Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.94.0
Bedah Dakwaan e-KTP: Mufakat Jahat di Rumah Rakyat
13 Maret 2017 12:37 WIB
Diperbarui 14 Maret 2019 21:18 WIB
ADVERTISEMENT
Kasus dugaan korupsi e-KTP dimulai sejak proses perencanaan. Tak tanggung-tanggung, sebuah mufakat jahat pun direncanakan di rumah rakyat.
ADVERTISEMENT
Berdasarkan dakwaan jaksa penuntut umum (JPU) KPK untuk terdakwa mantan Dirjen Dukcapil Kemendagri Irman dan mantan Direktur PIAK Kemendagri Sugiharto yang dibacakan di persidangan pekan lalu, terungkap sejumlah peristiwa yang berkaitan dengan dugaan korupsi e-KTP berjemaah yang melibatkan kalangan Kementerian Dalam Negeri, politisi DPR, sampai pengusaha swasta.
Sebagian besar pembahasan soal rencana kejahatan ini dibahas di Gedung DPR. Berikut rangkaian peristiwanya:
November 2009
Mendagri saat itu Gamawan Fauzi mengirimkan surat kepada menteri keuangan dan kepala Bappenas mengenai usulan pembiayaan pemberian nomor induk kependudukan (NIK) dan penerapan KTP berbasis NIK (e-KTP) secara nasional. Dalam surat itu, Gamawan meminta kepada dua pejabat tersebut agar mengubah anggaran e-KTP dari biaya pinjaman hibah luar negeri menjadi bersumber dari anggaran rupiah murni.
ADVERTISEMENT
Perubahan ini kemudian dibahas dalam rapat kerja bersama antara Kemendagri dan Komisi II DPR.
Februari 2010
Burhanudin Napitupulu selaku ketua Komisi II DPR meminta uang pada Irman yang menjabat sebagai Dirjen Dukpcapil Kemendagri. Tujuannya, agar pembahasan soal perubahan sumber anggaran proyek e-KTP dapat disetujui. Namun Irman tak menyanggupi.
Satu pekan kemudian, Irman kembali menemui Burhanudin di ruang kerja di Gedung DPR. Dalam pertemuan itu, dicapai kesepakatan ada uang yang akan diserahkan pada anggota komisi II DPR. Pemberinya adalah Andi Narogong, si pengusaha yang sudah lama jadi rekanan Kemendagri. Hal ini diketahui juga oleh Sekjen Kemendagri saat itu, Diah Anggraini.
Beberapa hari kemudian, Irman dan Sugiharto ditemui oleh Andi Narogong. Saat itu, Andi menyatakan komitmen siap memberi uang untuk para anggota Komisi II. Selanjutnya, Andi koordinasi dengan Sugiharto dengan para anggota Dewan.
ADVERTISEMENT
Setelah itu, Andi Narogong bertemu dengan Setya Novanto selaku ketua Fraksi Partai Golkar untuk mencari dukungan Golkar. Setya pun menyatakan dukungannya dalam pertemuan di Gran Melia. Lalu digelar lagi pertemuan beberapa hari kemudian di ruang kerja Setya Novanto di lantai 12 DPR. Saat itu, Setya berjanji akan berkoordinasi dengan fraksi lainnya.
Mei 2010
Di ruang kerja Komisi II DPR RI lantai 1 sebelum rapat, Irman melakukan pertemuan dengan Mendagri Gamawan Fauzi, Diah Anggraeni dan Chairuman Harahap, Ganjar Pranowo, Taufik Effendi, Teguh Juwarno, Ignatius Mulyono, Mustoko Weni, Arif Wibowo, M Nazaruddin dan Andi Narogong.
Dalam rapat ini dibahas mengenai proyek e-KTP dan pembicaraan pendahuluan mengenai RAPBN tahun 2011. Disepakati dalam pertemuan itu, proyek e-KTP adalah program prioritas utama yang akan dibiayai menggunakan APBN murni secara multiyears.
ADVERTISEMENT
Yang penting dalam pertemuan itu adalah: Mustoko Weni menyampaikan bahwa proyek e-KTP akan dikerjakan oleh Andi Narogong karena dianggap sudah terbiasa mengerjakan proyek di Kemendagri. Mustoko Weni juga memberikan garansi bahwa Andi Narogong berkomitmen memberikan fee kepada pejabat di DPR dan Kemendagri.
Sampai di situ, pemufakatan jahat dalam dugaan korupsi e-KTP sudah jelas terlihat. Ada beberapa hal yang diduga dilanggar, mulai dari proses penunjukkan rekanan yang tak melalui proses lelang, sampai pemberian fee kepada anggota Dewan dan pejabat Kemendagri.
Setelah pertemuan itu, uang pun mengalir. Total dari nilai proyek sebesar Rp 5,9 triliun, nyaris setengahnya dikorupsi. Angka itu, setelah dipotong pajak 11,5 persen, menjadi Rp 5,2 triliun.
ADVERTISEMENT
Rinciannya, anggaran dipergunakan 51 persen di antaranya atau setara Rp 2,6 triliun untuk belanja modal. Sisa 49 persen atau setara Rp 2,5 triliun dibagi-bagikan. Sebagian besar para anggota DPR dan pejabat yang disebut menerima uang sudah membantah. Namun KPK menerima pengembalian uang hasil korupsi e-KTP sejauh ini sampai Rp 30 miliar dan ada nominal aset yang disita sebesar Rp 220 miliar.
Penerima dana e-KTP bisa dilihat dalam video berikut:
Live Update