif pembalasan (retaliatory tariffs) terhadap barang-barang AS (Oxfam International, 2005).
Dampak Jangka Panjang dan Tantangan
Sejak berakhirnya Uruguay Round dan terbentuknya WTO, perdagangan global telah mengalami transformasi yang signifikan. Liberalisasi perdagangan yang dihasilkan dari Uruguay Round telah mendorong pertumbuhan perdagangan global yang pesat, tetapi juga memperdalam ketidaksetaraan antara negara-negara maju dan berkembang. Ketegangan yang ditimbulkan oleh berbagai kesepakatan ini masih terasa hingga saat ini, dengan banyak negara berkembang terus menuntut reformasi di WTO untuk menciptakan sistem perdagangan yang lebih adil.
ADVERTISEMENT
Di sisi lain, Uruguay Round juga membuka pintu bagi globalisasi yang lebih mendalam, dengan integrasi ekonomi yang semakin kuat di seluruh dunia. Namun, ini juga membawa tantangan baru, termasuk meningkatnya ketergantungan pada pasar global dan tekanan yang lebih besar pada kedaulatan ekonomi nasional.
Kesimpulan
Uruguay Round adalah tonggak penting dalam sejarah perdagangan internasional. Reformasi yang diperkenalkan telah mengubah lanskap perdagangan global, tetapi juga menimbulkan kontroversi dan tantangan yang signifikan, terutama bagi negara-negara berkembang. Penyelesaian sengketa melalui WTO, yang merupakan hasil langsung dari Uruguay Round, menunjukkan bagaimana perdagangan global dapat diatur dengan lebih efektif. Namun, perdebatan tentang dampak dari Uruguay Round dan bagaimana membuat sistem perdagangan global yang lebih adil akan terus berlanjut di masa depan, terutama di tengah meningkatnya ketegangan perdagangan dan proteksionisme global.
ADVERTISEMENT
Daftar Pustaka
1. O’Brien, R., & Williams, M. (2016). Global Political Economy: Evolution and Dynamics (5th ed.). New York: Palgrave Macmillan.
2. Oatley, T. (2011). International Political Economy Interests and Institutions in the Global Economy 5th Edition. Pearson Education, Inc., New York.
3. Jobodwana, Z. (2009). Telecommunications Liberalisation in Africa: Proposed Regulatory Model for the SADC Region. Journal of Digital Forensics, Security and Law. https://doi.org/10.15394/jdfsl.2009.1067
4. Galvão, J. (2002). Access to antiretroviral drugs in Brazil. The Lancet Vol 360.
5. Wade, R. H. (2003). What strategies are viable for developing countries today? The World Trade Organization and the shrinking of “development space”. In Review of International Political Economy (Vol. 10, Issue 4, pp. 621–644). Routledge. https://doi.org/10.1080/09692290310001601902.
ADVERTISEMENT
6. Oxfam International. (2005). A Round for Free: How Rich Countries Are Getting a Free Ride on Agricultural Subsidies at the WTO. Oxfam Briefing Paper, 76.