Pantai dan Laut Menjadi Destinasi Plastik Sekali Pakai

Rachma Azahra Ramadhani
Mahasiswa aktif jurusan jurnalistik, Universitas Multimedia Nusantara
Konten dari Pengguna
2 Desember 2021 10:29 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Rachma Azahra Ramadhani tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Gundukan sampah sepanjang Pantai Kuta. Foto: Cisilia Agustina Siahaan/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Gundukan sampah sepanjang Pantai Kuta. Foto: Cisilia Agustina Siahaan/kumparan
ADVERTISEMENT
Pantai menjadi salah satu destinasi pilihan masyarakat ketika ingin liburan dan menyejukkan pikiran dari rasa penat atas rutinitas sehari-hari. Melihat warna langit berubah menjadi jingga yang kemudian mengantar mentari kian berganti posisi dengan bulan merupakan waktu yang sangat didamba-dambakan. Lalu, tak lupa dengan merasakan sensasi silir-semilir angin yang menerbangkan beberapa helai rambut sembari mendengarkan suara deru ombak yang kian menepi.
ADVERTISEMENT
Namun, berbeda halnya dengan aktivis lingkungan lulusan Universitas Harvard, Tiza Mafira, seorang ibu yang memiliki dua anak ini sangat menyayangkan kondisi pantai di Indonesia saat ini. Ia tak lagi dapat menginjakkan kaki ke pasir putih yang membentang luas di sekitar pantai. Ia juga tak dapat menyaksikan deru ombak biru yang mengantarkan hewan-hewan kecil ke pasir putih. Semua ini hanya menjadi kenangan baginya sebab kini tempat dambaan semua orang silih berganti dengan tambunan sampah plastik yang berakhir di pantai tak lagi dapat terurai. Sehubungan dengan itu, tiap satu menit yang kita lalui sehari-hari, terdapat satu truk sampah plastik yang membuang angkutannya ke laut Indonesia.
Salah satu pantai yang kini menjadi destinasi untuk penimbunan sampah terutama plastik, yaitu Pantai Kuta, Bali. Walaupun demikian, Bali sendiri sudah memiliki kebijakan untuk menolak sampah plastik sekali pakai, sesuai dengan Peraturan Gubernur Bali Nomor 97 Tahun 2018 tentang Pembatasan Timbulan Sampah Plastik Sekali Pakai. Namun, masyarakat tetap harus bekerja sama dalam bijak mengelola sampahnya agar tidak terjadi seperti potret situasi kondisi Pantai Kuta pada akhir 2020 lalu.
ADVERTISEMENT
Kebijakan yang berlaku di Bali terinspirasi dari gerakan yang dimulai oleh Tiza Mafira pada 2013 lalu. Ia mendirikan sebuah organisasi yang bernama Gerakan Indonesia Diet Kantong Plastik dan membuat petisi pay for plastic bag yang ditandatangani oleh 70.000 orang serta melibatkan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Republik Indonesia untuk mencapai tujuan bersama dalam mengurangi penggunaan plastik sekali pakai.
“Ternyata, di dunia ini semua plastik yang pernah diproduksi itu 32% mengotori lingkungan, 40% menumpuk begitu saja di TPA dan tidak diapa-apakan, kemudian 14% dibakar, 14% didaur ulang. Itu pun hanya 2% yang dapat didaur ulang secara efektif, yang artinya didaur ulang menjadi bentuk semulanya,” ujar Tiza Mafira dalam akun YouTube Bukalapak. Ungkapan tersebut tidak hanya berdasarkan perspektif Tiza sebagai warga negara Indonesia, tetapi data yang tercantum dalam World Economic Forum pada 2016.
