Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.103.0
Konten dari Pengguna
Gotong Royong Mendorong Kemandirian Pondok Pesantren
27 Agustus 2023 21:40 WIB
·
waktu baca 7 menitTulisan dari Rabiul Misa tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan

ADVERTISEMENT
Ketika berkunjung ke daerah pedesaan, kita tak jarang menjumpai sekawanan anak muda yang menjadi santri di Pondok Pesantren. Kendati pamor salah satu institusi pendidikan tertua di tanah air ini perlahan meredup di kalangan penduduk urban. Faktanya, keberadaan Pondok Pesantren sebagai produk budaya lokal yang indigenous masih memiliki daya pikat di hati masyarakat Indonesia.
ADVERTISEMENT
Berdasarkan Laporan Direktorat Pendidikan Diniyah dan Pondok Pesantren Kementerian Agama mencatat bahwa terdapat 4,37 juta santri yang tersebar di seluruh Indonesia pada tahun ajaran 2020/2021. Adapun para santri itu menghuni 30.494 Pondok Pesantren yang mayoritas didirikan di Pulau Jawa.
Eksistensi Pesantren Seiring Zaman
Meneropong napak tilas sejarah, sejatinya eksistensi Pesantren di Indonesia memiliki kontribusi penting bagi kehidupan masyarakat dalam upaya mempersempit kesenjangan terhadap akses pendidikan keagamaan.
Hasil ini berdasarkan studi masyarakat Jawa di zaman pra-kolonial hingga kolonialisme, dimana sejak awal corak khas pendidikan keagamaan telah dimanifestasikan dalam bentuk Pondok Pesantren.
Dalam konteks ini dapat dipahami bahwa Pondok Pesantren hadir sebagai gairah perjuangan ulama/kiai tanah air guna menggebrak keterbelakangan pengetahuan dan meningkatkan keimanan umat di masanya.
ADVERTISEMENT
Tak ayal, Pesantren sebagai subkultur, memiliki kekhasan yang telah mengakar serta hidup berdampingan di tengah masyarakat dalam menjalankan fungsi pendidikan, fungsi dakwah dan fungsi pemberdayaan masyarakat.
Ketiga fungsi tersebut saling berkelindan dan menjadi basis kehidupan sehari-hari santri. Hal ini tentu menjadi modal tersendiri bagi Pesantren di Indonesia sehingga robust dan resilient di tengah tuntutan zaman.
Kondisi ini justru berbanding terbalik dengan keberlangsungan lembaga serupa di belahan dunia Islam lainnya, yakni Zawiya di daerah Timur Tengah maupun Madrasah di Asia Selatan yang tidak mampu bertahan di tengah modernisme pendidikan.
Kontribusi aktif Pesantren dalam menggalang pendidikan, dakwah dan pemberdayaan masyarakat, sudah sepatutnya diapresiasi serta dikembangkan kemandiriannya dan keberadaannya oleh Pemerintah Indonesia.
Terlebih, karakteristik pendidikan yang diusung Pesantren selaras dengan isi yang terkandung dalam Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.
ADVERTISEMENT
Undang-undang ini menjelaskan bahwa “Pendidikan Nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa bertujuan untuk berkembangnya potensi agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlaq mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga negara demokratis serta bertanggung jawab”.
Strategi Pemerintah Memajukan Pesantren
Berangkat dari hal tersebut, tonggak awal pengembangan kemandirian Pesantren dicetuskan melalui Undang-undang No. 18 tahun 2019 sebagai milestone Pemerintah untuk berperan aktif memajukan Pesantren, khususnya dalam hal memandirikan Pesantren.
Dalam beleid tersebut termaktub bahwa kemandirian bukan hanya kemampuan dalam mengurusi persoalan internal. Akan tetapi, kemandirian juga dimaknai sebagai kesanggupan membentuk kondisi Pesantren sebagai institusi yang independen dan tidak menggantungkan diri pada bantuan dan pamrih kepada pihak lain.
