BUMN: Solusi Atas Problematika Inflasi Harga Minyak Goreng

Raden Mahdum
Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia
Konten dari Pengguna
24 Maret 2022 15:19 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Raden Mahdum tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Stok minyak goreng melimpah di Trans Mart Grand ITC Permata Hijau, Sabtu (19/3/2022). Foto: Narda Margaretha Sinambela/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Stok minyak goreng melimpah di Trans Mart Grand ITC Permata Hijau, Sabtu (19/3/2022). Foto: Narda Margaretha Sinambela/kumparan
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Minyak goreng bukanlah salah satu kebutuhan sekunder atau pilihan untuk memasak makanan dalam dewasa ini, minyak goreng sudah menjadi kebutuhan primer untuk memasak dikarenakan setiap masakan yang berminyak selalu menggunakan minyak goreng, baik yang terbuat dari sawit, kelapa, zaitun, wijen dll. Minyak goreng khususnya yang terbuat dari sawit adalah minyak goreng yang paling bersahabat bagi masyarakat, sebab dari segi kemanfaatan sangat bermanfaat dan tidak kalah dengan minyak jenis lain, serta juga melihat dari segi harga sangat ekonomis, siapa saja bisa membeli minyak goreng jenis ini, dari pedagang kaki lima hingga restoran bergenre eropa.
ADVERTISEMENT
Dikarenakan manfaat dan harga yang lebih ekonomis dari minyak goreng jenis lain, minyak goreng khususnya yang berbahan sawit ini sudah menjadi bagian yang hidup pada dunia memasak dan kuliner. Hampir setiap hari masyarakat mengonsumsi makanan yang diolah dan dimasak dengan minyak goreng, baik itu makanan pokok atau jajanan hingga kuliner. Sampai ketika minyak goreng sawit yang begitu ekonomis mengalami kelangkaan dan harga yang melambung tinggi. Minyak goreng yang sudah menjadi bahan primer ini mengalami inflasi sehingga menimbulkan masalah sosial baru yang terjadi di masyarakat.
Masalah sosial ini tentu direspon cepat oleh pemerintah sebagai penguasa yang bertugas menstabilkan ekonomi dalam negeri. Banyak upaya yang telah dilakukan pemerintah guna menekan harrga minyak goreng sawit, seperti telah menetapkan harga minyak goreng sawit subsidi satu harga Rp14.000 yang akan didistribusikan ke ritel modern dan pasar tradisional. Kementerian Perdagangan juga mulai mewajibkan para eksportir produk minyak sawit mentah atau crude palm oil (CPO) dan turunannya untuk memasok produk ke pasar dalam negeri melalui mekanisme DMO dengan harga khusus atau DPO.
ADVERTISEMENT
Kemudian juga dikeluarkan upaya larangan terbatas CPO dan turunya melalui Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) No. 2/2022 tentang Perubahan atas Permendag No. 19/2021 tentang Kebijakan Pengaturan Ekspor. Dalam poin XVIII Lampiran I beleid ini, tertulis bahwa 9 kode HS produk dalam kategori CPO, RBD palm oil, dan minyak jelantah harus mengantongi persetujuan ekspor (PE) untuk pengajuan permohonan pemuatan barang untuk ekspor. (Sumber: Kumparan.com)
Dengan hal tersebut, terbukti bahwa banyak upaya-upaya yang telah dilakukan pemerintah guna menekan dan menstabilkan harga minyak goreng sawit. Tetapi pada kenyataanya, banyak penjual minyak goreng yang masih menjual pada harga yang tidak sesuai dengan harga yang diberikan oleh pemerintah. Sehingga pada kenyataanya upaya pemerintah hanya ganas di atas kertas saja tetapi menjadi macan ompong dalam pelaksanaanya. Belum lagi banyak terjadi penimbunan minyak goreng masal yang dilakukan oleh oknum pengusaha.
ADVERTISEMENT
Melihat dari fenomena tersebut, dapat disimpulkan bahwa pemerintah tidak memiliki represifitas yang nyata sebagai penguasa, dan dalam kenyataanya belum berhasil mengentaskan permasalahan pada kelangkaan dan kenaikan harga minyak goreng tersebut. Kemudian muncul pertanyaan, mengapa pemerintah tidak mampu menekan harga pasaran minyak goreg? dan Apa sebabnya? Penulis akan mengkaji hal tersebut dalam segi ekonomi dan industrialisasi pasar di indonesia.
