Wanita yang Masih Jadi Masyarakat Kasta Dua dalam Suzzanna : Bernafas dalam Kubur

Raden Muhammad Wisnu Permana
Akun resmi Raden Muhammad Wisnu Permana. Akun ini dikelola oleh beberapa admin. Silakan follow akun Twitternya di @wisnu93 dan akun Instagramnya di @Rwisnu93
Konten dari Pengguna
26 November 2018 22:19 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Raden Muhammad Wisnu Permana tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Wanita yang Masih Jadi Masyarakat Kasta Dua dalam Suzzanna : Bernafas dalam Kubur
zoom-in-whitePerbesar
ADVERTISEMENT
Pertama, sebelum pembahasan lebih lanjut, mari kita doakan agar Mendiang Suzzanna Martha Frederika van Osch (Suzanna) tenang di alam sana dengan Sang Pencipta. Terimakasih atas segala karya-karyamu. Karyamu akan selalu abadi dan kami kenang. Kedua, mari kita ucapkan turut berduka cita untuk para wanita Indonesia di luar sana yang masih mencari keadilan. Salah satunya adalah Baiq Nuril Maknun, yang dinyatakan bersalah karena rekaman bermuatan kesusilaan dan dihukum enam bulan penjara serta denda Rp500 juta, padahal ia adalah korban kasus perbuatan pelecehan yang dilakukan Kepala Sekolah SMAN 7 Mataram, M. Semoga suatu saat keadilan akan datang kepadanya.
ADVERTISEMENT
Suzzanna: Bernapas dalam Kubur merupakan film horor Indonesia yang diluncurkan pada tanggal 15 November 2018. Film ini disutradarai oleh Rocky Soraya dan Anggy Umbara. Film ini dibintangi oleh Luna Maya, Herjunot Ali, Clift Sangra, Teuku Rifnu Wikana, Alex Abbad, Verdi Solaiman, Kiki Narendra, Asri Welas, Opie Kumis, dan Ence Bagus. Film ini adalah ‘kelahiran kembali’ sosok legendaris yang juga dijuluki “ratu film horor nasional”, Suzanna, dalam sosok Luna maya.
Film ini mengisahkan Suzzanna (Luna Maya) dan Satria (Herjunot Ali) yang sudah menikah selama tujuh tahun tapi belum punya anak. Suatu ketika Suzzanna hamil, tapi sayangnya Satria harus dinas keluar negeri. Kepergian Satria dimanfaatkan oleh empat karyawan Satria, yakni ; Jonal (Verdi Solaiman), Umar (Teuku Rifnu Wikana), Dudun (Alex Abbad), dan Gino (Kiki Narendra) yang memiliki dendam pada Satria dengan berniat merampok rumahnya ketika Satria tak ada. Rencana perampokan gagal, yang berujung kematian Suzzanna yang secara tidak sengaja memergoki aksi mereka.
ADVERTISEMENT
Sundel Bolong pada film ini digambarkan sebagai sosok arwah penasaran yang dendam pada para perampok yang telah membunuh dirinya dan anak yang sedang dikandungnya. Ia menjadi arwah penasaran karena ada urusan duniawi yang belum terselesaikan. Sundel Bolong memiliki kemampuan untuk memanipulasi indera manusia dengan kekuatan ghaibnya. Ia juga mampu menggunakan barang-barang padat pada alam manusia untuk melangsungkan dendamnya.
Seperti kisah klasik film horror Indonesia pada umumnya, sang tokoh utama tewas di tangan perampok, dan hidup kembali sebagai arwah penasaran dengan penuh dendam kepada para pelaku kejahatan. Begitu banyak kisah klasik film horror Indonesia yang mengkisahkan tentang hantu wanita yang tewas setelah dieperkosa secara biadab, maupun tewas setelah dirampok saat hamil. Kisah hantu wanita, apapun bentuknya, mau itu Kuntilanak maupun Sundel Bolong menyimpan simbol tentang permasalahan besar yang menghantui para perempuan Indonesia, yakni keadilan. Rasa aman dari kekerasan verbal dan non verbal serta kesetaraan gender.
