Konten dari Pengguna

Demokrasi dan Pemilu: Kapal Menuju Cita-cita Bangsa

Radinal Muhdar
Master of Human Resources Management - Pemerhati Pengembangan Manusia Indonesia
9 Juli 2024 6:00 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Radinal Muhdar tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
tulisan Vote atau memilih. Sumber v Pixabay
zoom-in-whitePerbesar
tulisan Vote atau memilih. Sumber v Pixabay
ADVERTISEMENT
Demokrasi memiliki berbagai definisi dari berbagai tokoh dan pemikir, baik di mancanegara maupun dalam negeri. Salah satu definisi yang coba diangkat dalam tulisan ini adalah bahwa demokrasi merupakan sarana kedaulatan rakyat melalui agenda periodik yang disebut pemilu. Di Indonesia, agenda pemilu dilaksanakan secara serentak, mencakup pemilihan calon presiden, DPR, DPD, hingga DPRD. Selain itu, kontestasi demokrasi yang dilakukan secara serentak juga mencakup Pilkada, yang akan dilaksanakan di lebih dari 500 kabupaten/kota dan 34 provinsi pada tahun 2024.
ADVERTISEMENT
Subjek dan objek utama dalam setiap kontestasi pemilu atau Pilkada adalah masyarakat yang mendiami suatu daerah. Masyarakat sebagai pemegang kedaulatan tertinggi dalam sebuah negara menyalurkan kekuatan akan otoritas kepemilikannya atas negara atau suatu daerah tertentu melalui pemilu, memberikan mandat otoritas tersebut kepada seseorang yang secara kapasitas, kapabilitas, serta kualitas memenuhi syarat sebagai perwakilan masyarakat. Perwakilan tersebut bertugas menjalankan pengabdian dan pelayanan kepada masyarakat melalui wadah yang disebut pemerintahan. Seseorang yang diberikan mandat oleh rakyat kemudian diangkat untuk memimpin tugas dan kerja pemerintahan dalam melayani dan melindungi kepentingan rakyat yang memilihnya. Sehingga, dalam sistem demokrasi, seorang kepala daerah atau kepala negara adalah pelayan bagi masyarakat.
Gambar Lego yang mewakili seluruh lapisan masyarakat. Sumber: Pixabay
Namun, sejak berlakunya sistem demokrasi di Indonesia, cita-cita tertinggi demokrasi sebagai pengejawantahan kedaulatan rakyat kini tinggal kenangan. Kekuasaan yang awalnya di tangan rakyat kini beralih ke tangan pemerintah sebagai otoritas tertinggi. Rakyat bukan lagi pemilik negeri, melainkan hanya sumber suara demi kepentingan individu dan kelompok tertentu, baik di dalam maupun di luar pemerintahan. Rakyat bagaikan permen karet yang habis manis sepah dibuang. Hal ini juga didukung dengan merosotnya kesadaran dan pengetahuan masyarakat tentang pentingnya partisipasi dalam pemilu dengan prinsip LUBERJURDIL (Langsung, Umum, Bebas, Rahasia, Jujur, dan Adil). Masyarakat sengaja dipelihara "kedunguannya" untuk melanggengkan kekuasaan para penguasa yang duduk di pemerintahan bukan untuk kepentingan rakyat yang memilihnya, tetapi untuk kepentingan mereka sendiri. Fenomena ini tidak terjadi tanpa alasan. Slogan demokrasi "dari, oleh, dan untuk rakyat" menjelma secara negatif menjadi kesengsaraan, ketimpangan, ketidakadilan, serta kemiskinan, yang terjadi karena keputusan rakyat sendiri melalui kontestasi demokrasi yang disebut pemilu.
ADVERTISEMENT
Untuk mengimbangi ketimpangan tersebut, pemerintah sebagai pemegang amanat rakyat melalui Pancasila dan UUD 1945 memiliki tanggung jawab yang tinggi dan berat dalam upaya mencerdaskan kehidupan bangsa melalui berbagai upaya, baik eksekutif, legislatif, yudikatif, maupun badan dan lembaga-lembaga independen, secara efektif. Ini demi tercapainya masyarakat yang cerdas, mandiri, serta berkesadaran tinggi akan tugas dan tanggung jawabnya sebagai warga negara yang utuh, baik secara individu, kelompok, maupun dalam lingkungan sosial dan secara natural dengan alam.
Khusus dalam peningkatan pengetahuan dan kesadaran berdemokrasi melalui sarana pemilu dan Pilkada, KPU dan Bawaslu dari tingkat nasional hingga daerah memegang peran sentral bersama partai politik dan pemangku kepentingan terkait. Mereka harus bahu-membahu memberikan pendidikan politik dan kesadaran berdemokrasi yang utuh kepada seluruh lapisan masyarakat. Dengan langkah yang efektif, pemerintah dapat memaksimalkan tugasnya dalam melayani rakyat yang telah memberinya amanah dan tanggung jawab besar tersebut. Sehingga, bentuk-bentuk kecurangan dalam pemilu dapat dikurangi dan diatasi, karena meningkatnya pengetahuan dan kesadaran demokrasi politik masyarakat baik secara kuantitas maupun kualitas.
ADVERTISEMENT
Demokrasi dapat dianalogikan sebagai sebuah kapal besar, di mana seluruh rakyat adalah penumpangnya, pemimpin adalah nakhodanya, dan anggota KPU serta pihak pemerintah lainnya adalah awak kapal. Tujuan pelayaran ini adalah cita-cita bersama menuju kesejahteraan dan keadilan. Namun, setiap kecurangan dalam proses demokrasi adalah seperti lubang di lambung kapal. Jika terdapat 1.000 penumpang yang siap berlayar namun ada 10 orang yang melakukan kecurangan dan membocorkan lambung kapal, maka semua penumpang berisiko tenggelam, dan kapal tidak akan sampai ke tujuan. Oleh karena itu, integritas dan partisipasi aktif seluruh penumpang serta awak kapal sangat penting untuk memastikan bahwa kapal demokrasi dapat mencapai tujuan akhir dengan selama menuju cita-cita demokras yaitu terwujdnya masyarakat adil makmur untuk semua.
ADVERTISEMENT