Konten dari Pengguna

Mengurai Problematika Pinjaman Online dengan Pendekatan Root Cause Analysis

Rachmat Tullah
Marketing Strategy Development at Umar Usman Business School
12 Juli 2024 14:02 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Rachmat Tullah tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi fintech. Foto: Shutter Stock
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi fintech. Foto: Shutter Stock
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Pinjaman online atau yang kerap disebut sebagai pinjol menjadi solusi alternatif bagi banyak orang yang membutuhkan dana mendesak. Hanya dengan modal ponsel genggam dan identitas diri, uang dapat langsung masuk ke rekening tanpa melalui proses yang rumit. Namun, kemudahan ini membawa berbagai tantangan serius bagi penyedia layanan.
ADVERTISEMENT
Asosiasi Fintech Indonesia (AFTECH) mencatat pada November 2022 terdapat 13,56 juta nasabah bermasalah, jumlah ini melonjak 48% dibandingkan tahun sebelumnya. Hal ini senada dengan apa yang disampaikan oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK), bahwa tingkat gagal bayar (TKB) nasabah mencapai 3,65%. Angka ini jauh lebih tinggi dibandingkan TKB kredit bank yang hanya 0,9%.
Baru-baru ini, OJK menyampaikan bahwa penyumbang gagal bayar dalam bisnis fintech peer-to-peer lending (P2P) terbesar adalah peminjam muda berusia di bawah 34 tahun. Menurut OJK, wanprestasi (TWP90) pada tahun 2024 mencapai 2,95%. Dari total pembiayaan fintech sebesar Rp60,42 triliun, terdapat Rp1,78 triliun pembiayaan yang gagal bayar.
Ilustrasi dana pinjaman online. (Sumber foto: milik sendiri/penulis)

Tantangan Penyedia Layanan Pinjaman Online

Secara kasatmata, terdapat beberapa penyebab utama yang menjadi permasalahan, yakni penyedia layanan sering kali menawarkan pinjaman dengan proses yang sangat mudah dan cepat, tanpa memperhatikan kemampuan bayar peminjam. Penilaian kredit dari penyedia layanan pun belum akurat dan tidak memperhitungkan faktor penting seperti penghasilan dan pengeluaran harian nasabah. Hal ini mengakibatkan pemberian pinjaman kepada individu yang sebenarnya tidak mampu membayar kembali, seakan-akan perusahaan hanya berlomba-lomba meningkatkan keuntungan semata.
ADVERTISEMENT
Selain itu, industri pinjaman online yang tumbuh pesat melampaui kecepatan regulasi. Kelemahan pengawasan yang tidak ketat ini membuka peluang bagi pelaku bisnis pinjaman online yang secara membabi buta menawarkan pinjaman secara agresif. Tak jarang penyedia layanan melakukan penagihan dengan cara yang tidak etis dan menakut-nakuti nasabah, seperti mengirim pesan singkat dan spamming telepon guna meneror dan menciptakan tekanan psikologis, yang hanya memperburuk keadaan.
Namun, pokok permasalahan tidak hanya terletak pada penyedia layanan semata, tetapi juga pada nasabah. Banyak peminjam, terutama dari kalangan masyarakat berpenghasilan rendah, tidak memahami dengan baik konsekuensi meminjam uang secara online. Mereka sering kali tidak menyadari bunga tinggi, biaya tambahan, dan risiko gagal bayar yang melekat pada pinjaman online. Akibatnya, banyak dari mereka yang terjebak dalam siklus utang yang sulit dipecahkan. Tidak sedikit dari mereka yang mengambil pinjaman baru untuk membayar pinjaman lama.
ADVERTISEMENT

Akar Masalah Pinjaman Online

Melihat fakta seputar problematika pinjaman online, penyedia layanan perlu mengidentifikasi akar permasalahan dengan menggunakan pendekatan Root Cause Analysis (RCA). Ini adalah langkah yang sangat krusial untuk memastikan keberlanjutan layanan finansial ini dan melindungi berbagai pihak dari risiko.
Berikut ini beberapa langkah intervensi yang dapat diterapkan dengan menggunakan RCA:

Meningkatkan Literasi Keuangan

Penyedia layanan pinjaman online harus memberikan program edukasi yang komprehensif untuk meningkatkan literasi keuangan nasabah. Edukasi ini mencakup informasi tentang bagaimana pengelolaan utang dan memahami syarat pinjaman. Dengan adanya edukasi keuangan yang masif dan mudah diakses oleh nasabah, dapat membantu mereka membuat keputusan yang lebih bijak.

Memperkuat Teknologi Penilaian Kredit

Penyedia layanan pinjaman online harus berani berinvestasi dalam teknologi yang lebih baik untuk menilai risiko kredit nasabah secara akurat. Penilaian kredit ini harus mempertimbangkan berbagai aspek, seperti penghasilan dan pengeluaran harian, serta kemampuan bayar nasabah. Dengan demikian, hanya mereka yang benar-benar mampu membayar yang akan menerima pinjaman, dan tentu hal ini dapat mengurangi tingkat gagal bayar.
ADVERTISEMENT

Meningkatkan Transparansi dan Komunikasi

Penyedia layanan pinjaman online dapat meningkatkan transparansi dan komunikasi. Informasi yang jelas dan mudah dipahami oleh nasabah tentang syarat dan ketentuan pinjaman sangat penting. Alangkah lebih baik jika penyedia layanan menyediakan simulasi biaya total yang harus dibayar, sehingga nasabah dapat membuat keputusan yang lebih baik berdasarkan informasi yang mereka pelajari. Perusahaan harus memastikan bahwa nasabah memahami sepenuhnya biaya dan bunga yang akan mereka bayar sebelum mengambil pinjaman.

Memperketat Regulasi dan Pengawasan

Pada tahap ini, pemerintah atau badan regulasi selaku pemangku kebijakan sangat berperan penting dalam memperketat pengawasan terhadap penyedia layanan pinjaman online. Regulasi yang ketat dan pengawasan yang efektif dapat memastikan bahwa perusahaan mematuhi standar etika dan perlindungan nasabah. Pemerintah atau badan regulasi ini harus menindak tegas perusahaan yang melakukan praktik tidak etis.
ADVERTISEMENT

Menerapkan Kode Etik Industri

Asosiasi Fintech Indonesia (AFTECH) perlu merumuskan dan menegakkan kode etik industri pinjaman online yang mengatur praktik penawaran dan penagihan yang bertanggung jawab. Kode etik ini harus mengatur standar operasional yang etis dan melindungi nasabah dari praktik bisnis yang merugikan.
Sebagai penutup, dengan menggunakan pendekatan Root Cause Analysis (RCA), penyedia layanan pinjaman online dapat mengambil langkah-langkah yang tepat untuk meningkatkan layanan, melindungi nasabah, dan memastikan keberlanjutan bisnis. Intervensi berdasarkan analisis mendalam akan membantu menciptakan ekosistem yang sehat dan adil bagi semua pihak yang terlibat.