ADVERTISEMENT
Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik (BPS) dengan sampel 9.000 perempuan dari seluruh Indonesia, kasus kekerasan seksual yang menimpa sundel bolong atau kuntilanak itu sangat memprihatinkan. Satu dari tiga wanita Indonesia berusia dengan rentang usia 15-64 tahun pernah mengalami kekerasan fisik dan/atau seksual selama hidupnya. Brdasarkan data BPS juga, angka tingkat pemerkosaan di Indonesia selama tahun 2015 mencapai 1.739 kasus. (Dikutip dari https://www.bps.go.id/brs/view/1375)
Mengapa ini Terjadi?
“Seseorang tidak terlahir, tetapi lebih menjadi perempuan. Tidak ada takdir biologis, psikologis maupun ekonomis yang menentukan figur seseorang dalam masyarakat. Peradabanlah yang membuat makhluk ini, menjadi penengah antara laki-laki dan orang kebiri, yang dideskripsikan sebagai feminin. (Simone de Beauvoir dalam Gamble, 2010:41). Menurut Sigmond Freud, feminitas muncul dalam sebuah periode maskulin yang pasti dilalui oleh masing-masing gender. Karena itu, dalam tahapan awal, seorang anak perempuan aikan mengalami baik identifikasi maskulin dan identifikasi feminin. (Gamble, 2010:71). Sistem patriarki telah membentuk bagaimana seorang wanita harus bersikap, berpenampilan, dan memilih pekerjaan. Wanita menurut Hodgson-Wright tidak memiliki hak yang sama dengan seorang laki-laki walau memiliki status sosial yang sama
ADVERTISEMENT
Wanita sering direpresentasikan dengan negatif, karena diposisikan hanya sebagai subjek. Wacana mengenai wanita juga cenderung berbeda dengan wacana mengenai laki-laki. Sara Mills mengungkapkan hal ini :
(Ketika melihat katalog universitas dan mencari kata ‘wanita’, Anda akan menjumpai banyak buku dan artikel yang membicarakan penindasan wanita, psikologi wanita, penyakit fisik yang diderita wanita, dan lain sebagainya. Jika mencari kata ‘laki-laki’, Anda tidak akan menemukan hal semacam itu.) (Mills, 2004:19)
Semua ini berdasarkan kewenangan akan pengetahuan yang berbeda. Sistem memungkinkan laki-laki menjadi subjek dan wanita menjadi objek dalam sebuah wacana, dalam hal ini adalah film. Posisi-posisi ini dalam arti siapa yang menjadi subjek penceritaan dan siapa yang menjadi objek penceritaan akan diperlakukan dalam teks secara keseluruhan. Wacana media bukanlah sarana yang netral, tetapi cenderung menampilkan aktor tertentu sebagai subjek yang mendefinisikan peristiwa atau kelompok tertentu. (Eriyanto, 2001:201)
ADVERTISEMENT
Riwayat sundel bolong dan hantu-hantu wanita lainnya telah menunjukkan betapa beratnya menjadi seorang wanita. Dari kisah yang diceritakan sejak zaman dahulu, dalam bentuk fim, wanita masih menimpa musibah-musibah yang berat, hingga hari ini. Mungkin, jika perlakukan pada wanita jauh lebih baik, dari sistem hukum, sistem pemerintahan, dan juga sistem sosial masyarakat dan budaya, tidak lupa, sistem agama, cerita-cerita semacam Sundel Bolong atau Kuntilanak tidak akan kita dengar, karena para wanita diperlakukan dengan baik sebagaimana mestinya.
Bagaimana Solusinya?
Mungkin, jika pelaku pembunuh Sundel Bolong diberi hukuman yang berat, misalnya hukuman mati dan sistem hukum sudah melindungi wanita, hakim dan jaksa yang bebas dari korupsi dan tidak dapat disuap, barangkali Sundel Bolong tidak perlu membalaskan dendamnya sebagai arwah penasaran dan bangkit dari alam kubur. Juga, ketika anak-anak diberikan pendidikan dan tata cara tentang bagaimana cara memperlakukan wanita dengan hormat dan sebagaimana mestinya sejak kecil dari lingkungan keluarga dan lingkungan sekolah hingga jenjang universitas, kekerasan pada wanita tidak akan ada sama sekali.
ADVERTISEMENT
DAFTAR PUSTAKA
Eriyanto. 2001. Analisis Wacana : Pengantar Analisis Teks Media. Yogyakarta : LkiS.
Gamble, Sarah. 2010. Pengantar Memahami Feminisme dan Postfeminisme. Yogyakarta : Jalasutra.
Mills, Sara. 2004. Discourse. London : Routledge.