Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.86.0
Konten dari Pengguna
Mediasi dan Pendekatan Budaya (Studi kasus HRS)
21 Desember 2020 12:27 WIB
Tulisan dari Muhammad Radhi Abdullah tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Beberapa hari terakhir ini, berita yang sangat menghebokan telah menyebar di seluruh Negara indonesia yang membuat masyarakat merasa resah. Mulai dari pulangnya HRS ke tanah air sampai dengan penetapan tersangka HRS. Kejadian-kejadian tersebut justru menimbulkan beberapa pandangan yang berbeda menanggapi hal ini. Ada yang pro dengan HRS dan ada yang pro dengan tindakan penegak hukum.
ADVERTISEMENT
Penyelesaian permasalahan ini tidak seharusnya dan tidak selalu memakai aturan hukum positif di Indonesia. Terlebih lagi hal tersebut menyangkut Pimpinan Organisasi yang cukup terkenal dan memiliki pengikut yang banyak di seluruh Indonesia.
Penyelesaian persoalan yang melibatkan masyarakat banyak, dapat menggunakan salah satu alternatif penyelesaian sengketa. Selain itu ada hal yang tidak boleh dilupakan, yaitu dengan selalu memperhatikan sifat konkret dari nilai lokal (seperti hukum adat dan budaya masyarakat) itu sendiri. Artinya nilai lokal sangat memperhatikan setiap persoalan yang dihadapi secara khusus, dengan pendirian bahwa setiap soal tidak sama dengan soal yang lainnya sekalipun serupa. setiap soal perlu mendapat perlakuan yang khusus sesuai dengan individualisasinya.
Penyelesaian sengketa menggunakan model dan pendekatan nilai lokal merupakan salah satu alternatif model penyelesaian sengketa, karena nilai lokal mampu memperhatikan setiap persoalan yang dihadapkan kepadanya secara khusus dan holistik. Model penyelesaian sengketa tersebut perlu diungkapkan, mengingat sengketa dalam masyarakat semakin meluas, dan penguasa cenderung mengabaikan kearifan lokal yang ada. Bahkan lebih memilih model litigasi yang membawa konsekuensi munculnya rasa permusuhan, karena ada unsur kalah atau menang yang dikemas untuk mencari keadilan.
ADVERTISEMENT
Hukum yang nyata adalah hukum yang hidup dalam masyarakat dan terus berevolusi. Tugas ilmu hukum adalah untuk memecahkan ketegangan yang terus-menerus melanda Negeri ini. Ilmu hukum berada di antara penerapan dan pembuatan Undang-Undang, kemudian dari keduanya menghasilkan produk peraturan sebagai pendorong terhadap perkembangan-perkembangan sosial dan budaya.
Friedrich Carl Von Savigny yang menyatakan “hukum itu tidak dibuat, melainkan tumbuh dan berkembang bersama masyarakat” (Das recht wird nicht gemacht, est ist und wirh mit dem volke). Selanjutnya dinyatakan bahwa: “Hukum adalah cerminan masyarakat/jiwa rakyat/jiwa bangsa”. Kehidupan masyarakat dengan nilai lokalnya sangat dekat dengan konsep “hukum yang hidup” (living law). Hukum yang hidup ini meliputi hukum yang muncul dari kebiasaan-kebiasaan yang berlaku dalam masyarakat dan hukum yang terbentuk karena berlangsungnya interaksi sosial yang melibatkan sejumlah anggota masyarakat. Hukum tidak ditemukan sebagai sesuatu yang tersurat dalam aturan, akan tetapi sesuatu yang identik dengan perilaku manusia atau anggota masyarakat, antar kelompok masyarakat.
ADVERTISEMENT
Penyelesaian konflik atau sengketa dalam masyarakat mengacu pada prinsip “kebebasan” yang menguntungkan kedua belah pihak. Penyelesaian sengketa yang dapat memuaskan para pihak dapat ditempuh melalui mekanisme musyawarah dan mufakat.
Mediasi merupakan pemberdayaan perdamaian dengan landasan filosofisnya ialah Pancasila yang merupakan dasar negara Republik Indonesia. Penjabaran mediasi di dalam Dasar Negara Indonesia (Pancasila) berada pada sila keempat “Kerakyatan yang dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan/Perwakilan”.
Makna dari Permusyawaratan/Perwakilan pada Sila ke-4 berarti mengedepankan prinsip bermusyawarah untuk mufakat dalam memperjuangkan hak-hak rakyat. Bila dicermati, arti dan makna Permusyawaratan/Perwakilan pada Sila ke-4 sebagai berikut:
1) Pemusyawaratan, yaitu membuat putusan secara bulat, dengan dilakukan secara bersama melalui jalan kebikjasanaan.
2) Melaksanakan keputusan berdasarkan kejujuran. Keputusan secara bulat sehingga membawa konsekuensi kejujuran bersama. Nilai identitas adalah permusyawaratan.
ADVERTISEMENT
3) Asas musyawarah untuk mufakat, yaitu yang memperhatikan dan menghargai setiap aspirasi seluruh rakyat melalui forum permusyawaratan, menghargai perbedaan, mengedepankan kepentingan rakyat, bangsa dan negara.
Sehingga penyelesaian terbaik yang harus dilakukan Pemerintah saat ini adalah dengan mengedepankan musyawarah mufakat. Karena dengan musyawarah itulah Negeri ini akan damai dan sejahtera, terlebih lagi Indonesia memiliki budaya yang sangat erat di dalam masyarakat. Musyawarah mufakat dapat menghilangkan rasa kebencian, permusuhan, dan dendam. Pendekatan budaya masyarakat ataupun budaya agama sangat diperlukan guna menyelesaikan permasalahan antara HRS dan Pemerintah saat ini.
Muhammad Radhi Abdullah, S.H.
(Koordinator Bidang Penelitian "SAMGAT" Lembaga Penelitian dan Pelatihan Mediasi)