ADVERTISEMENT
Tidak hanya berhenti sampai disitu, Pemerintah dalam hal ini Kementrian Agama turut mengambil inisiatif untuk mengakselerasi derap langkah bersama Kementrian/Lembaga beserta Mitra Strategis terkait guna berkolaborasi mendorong Pesantren yang berdikari baik sebagai institusi pendidikan formal maupun motor penggerak perekonomian. Hal ini telah diwujudkan melalui peluncuran “Peta Jalan Pengembangan Kemandirian Pesantren” di penghujung tahun 2021.
Formulasi peta jalan ini bukan tanpa alasan, mengingat beragam potensi mulai dari sumber daya manusia (SDM) hingga Sumber Daya Alam (SDA) hadir dalam ekosistem Pondok Pesantren. Dalam hal Pesantren yang memiliki populasi santri dengan jumlah tidak sedikit memiliki potensi menjadi SDM yang unggul. Sementara, Pesantren yang tersebar secara sporadis di seluruh tanah air terutama di wilayah pedesaan tentu hidup berdampingan dengan potensi kekayaan SDA yang melimpah.
ADVERTISEMENT
Bahkan saat ini, Pondok Pesantren memiliki peran yang strategis, tercatat hampir 40% dari total Pesantren memiliki potensi secara ekonomi baik di bidang pertanian, peternakan, perikanan, serta usaha mikro kecil.
Besarnya potensi ekonomi dalam ekosistem Pondok Pesantren tersebut dinilai mampu mendukung salah satu upaya Pemerintah dalam mendorong inklusi keuangan melalui pengembangan ekonomi berbasis Pesantren yang dapat meningkatkan aktivitas keuangan dengan memanfaatkan layanan keuangan formal.
Inklusi keuangan sendiri diyakini mampu mempercepat pertumbuhan ekonomi, menurunkan kemiskinan, dan mengurangi kesenjangan antar individu dan antar daerah.
Kebijakan Eksyar Bank Indonesia
Setali tiga uang, Bank Indonesia (BI) selaku otoritas moneter di tanah air turut memandang program Pengembangan kemandirian ekonomi Pesantren menjadi bagian dari strategi pengembangan ekonomi syariah (Eksyar) di Indonesia dalam mewujudkan pertumbuhan yang inklusif.
ADVERTISEMENT
Bank Indonesia sendiri telah menyertakan peran Pesantren dalam salah satu pilar “Cetak Biru Pengembangan Ekonomi dan Keuangan Syariah”, yakni penguatan ekonomi syariah melalui program peningkatan kelembagaan yang salah satunya melalui kemandirian ekonomi Pesantren.
Program pengembangan kemandirian Pesantren diharapkan dapat mendorong Pesantren sebagai leading sector dalam ekosistem rantai nilai halal. Selain itu, sinergi dan linkage dengan UMKM dan korporasi juga perlu terus dilakukan untuk semakin memperkuat peran Pesantren dalam pengembangan ekosistem rantai nilai halal.
Terlebih, Indonesia saat ini memiliki nawacita sebagai Global Halal Hub. Global Halal Hub sendiri merupakan ekosistem UMKM berorientasi halal yang memiliki pangsa tertinggi di pasar lokal serta pasar internasional. Integrasi ekosistem ini ini disinyalir mampu menjadikan Indonesia sebagai kiblat produk halal di mancanegara.
ADVERTISEMENT
Bak gayung bersambut, Laporan State of The Global Islamic Economy Report menyebutkan bahwa sekitar lebih dari 1,8 miliar penduduk muslim yang menjadi konsumen industri halal. Peluang konsumen dalam industri halal meningkat sebesar 5,2 persen setiap tahunnya dengan total pengeluaran konsumen yang mencapai USD2,2 triliun.
