Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Konten dari Pengguna
Mewujudkan Citra yang Sama Merupakan Cita-cita Bersama
2 November 2024 13:51 WIB
·
waktu baca 5 menitTulisan dari Raden Ahmad Haikal El-Musyaddat Arya Negara tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Kesetaraan gender menjadi salah satu isu yang mendapat perhatian khusus dalam perkembangannya. Seiring dengan dinamika waktu, banyak sekali kampanye yang dicetuskan, baik secara formal (koordinasi antar institusi) maupun secara propaganda sosial. Hal yang paling intens dapat kita lihat dari banyak iklan di media sosial yang menyuarakan isu tersebut. Gencarnya isu ini juga didukung oleh terpatrinya isu tersebut dalam salah satu bagian dari konsep Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (Sustainable Development Goals/SDGs). SDGs merupakan rencana aksi global yang disepakati oleh para pemimpin dunia, termasuk Indonesia, guna mengakhiri kemiskinan, mengurangi kesenjangan, dan melindungi lingkungan. SDGs berisi 17 tujuan dan 169 target yang diharapkan dapat dicapai pada tahun 2030. Kesetaraan gender menjadi poin kelima dari total 17 poin yang ada di SDGs. Poin tersebut berbunyi, “Mencapai Kesetaraan Gender dan Memberdayakan Kaum Perempuan.” Hal ini menjadi bukti nyata bahwa penggarapan isu tersebut mendapat perhatian lebih dari masyarakat ke depannya.
ADVERTISEMENT
Diskriminasi berdasarkan gender masih terjadi di seluruh aspek kehidupan di seluruh dunia. Ini adalah fakta meskipun ada kemajuan yang cukup pesat dalam kesetaraan gender dewasa ini. Sifat dan tingkat diskriminasi sangat bervariasi di berbagai negara atau wilayah. Tidak ada satu wilayah pun di negara dunia ketiga di mana perempuan telah menikmati kesetaraan dalam hak-hak hukum, sosial, dan ekonomi. Kesenjangan gender dalam kesempatan dan kendali atas sumber daya, ekonomi, kekuasaan, dan partisipasi politik terjadi di mana-mana. Perempuan dan anak perempuan menanggung beban paling berat akibat ketidaksetaraan yang terjadi, namun pada dasarnya, ketidaksetaraan itu merugikan semua orang. Oleh karena itu, kesetaraan gender merupakan persoalan pokok dalam tujuan pembangunan yang memiliki nilai tersendiri.
ADVERTISEMENT
Dari sudut pandang tertentu, perlu kita sadari bahwa kesetaraan gender akan memperkuat kemampuan negara untuk berkembang, mengurangi kemiskinan, dan memerintah secara efektif. Dengan demikian, mempromosikan kesetaraan gender adalah bagian utama dari strategi pembangunan untuk memberdayakan masyarakat (semua orang)—perempuan dan laki-laki—dalam mengentaskan diri dari kemiskinan dan meningkatkan taraf hidup mereka.
Kata "gender" sendiri dapat diartikan sebagai peran yang dibentuk oleh masyarakat serta perilaku yang tertanam lewat proses sosialisasi yang berhubungan dengan jenis kelamin perempuan dan laki-laki. Ada perbedaan secara biologis antara perempuan dan laki-laki; namun, kebudayaan menafsirkan perbedaan biologis ini menjadi seperangkat tuntutan sosial tentang kepantasan dalam berperilaku, dan pada gilirannya, hak-hak, sumber daya, dan kekuasaan. Kendati tuntutan ini bervariasi di setiap masyarakat, terdapat beberapa kemiripan yang mencolok. Misalnya, hampir semua kelompok masyarakat menyerahkan tanggung jawab perawatan anak pada perempuan, sedangkan tugas kemiliteran diberikan pada laki-laki. Sebagaimana halnya ras, etnis, dan kelas, gender adalah kategori sosial yang sangat menentukan jalan hidup seseorang dan partisipasinya dalam masyarakat dan ekonomi. Tidak semua masyarakat mengalami diskriminasi berdasarkan ras atau etnis, namun semua masyarakat mengalami diskriminasi berdasarkan gender—dalam bentuk kesenjangan dan perbedaan—dalam tingkatan yang berbeda-beda. Pengertian kesetaraan gender merujuk kepada suatu keadaan setara antara laki-laki dan perempuan dalam pemenuhan hak dan kewajiban.
ADVERTISEMENT
Diharapkan dengan terwujudnya gagasan tersebut, semua orang, baik pria maupun wanita, memiliki kesempatan yang sama dalam berkarier. Stereotip tertentu yang menyudutkan gender tertentu dalam bidang tertentu lambat laun dapat dihapus. Contohnya, dalam karier di bidang yang berhubungan dengan fisik seperti konstruksi, mekanikal, keteknikan, dan sebagainya, perusahaan cenderung lebih mengutamakan gender yang tergolong laki-laki, karena profesi tersebut dianggap memiliki sifat maskulin. Sedangkan, berlaku pula pada bidang yang berlawanan. Pada profesi yang berhubungan dengan administrasi, keuangan, bisnis, dan sebagainya, perusahaan atau instansi akan lebih condong untuk menempatkan perempuan, karena profesi tersebut dianggap memiliki sifat feminin. Padahal, tidak menutup kemungkinan bahwa semua profesi dapat diampu oleh kedua gender. Pada dasarnya, saat berkarya, bekerja, dan menghasilkan suatu output, profesionalisme yang harus berbicara banyak sebagai indikator. Apabila seseorang memiliki modal dan kompetensi yang cocok untuk mengemban suatu tanggung jawab, maka seharusnya ia berhak mengambil tanggung jawab tersebut dengan kemudahan akses.
ADVERTISEMENT
Perwujudan isu kesetaraan gender juga menjadi perhatian penting bagi sektor usaha besar atau korporasi di Indonesia. Mereka diharapkan dapat memastikan keberlanjutan usaha dengan tetap memperhatikan aspek sosial, khususnya pada perwujudan visi besar kesetaraan gender tersebut. Nuansa kapital dalam usaha mereka tidak seharusnya bersifat dominan dan membabi buta. Dengan kata lain, perlu adanya edukasi bagi mereka secara umum bahwa dalam menjalankan usaha tidak hanya mengutamakan profitabilitas yang tinggi. Ada aspek lain berupa nilai yang harus mereka penuhi sebagai sarana perwujudan pelaksanaan praktik ESG dalam keberlanjutan usaha mereka.
Namun, gagasan ini tentu tidak sepenuhnya sempurna. Perlu ditinjau lebih lanjut tentang visi besar pada poin kelima tersebut. Ada beberapa gagasan yang perlu disinkronkan dengan analisis sosial maupun geopolitik dari pengejawantahan nilai-nilai bangsa kita. Salah satunya adalah aspek budaya hidup. Hal ini dirasa penting untuk dilakukan guna menghasilkan gagasan yang lebih baik lagi. Selain itu, aspek eksekusi juga harus menjadi perhatian utama. Pencerdasan yang menyeluruh, terstruktur, dan sistematis sangat penting dalam pengawalan isu ini. Isu ini tergolong pembahasan yang cukup berpotensi menciptakan kegaduhan apabila tidak dapat diimplementasikan dengan baik. Meskipun memerlukan kerja keras dalam pengawalan, ke depannya hasil yang dicapai akan sebanding dengan manfaat yang dapat dirasakan bersama jika hal ini dapat terlaksana.
ADVERTISEMENT