Pemerintah dan Pasar Lokal
Pemerintah sebagai penguasa harus mengambil langkah serius guna menanggulangi masalah yang sedang terjadi di dalam masyarakat. Seperti yang telah dijelaskan di atas, bahwa pemerintah telah menggerakan beragam upaya untuk menstabilkan harga pasar minyak goreng. Tetapi pemerintah tidak mampu mengatasi hal tersebut hingga saat ini. Ini merupakan bukti bahwa ada hal yang masih bersifat disable yang dilakukan pemerintah, dengan bukti bahwa banyak praktik-praktik para pedagang yang tidak mengikuti instruksi pemerintah dengan penyeragaman harga minyak goreng, serta banyak yang melakukan penimbunan-penimbunan.
ADVERTISEMENT
Ini terkesan bahwa pemerintah tidak memiliki represifitas dan punishment yang jelas sebagai penguasa, hal tersebut bisa terjadi karena bukan pemerintah yang menguasai industri minyak goreng di dalam negeri, tetapi pengusaha swasta. Pemerintah melalui Badan Usaha Milik Negara (BUMN) hanya menguasai sumber daya dalam bumi seperti minyak bumi, pertambangan, dan batu bara. Sedangkan lapak minyak sawit lebih di dominasi oleh pengusaha swasta, sehingga pemerintah sulit kontrol harga pasar minyak goreng sawit, karena dalam industri minyak goreng yang berkuasa adalah swasta. Sehingga penentuan variable harga pasar minyak goreng lebih ditentukan oleh swasta dari pada pemerintah.
BUMN dan Swasta
Mengutip dari situs JDIH BPK, dalam sistem perekonomian Indonesia, BUMN ikut berperan dalam menghasilkan barang dan jasa yang diperlukan dalam rangka mewujudkan kemakmuran rakyat. Salah satunya ialah BUMN berperan sebagai pelopor atau perintis dalam sektor-sektor usaha yang belum diminati oleh swasta. BUMN juga memiliki peran sebagai pelaksana pelayanan publik, penyeimbang kekuatan-kekuatan swasta besar, dan membantu pengembangan usaha kecil dan koperasi. Dengan hadirnya bantuan BUMN, pemerintah harusnya mampu menerapkan kebijakan yang mampu menetralisir masalah perekonomian yang ada.
ADVERTISEMENT
Namun Badan usaha milik negara (BUMN) sendiri tak bisa berperan banyak dalam mengatasi kelangkaan dan melambungnya harga minyak goreng. Dikarenakan BUMN tidak menguasai industri minyak goreng, sebab 56% perkebunan sawit di dalam negeri dikuasai oleh swasta. Sehingga pemerintah melalui BUMN tidak dapat menekan harga secara maksimal. BUMN yang lemah ini cenderung membuka mata kita bahwa masih banyak sektor industri primer yang ternyata belum dikuasai oleh pemerintah melalui BUMN, sehingga kekuasaan pemerintah terhadap pasar lokal masih lemah.
Solusi dan Strategi
Dengan kelangkaan dan kenaikan harga minyak goreng yang semakin lama semakin masif, pemerintah harus mengambil langkah cepat untuk mengatasi hal tersebut. Pertama dengan tidak menerbitkan izin ekspor minyak goreng sawit bagi pengusaha swasta sampai batas waktu yang ditentukan hingga harga minyak goreng di dalam negeri mengalami stabilitas. Hal ini efektif untuk menstabilkan harga minyak goreng di pasaran, mengingat izin ekspor diterbitkan oleh menteri perdagangan. Setidaknya jika pemerintah tidak memiliki power untuk melawan pengusaha swasta guna menekan harga minyak goreng di pasar lokal, pemerintah masih memiliki taring berupa penyetopan perizinan ekspor luar negeri, sehingga mau tidak mau, minyak goreng yang harusnya di ekspor, akan dijual di dalam negeri guna menetralisir harga pasar minyak goreng di dalam negeri.
ADVERTISEMENT
Kedua pemerintah harus menguatkan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dalam segala sektor khususnya pada kebutuhan-kebutuhan primer. Hal tersebut efektif karena jika BUMN menguasai pasar dalam negeri dalam segala sektor, pemerintah dapat dengan mudah mengontrol harga-harga kebutuhan primer di dalam negeri, sehingga jika terjadi kelangkaan ataupun kenaikan harga, pemerintah dapat segera menstabilkan masalah-masalah itu. Bukan hanya itu, apabila BUMN menguasai pasar, setidak pemerintah tidak perlu mencari repot-repot akar permasalahan bila ditemukan permainan dalam BUMN, karena BUMN satu lingkaran dengan pemerintah, sehingga mafia-mafia yang bermain di dalam akan sangat mudah ditebak dan ditindak oleh pemerintah.