Jumlah ini diperkirakan akan terus meningkat tiap tahunnya. Proyeksi dari Compound Annual Growth Rate (CAGR) industri halal akan meningkat hingga mencapai 6,2 persen hingga 2024. Total dana yang dihabiskan oleh konsumen industri halal juga akan meningkat hingga mencapai USD3,2 triliun pada 2024.
Dengan demikian, menerawang industri halal yang memiliki prospek yang sangat cerah ke depannya, Indonesia patut digadang-gadang menjadi salah satu negara yang memiliki potensi besar untuk mengembangkan industri halal.
ADVERTISEMENT
Tantangan Pemberdayaan Ekonomi Pesantren
Namun demikian, keterlibatan aktif berbagai pemangku kepentingan dalam mendorong pengembangan kemandirian ekonomi Pesantren bukan tanpa hambatan. Pandemi Covid-19 yang sempat merebak di Indonesia pada medio 2020 memicu disrupsi digital terjadi lebih cepat hingga di era kenormalan baru saat ini.
Hal ini berimplikasi terhadap persegeran aktivitas ekonomi masyarakat dan industri dimana sebagian besar kini mulai beralih pada platform digital. Tentunya, ketika Pesantren turut andil sebagai entitas bisnis dalam siklus perekonomian nasional, maka hal ini menjadi tantangan tersendiri dalam merumuskan strategi guna meningkatkan skala usahanya.
Berdasarkan Laporan Mckinsey Indonesia Office tahun 2016 yang bertajuk “Unlocking Indonesia’s Digital opportunity” memaparkan setidaknya terdapat tiga dimensi penciptaan nilai bagi UMKM dalam era digital saat ini, yaitu (1) produk dan layanan, digitalisasi menciptakan inovasi produk dan layanan baru dalam memenuhi kebutuhan konsumen; (2) model bisnis, digitalisasi memungkinkan transformasi pengalaman konsumen, pengiriman, dan meningkatkan
ADVERTISEMENT
nilai produk bagi konsumen; (3) bisnis proses, digitalisasi di sepanjang rantai nilai dapat meningkatkan efisiensi proses dan mengurangi pemborosan.
Demi menjawab tantangan tersebut, beberapa program perlu digalakkan unit usaha syariah milik Pesantren dimana tergolong kedalam industri UMKM. Upaya ini dapat ditempuh melalui pemanfaatan e-commerce dan fitur e-payment guna mendukung digitalisasi bisnis.
Dalam hal perluasan pemasaran UMKM melalui pemanfaatan platform e-commerce seiring maraknya transaksi jual-beli secara online. Pemasaran secara digital dapat dilakukan melalui peningkatan digital skill, digital marketing, dan digital operation.
Sementara dalam hal digitalisasi pembayaran, Pesantren dapat memanfaatkan kanal pembayaran berbasis QR Code yakni Quick Respon Indonesian Standard (QRIS) agar dapat memfasilitasi kebutuhan transaksi non tunai yang semakin masif penggunaanya. QRIS ini sendiri tentu dapat memberikan kemudahan, kecepatan, keandalan, dan keamanan dalam transaksi pembayaran.
ADVERTISEMENT
Tentunya, Kebijakan pengembangan Ekonomi dan Keuangan Syariah (EKSyar) BI sebagai bagian dari bauran kebijakan BI, turut hadir sebagai bentuk respons kebijakan dalam rangka pemulihan ekonomi nasional saat ini.
Dalam upaya mengembangkan EKSyar, BI bersama pemangku kepentingan lainnya akan senantiasa bersinergi dalam membangun rantai nilai halal (halal value chain) melalui pengembangan industri halal di sisi input, produksi, proses produksi dan pemasaran.
Beberapa inisiatif, kolaborasi, dan sinergi perlu terus digelorakan termasuk dengan Pesantren yang memiliki potensi yang sangat besar sebagai pelaku industri halal ke depan.