Konten dari Pengguna

Mendobrak Mindset Pencari Kerja Para Sarjana

Radinal Muhdar
Master of Human Resources Management - Pemerhati Pengembangan Manusia Indonesia
19 November 2023 11:06 WIB
·
waktu baca 7 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Radinal Muhdar tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi mencari kerja. Foto : Pixabay
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi mencari kerja. Foto : Pixabay
ADVERTISEMENT
Dalam mengawali tulisan ini, saya ingin menyampaikan bahwa terdapat sebuah fakta yang tidak dapat diabaikan bahwa realitas yang menjadi latar belakang utama kekhawatiran para pemuda dan sarjana muda yang telah lulus dari universitas adalah ketersediaan lapangan pekerjaan yang tidak sebanding dengan jumlah pencari kerja.
ADVERTISEMENT
Fenomena ini menjadi tantangan serius di banyak negara tak terkecuali di Indonesia, di mana pertumbuhan ekonomi yang menurut pemerintah meningkat namun tidak selalu diiringi dengan peningkatan peluang yang merata dalam ketersediaan lapangan pekerjaan. Hasilnya, pasar kerja menjadi semakin kompetitif, hal ini menciptakan tekanan pada lulusan sarjana baru untuk mencari tempat dalam dunia profesional atau meniti karier.
Selain itu, dalam era globalisasi dan teknologi, transformasi industri yang cepat seringkali menyebabkan perubahan struktural dalam kebutuhan tenaga kerja, meningkatnya teknologi dan Artificial intelegence (AI) yang menggantikan tugas pekerja manusia, menjadi salah satu faktor mengapa lapangan kerja menjadi sangat sulit akhir-akhir ini, pemilik industri lebih memilih memanfaatkan teknologi dibanding mempekerjakan manusia untuk menjalankan industrinya dikarenakan faktor efisiensi dan biaya.
ADVERTISEMENT
Akibatnya, meskipun para sarjana muda telah dilengkapi dengan pengetahuan dan keterampilan setelah kelulusannya, merasa kesulitan dalam mendapatkan pekerjaan yang sesuai, dikarenakan tidak kapabelnya mereka dengan lapangan pekerjaan yang tersedia.
Hal lain adalah masih terdapat ketidaksesuaian (GAP) antara permintaan dan penawaran pekerjaan. Selain itu kualifikasi yang tidak sesuai dan kualitas freshgraduate yang tidak setara dengan permintaan industri atau pekerjaan menjadi masalah lain.
Ilustrasi melamar kerja yang disukai recruiter. Foto: Ranta Images/Shutterstock
Fenomena ini menimbulkan ketidakpastian dan kekhawatiran di kalangan mereka yang ingin melangkah ke dunia pekerjaan setelah menyelesaikan pendidikan tinggi mereka. oleh karenanya, menghadapi realitas yang ada, keputusan untuk hanya fokus mencari kerja saja ketika lulus dari universitas mungkin tidak lagi menjadi keputusan yang solutif di masa kini.
ADVERTISEMENT
Mindset "Mencari kerja" para sarjana muda agaknya perlu ditransformasikan menjadi "Pencipta inovasi lapangan kerja baru". Bahasa sederhananya yaitu "jika tidak ada lagi ketersediaan dan kesesuaian lapangan kerja yang diinginkan, ya tinggal dibuat saja lapangan kerja yang baru sesuai keinginan kita, toh sarjana kan punya modal pengetahuan dan kemampuan untuk melakukannya, gitu aja kok repot (meminjam kata Gus Dur)".