ADVERTISEMENT
Tiza Mafira juga memaparkan dalam acara BukaTalks yang diadakan oleh Bukalapak tersebut bahwa kantong plastik sekali pakai yang sering kita gunakan ketika berbelanja terdapat tulisan 100% degradable. Artinya, masing-masing kantong plastik akan hancur seiring berjalannya waktu, tetapi hancur menjadi kepingan plastik yang bentuknya sangat kecil atau biasa disebut dengan mikroplastik. Mikroplastik akan beredar di seluruh tempat, baik laut maupun sungai, yang kemudian dapat ditelan oleh ikan atau biota laut lainnya dan berakhir di piring kita untuk dikonsumsi.
“Kantong plastik ini susah untuk didaur ulang, semakin ia tipis akan semakin susah. Teman-teman akan sering melihat tulisan 100% degradable, plastik ini dapat hancur dengan sendirinya. Ini artinya, kantong plastik bisa hancur, bukan terurai. Kembali ke alam, tetapi hancur menjadi kepingan plastik yang kecil-kecil atau bisa disebut juga dengan mikroplastik. Jadi, dia tidak hilang dari lingkungan kita, tetapi menjadi lebih berbahaya karena tidak terlihat, bisa masuk kesaluran air, bisa dimakan oleh ikan dan biota lautnya, dan bahkan bisa masuk ke tubuh kita,” pungkasnya saat menghadiri acara BukaTalks.
ADVERTISEMENT
Perjuangan Tiza Mafira tidak selesai hanya sampai beberapa daerah membuat kebijakan baru, tetapi ia ingin gerakan tolak plastik sekali pakai ini diberlakukan secara nasional. Ia tidak lelah dan terus-menerus menyuarakan aksinya hingga di puncak Juni 2019. Ia dan sejumlah kawan aktivis lingkungan lainnya membuat sebuah pawai bebas sampah plastik yang dihadiri pula oleh seorang mantan Menteri Kelautan dan Perikanan, Susi Pudjiastuti. Gerakan ini diabadikan dalam sebuah dokumenter yang berjudul “Pulau Plastik” dan tentunya dibintangi oleh Tiza Mafira sebagai perwakilan aktivis lingkungan.
Sumber: Instagram @tizamafira
Selain menampilkan pawai bebas sampah plastik, dokumenter “Pulau Plastik” tersebut menampilkan Tiza Mafira yang sedang ‘merampok’ kantong plastik masyarakat yang sedang berjalan santai. Ia mengambil dan menukar kantong plastik masyarakat dengan tas berbahan kain yang dapat digunakan berulang kali. Ia juga secara langsung mengedukasi masyarakat untuk mulai peduli terhadap aksi lingkungan walaupun hanya dalam mengurangi penggunaan kantong plastik. Tindakan ‘merampok’ kantong plastik yang dilakukan olehnya sangat menginspirasi banyak orang yang kemudian dapat mengubah pola hidupnya menjadi akrab dengan lingkungan.
ADVERTISEMENT
Saat ini, Tiza Mafira berprofesi sebagai dosen di Universitas Indonesia yang masih aktif dalam melantangkan aksi tolak plastik. Pada Agustus 2021, Tiza sempat membuat surat terbuka bagi e-commerce dan ojek online untuk membantu mengurangi penggunaan plastik dalam setiap pengemasan barang pesanan. Ia rutin membagikan keresahannya melalui Instagram @tizamafira dan sering kali mengedukasi pengikutnya untuk berpartisipasi dalam mengubah pola hidup yang lebih ramah lingkungan. Selain itu, ia juga membantu beberapa bisnis rintisan yang berprinsip eco-friendly dan dibagikan ke media sosialnya. Aksi kecil yang dilakukan olehnya dapat membantu para usaha mikro kecil dan menengah serta tetap menjaga lingkungan dari bahaya plastik sehingga Tiza Mafira pun layak untuk mendapatkan penghargaan dari United Nations Environment berupa UN Ocean Hero pada 2018 yang lalu.
ADVERTISEMENT
Sumber:
https://www.youtube.com/watch?v=fKk9uuN_G3M
https://bioskoponline.com/film/w7dWBqPwDQR20Jl/watch
https://www.kompas.id/baca/tokoh/2021/05/09/tiza-mafira-mencintai-lingkungan-dengan-logika/