Lewat Medsos, Anak-anak di Tulungagung Membentuk Sindikat Pencuri

20 Juni 2017 16:46 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi anak di penjara (Foto: Pexels)
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi anak di penjara (Foto: Pexels)
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Aparat Kepolisian Resor Tulungagung, Jawa Timur berhasil mengungkap jaringan pencuri yang hampir semuanya anak putus sekolah dengan usia rata-rata di bawah 17 tahun.
ADVERTISEMENT
Kapolsek Tulungagung AKP Puji Widodo, Senin (19/6) mengungkapkan, terbongkarnya jaringan pencurian oleh kelompok anak di bawah umur itu bermula dari kasus pecurian sepeda motor yang terjadi di wilayah Boyolangu.
"Kami mendapat laporan kasus pencurian sepeda motor dari warga dan setelah dilakukan penelusuran, penyelidikan hingga tertangkap penadah motor curian, dari situ terungkap pelakunya masih anak bawah umur dan ternyata memiliki jaringan cukup banyak dengan usia rata-rata sebaya," kata Puji Widodo kepada wartawan seperti dilansir Antara.
Ia mengatakan, penadah yang tertangkap pertama masih kelas VII SMP. Dari bocah ini, polisi mendapat informasi bahwa motor hasil curian dia beli dari anak lulusan SD yang tak melanjutkan sekolah berinsial Yy (15).
ADVERTISEMENT
Bocah Yy yang kemudian ditangkap polisi mengaku melakukan tindak kejahatan pencurian bersama dua rekannya yang sama-sama masih di bawah umur.
"Yy ini sempat dijadikan tersangka, namun kasusnya kemudian diselesaikan melalui Alternatif Dispute Resolution (ADR) atau aternatif penyelesaikan sengketa," kata Kapolsek Puji.
Dari Yy dan kawan-kawannya inilah polisi mendapati fakta mengejutkan adanya jaringan pencurian beranggotakan 27 anak.
Tak hanya diduga memiliki sifat klepto akut atau keinginan mencuri, jaringan anak yang sebagian besar remaja putus sekolah tersebut juga kerap terlibat pesta minuman keras dan sebagian melakukan aksi seks bebas di bawah umur.
"Total ada sekitar 10 kasus pencurian yang dilaporkan ke Polsek Boyolangu, " ujarnya.
ADVERTISEMENT
Dari 27 anak ini, Puji mengatakan mereka tersebar di sekitar 15 desa berbeda. Mereka membentuk kelompok-kelompok kecil saat beraksi dan kebanyakan yang dicuri adalah helm, burung dan kucing hias.
Setelah berhasil menjual hasil curian, mereka berkumpul bersama-sama di warung kopi.
Sebelumnya, kelompok ini juga mempunyai basecamp untuk berkumpul seluruh anggota. Mulai dari di Desa Pucung Kidul dan di Desa Serut Kecamatan Boyolangu. Namun tempat berkumpul ini dibubarkan warga setempat, karena dianggap mengganggu.
"Kalau kumpul bersama, jumlahnya puluhan bahkan ada yang perempuan juga sehingga membuat warga resah," kata Puji Widodo.
Puji berharap ada peran masyarakat yang lebih luas, agar ikut mengawal anak-anak ini. Sebab jika dibiarkan, lima tahun ke depan mereka akan menjadi pelaku kriminal yang lebih terlatih.
ADVERTISEMENT
"Kalau hanya kami pendekatannya tidak akan komprehensif. Kami berharap masyarakat mau terlibat, termasuk para pendamping anak," imbaunya.
Seorang anggota geng berinisial Dd mengatakan, awalnya mereka tidak saling kenal. Masing-masing kelompok memang sudah punya kebiasaan mencuri.
Secara tidak sengaja mereka terhubung lewat media sosial facebook. "Tidak ada yang memegang ponsel, komunikasinya lewat warnet. Biasanya 'chatting' di warnet berbicara soal geng ini," tuturnya.
Tidak ada pemimpin dalam kelompok ini. Namun beberapa orang disegani karena dianggap berani dan lebih banyak beraksi.