Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.96.0
Konten dari Pengguna
Alternatif Meningkatkan Penerimaan Pajak: PPN 12% atau Threshold PKP Diturunkan
5 Februari 2025 9:18 WIB
·
waktu baca 4 menitTulisan dari Raden Dimas Bagaskoro Duto Mulyo Wibowo tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Kondisi Penerimaan Pajak Tiga Tahun Terakhir
Berperan sebagai tulang punggung utama dalam pembiayaan pembangunan dan kesejahteraan masyarakat, sudah sewajarnya perpajakan masih menjadi garda terdepan dalam penyumbang porsi terbesar dalam struktur APBN Indonesia. Penerimaan perpajakan yang bersumber dari penerimaan pajak dan penerimaan kepabeanan dan cukai selalu menjadi primadona anggaran negara, terbukti dalam angka selalu meningkat dalam kurun waktu 2022 hingga 2024. Menurut data dalam Informasi APBN 2025 yang dihimpun oleh Direktorat Jenderal Anggaran, berturut-turut mencapai 1.485 triliun, 1.818,2 triliun, dan mencapai 1.988,9 triliun pada 2024. Angka-angka tersebut hanya berasal dari penerimaan pajak yang terdiri dari PPh, PPN, PPnBM, PBB, dan Pajak Lainnya.
ADVERTISEMENT
Walaupun demikian, Indonesia melalui presiden terpilih tampaknya belum puas dengan perolehan penerimaan Indonesia saat ini, terbukti dengan keinginannya untuk meningkatkan tax ratio. Perlu diketahui rasio penerimaan pajak terhadap PDB masih berkisar di 9%, dan jika diakumulasi dengan penerimaan kepabeanan dan cukai sekitar 10,24%. Tentunya jika ingin melakukan komparasi terhadap negara ASEAN lainnya, kita masih tertinggal dengan Vietnam (16,21%) dan Thailand (17,18%).
Bukan tidak mungkin Indonesia mampu mengejar ketertinggalan rasio perpajakan terhadap PDB, asalkan kepatuhan wajib pajak dapat ditingkatkan dan penegakkan hukum dapat dioptimalkan. Beberapa langkah kebijakan teknis juga dapat ditempuh, seperti dalam buku Informasi APBN 2025, implementasi Core Tax, prioritas pengawasan atas WP high wealth individual, dan pemanfaatan digital forensic.
ADVERTISEMENT
PPN Sebagai Sumber Penerimaan Potensial
Upaya realistis meningkatkan penerimaan pajak sekaligus tax ratio terpampang nyata saat ini yang diperkuat dengan adanya UU Harmonisasi Perpajakan terkait kenaikan tarif PPN. Hal ini disebabkan salah satu kontribusi per jenis pajak terbesar kedua adalah PPN dan PPnBM. Pada Desember 2024 terakhir kemarin, PPN dan PPnBM mencatatkan 40,8% terhadap penerimaan pajak. PPh menjadi jenis pajak dengan kontribusi terbesar mencapai 57,3% yang dalam bahasan setelahnya memungkinkan untuk diperluas basis penerimaannya dengan menurunkan threshold Perusahaan Kena Pajak.
Pro dan Kontra PPN 12%
Dalam upaya mewujudkan target penerimaan pajak. Pemerintah telah menetapkan kenaikan PPN 12 % melalui UU Harmonisasi Peraturan Perpajakan yang akan mulai berlaku pada tanggal 1 januari 2025. Kebijakan ini merupakan produk hukum yang disepakati oleh presiden Jokowi dan DPR pada periode sebelumnya. Kenaikan tarif ini dianggap sebagai salah satu cara yang efektif untuk meningkatkan penerimaan pajak dalam jangka pendek. Namun, Kenaikan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dari 11% menjadi 12% telah menimbulkan gejolak penolakan yang cukup besar dari masyarakat. Menteri Keuangan Sri Mulyani menegaskan bahwa kebijakan ini diambil untuk meningkatkan penerimaan negara dan memperkuat anggaran negara sehingga dapat memperkecil defisit anggaran. Sejalan dengan Mankeu, Prianto Budi Saptono analis Pratama-Kreston Tax Research Institute menyatakan bahwa kenaikan 1% tarif PPN dapat dianggap tepat karena sudah direncanakan dalam undang-undang dan diharapkan dapat meningkatkan tax ratio tanpa membebani pelaku usaha.
ADVERTISEMENT
Namun disisi lain, beberapa pihak beranggapan bahwa kenaikan tarif PPn menjadi 12% menghadirkan dampak negatif bagi daya beli masyarakat. ajry Akbar, pengamat pajak dari Center for Indonesia Taxation Analysis (CITA), menyatakan bahwa reaksi negatif publik mencerminkan ketidakpercayaan masyarakat terhadap pemerintah dalam pengelolaan pajak. Selain itu, kenaikan Tarif PPN ini dapat menyebabkan Harga barang dan jasa yang dapat berpotensi mengurangi konsumsi masyarakat, terutama di kalangan kelas menengah dan bawah.
Pro dan Kontra Menurunkan Threshold PKP
Opsi lain yang dipertimbangkan adalah menurunkan threshold atau batas Pengusaha Kena Pajak (PKP). Saat ini, threshold PKP di Indonesia adalah Rp4,8 miliar per tahun. Menurunkan batas ini akan memperluas basis wajib pajak dan meningkatkan penerimaan negara. Menurunkan batas wajib bagi PKP dapat melahirkan banyak pelaku usaha, terutama dari sektor informal yang dapat terdaftar sebagai wajib pajak. Hal ini diharapkan dapat meningkatkan kepatuhan pajak dan menutup celah yang ada dalam sistem perpajakan saat ini. Misalkan Threshold PKP ditetapkan pada 1 Milyar, insentif bagi pelaku usaha untuk memecah usaha untuk menghindari kewajiban PKP akan semakin kecil. Jika dibandingkan dengan saat ini dimana batas wajib PKP adalah 4,8 Miliar, para pelaku usaha masih mempunyai insentif untuk memecah usahanya sebelum mencapai omset 4,8 M. Sedangkan untuk omset 1M pelaku usaha dapat dikatakan cukup mudah untuk mencapainya sehingga, pelaku usaha akan berpikir 2 kali untuk memecah usahanya.
ADVERTISEMENT
Namun, ada juga kritik terhadap kebijakan ini. Beberapa pengamat ekonomi berpendapat bahwa penurunan threshold PKP dapat membebani usaha kecil dan menengah (UKM) yang masih berjuang untuk bertahan di tengah pemulihan ekonomi pasca-pandemi. Mereka khawatir bahwa banyak UKM yang belum siap menghadapi kewajiban perpajakan tambahan ini, sehingga dapat memicu penutupan usaha dan mengurangi lapangan kerja
Live Update