Barisan Buku yang Terlupakan di Perpustakaan

Rachelia Methasary
Seorang pustakawan di Perpustakaan Nasional RI (Perpusnas RI). Memiliki hobby travelling dan menulis tentang perjalanannya. Saat ini masih fokus jelajah Indonesia, mungkin kalau ada kesempatan akan explore kancah internasional.
Konten dari Pengguna
9 Juni 2021 21:56 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Rachelia Methasary tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi: Tumpukan buku usang di perpustakaan. Foto: pixabay.com
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi: Tumpukan buku usang di perpustakaan. Foto: pixabay.com
ADVERTISEMENT
Pagi itu saya memulai rutinitas di kantor dengan merapihkan beberapa buku yang bertemakan Budaya Indonesia. Jumlahnya bisa terlihat dengan kasat mata, tak lebih dari 10 buah. Sebelum menjajarkannya di rak besi, saya membaca beberapa lembar setiap eksemplar.
ADVERTISEMENT
Saya larut dengan narasi mengenai Kebudayaan Indis, setelah itu berpindah mengikuti jejak kehidupan Suku Baduy, lalu membolak balik halaman buku kumpulan Batik Indonesia. Begitu menarik dan dan sangat mendidik, batinku seraya menyusunnya dengan apik. Namun mengapa sedikit yang tertarik?
Setiap bulan, saya menerima lebih dari 100 eksemplar buku untuk melengkapi koleksi di layanan kami khusus tentang Khasanah Budaya Indonesia. Perasaan bahagia berdesir di dada dengan adanya tambahan referensi baru untuk pemustaka. Sayangnya, setiap bulan terhitung hanya 200 judul yang terdata selesai dibaca. Padahal rata-rata ada 2.600 pengunjung yang datang setiap bulan, itu artinya sekitar 10% yang terpikat dengan deretan buku yang sudah kami tata.
Selama pandemi Covid-19, Perpusnas RI tetap setia melayani sepenuh hati. Saya dan rekan pustakawan berusaha untuk menjamin kebutuhan masyarakat akan informasi. Terutama dari buku. Meskipun demikian, masih banyak barisan buku yang terlupakan. Nyatanya pengunjung hanya memanfaatkan wi-fi gratisan. Lainnya memenuhi smartphone dengan foto berlatar perpustakaan.
ADVERTISEMENT
Sebagai seorang Pustakawan, saya merasa prihatin kini sedikit orang yang membaca buku di perpustakaan. Rendahnya minat baca dan literasi di negara ini kian terlihat dari terabaikannya banyak buku di perpustakaan. Menurut data PISA (Program For Internasional Student Asessment) 2019, Indonesia menempati urutan ke 72 dari 77 negara dalam tingkat minat baca. Kenyataan yang miris. Ternyata buku tidak lagi menjadi primadona khususnya di kalangan anak muda.
Membaca adalah sebuah aktivitas yang dapat dilakukan semua orang, mulai dari anak-anak hingga lansia. Bersama buku kita bisa berkelana kemana saja. Bahkan dahulu seorang proklamator bangsa, Mohammad Hatta, rela dipenjara asalkan bersama buku, karena dengan buku ia bisa bebas.
Namun, dewasa ini, masyarakat Indonesia belum sepenuhnya cinta terhadap membaca. Hal ini juga mempengaruhi budaya literasi yang terbilang tak tinggi. The World’s Most Literate Nations menyebutkan bahwa Indonesia berada di peringkat 60 dari 61 dalam kecakapan literasi. Sungguh ironis.
ADVERTISEMENT
Dalam era digital ini, hampir semua warga memiliki gadget. Dunia mereka teralihkan oleh kecanggihan teknologi yang serba instant. Animo media sosial serta drama Korea menyurutkan keinginan seseorang untuk berkutat dengan buku yang dianggap terlalu banyak kata. Bahkan ketika berkunjung ke perpustakaan, banyak dari anak muda hanya menjadikan buku sebagai properti konten Instagram agar terlihat estetik dan instagenik.
Kini, kecanggihan teknologi memudahkan kita untuk meraup banyak informasi. Hanya sekali klik sebuah search engine dan masukkan keyword, dalam sekejap sederet referensi sudah dapat dinikmati. Lalu tumpukan buku yang terlalu banyak jumlah nya menjadi terlupakan.
Selain hal di atas, rasa jenuh juga menyurutkan kegemaran membaca. Banyak individu merasa bosan jika berlama-lama berhadapan dengan tulisan bahkan sampai dilanda kantuk. Tidak heran jika banyak dari mereka terlihat tidur di sudut perpustakaan dengan buku di tangan.
ADVERTISEMENT
Untuk menumbuhkan kesukaan membaca, banyak solusi yang bisa diterapkan, salah satunya adalah dengan mencari tahu apa hobi seseorang. Berikan semua referensi keren tentang kegemarannya yang akan menggugah seleranya untuk membaca. Tak harus ke toko buku untuk memiliki bahan bacaan, pergilah ke perpustakaan, pilihlah beberapa judul buku yang teronggok di lemari besi yang sudah agak karatan itu.
Melihat kenyataan ini, perpustakaan pun tak tinggal diam. Segala cara positif dilakukan demi menumbuhkan kecintaan masyarakat Indonesia akan membaca. Mulai dari promosi layanan baca buku melalui sosial media serta channel Youtube, berbagai Seminar daring tentang perpustakaan, sampai pembuatan tour perpustakaan virtual.
Untuk mendongkrak minat baca, hampir semua perpustakaan di Indonesia menyediakan layanan baca digital melalui smartphone atau laptop. Seperti iPusnas, sebuah platform buku digital yang menjadi produk andalan Perpusnas RI.
ADVERTISEMENT
Apakah dengan aplikasi membaca e-book telah membantu meningkatkan minat baca negara kita? Nyatanya belum. Kebanyakan dari mereka hanya mengikuti tren dan tak sedikit yang belum paham fungsi serta kegunaan platform tersebut. Tak heran bacaan secara digital pun masih kurang diperhatikan.
Semua faktor di atas sangat berpengaruh besar bagi seseorang untuk senang membaca. Membangun motivasi untuk memilih buku sebagai sahabat terbaik pun harus dimulai sejak dini. Jangan sampai terhambat dengan hebatnya teknologi masa kini, yang membuat gadget lebih memikat daripada lembaran-lembaran putih.
“Buku adalah jendela dunia”, sebuah pepatah lama yang sangat bermakna. Dengan membaca, banyak pengetahuan dan informasi yang didapat demi meningkatkan kualitas hidup kita. Selain buku, media apa saja bisa menjadi referensi, seperti koran, majalah, serta berbagai berita di media untuk memberikan ilmu serta pemahaman baru.
ADVERTISEMENT
Terlepas dari masih minimnya kesukaan membaca di Nusantara ini, kita berharap bahwa generasi yang akan datang bisa menemukan kenikmatan tersendiri dalam membaca buku. Selain sebagai tolok ukur kecerdasan suatu bangsa, kemampuan membaca yang tinggi pun adalah salah satu ciri sebuah negara yang maju dan berkembang.
Jadikan membaca menjadi sebuah kebiasaan dan jangan sampai kita juga melupakan barisan buku yang ada di perpustakaan. Seperti kutipan inspiratif penulis novel terkenal Haryy Potter, J.K Rowling, “Ketika kamu ragu akan sesuatu, carilah di perpustakaan”.