Fase Transisi dan Kurangnya Kesadaran Akan Kapasitas Diri

Ilustrasi permasalahan dan ide. Foto : Pixabay
Dalam menjalani fase transisi dari dunia akademis ke dunia profesional, banyak sarjana muda cenderung terfokus pada pencarian pekerjaan sebagai tujuan utama setelah lulus kuliah. Namun, para sarjana ini harus mampu melihat ke dalam dirinya untuk memperluas pandangannya terhadap potensi kreativitas dan ilmu yang dimiliki, yang dengannya dapat membuka pintu menuju peluang yang lebih luas dan memberikan kontribusi yang lebih besar bagi masyarakat, dibanding hanya berharap pada lembaga atau entitas tertentu untuk memberinya pekerjaan.
ADVERTISEMENT
Dengan kapasitas dan kreativitas serta bekal yang didapatkan selama menempuh pendidikan tinggi, agaknya sangat disayangkan jika hanya digunakan untuk mencari kerja.
Padahal idealnya satu orang lulusan sarjana yang hadir di tengah-tengah masyarakat adalah seperti oksigen bagi sel-sel harapan baru yang sangat dibutuhkan dalam menopang kehidupan masyarakat menuju perubahan yang lebih baik, sesuai dengan identitasnya sebagai Agent of change, pembawa perubahan.
Sebagai sarjana, mereka telah menjalani serangkaian pembelajaran yang tidak hanya mencakup pengetahuan akademis tetapi juga pengembangan keterampilan dan pemahaman mendalam tentang bidang studi mereka yang kelak digunakan untuk pengabdian dan kemaslahatan masyarakat luas.
Sayangnya, terlalu sering fokus hanya pada pencarian pekerjaan menghalangi mereka untuk melihat bahwa kapasitas yang dimiliki lebih besar daripada sekadar menjadi bagian dari angkatan kerja dan beban pemerintah. Mereka punya segala potensi yang dibutuhkan untuk menjadikan dirinya sebagai tonggak baru kemajuan masyarakat dan bangsa.
ADVERTISEMENT
Perlu diakui bahwa ada faktor-faktor tertentu yang dapat menghambat kreativitas dan pemikiran inovatif di kalangan sarjana. Salah satunya adalah sistem pendidikan yang terlalu terfokus pada mencetak pekerja atau buruh akademis dan bukannya pencipta kreativitas dan inovasi lapangan kerja baru. Karenanya sangat penting bagi pemerintah untuk mereformasi kurikulum agar lebih menekankan pada pengembangan keterampilan kreatif, kewirausahaan, dan kolaboratif, sehingga sarjana dapat lebih siap menghadapi dunia yang terus berubah, bukan hanya sebagai pekerja namun sebagai pencipta lapangan kerja untuk sebagai pembawa perubahan positif serta bukan menjadi beban bagi pemerintah dan masyarakat.

Sarjana Beban Pemerintah dan Masyarakat

Ilustrasi membawa beban. Foto : Pixabay
Pentingnya memahami bahwa seorang sarjana memiliki kapasitas untuk lebih dari sekadar pencari kerja adalah awal dari sebuah revolusi mental. Ketika seorang sarjana hanya memikirkan untuk mencari kerja, maka setelah kelulusannya mereka hanya menambah jumlah pencari kerja atau pengangguran di masyarakat.
ADVERTISEMENT
Sehingga masyarakat menilai bahwa kampus atau perguruan tinggi hanyalah tempat persinggahan para pengangguran yang pada akhirnya menambah beban bagi pemerintah dan masyarakat. Karenanya tak jarang ada anggapan bahwa sarjana menjadi salah satu masalah atau sampah dalam masyarakat, padahal kehadiran sarjana adalah untuk mejadi solusi, dan bukannya masalah.
Untuk menepis stigma buruk tersebut, seorang sarjana harus mampu membuktikan bahwa kelahiran dan kehadirannya kembali di masyarakat setelah melalui proses penggemblengan di universitas bukanlah sebagai beban dan masalah, melainkan menjadi solusi dan harapan baru bagi masyarakat, dikarenakan saat ini masyarakat telah memiliki anggota baru yang punya kapasitas kesadaran sosial yang tinggi.
Pengalaman dan pengetahuan yang diperoleh selama masa kuliah adalah modal berharga yang dapat digunakan untuk menciptakan peluang, menghasilkan karya, dan mengimplementasikan ide-ide kreatif. Pemuda dan sarjana muda seharusnya memandang diri mereka sebagai agen perubahan potensial yang dapat membuka pintu lapangan pekerjaan baru dan inovatif.
ADVERTISEMENT
Bukan hanya memperebutkan posisi yang telah ada di masyarakat. Pemerintah dalam hal ini juga memiliki peran yang penting dalam memfasilitasi setiap potensi yang ada pada setiap lulusan sarjana yang kompeten, agar perjuangannya dalam membangun bangsa bisa lebih mudah dan lebih cepat berdampak bagi masyarakat.

Membangun Mindset Kolaboratif Bukan Individualistik

Ilustrasi Kerjasama. Foto : Pixabay
Dalam konteks ini, kreativitas menjadi kunci utama. Dengan mengarahkan energi para sarjana pada penciptaan solusi inovatif untuk tantangan sosial atau ekonomi, seorang sarjana dapat menghasilkan dampak positif yang lebih besar daripada yang dapat dicapai melalui pencarian pekerjaan secara konvensional. Namun agaknya akan terasa berat jika hal tersebut dilakukan sendirian, oleh karena itu dibutuhkan yang namanya Kolaborasi.
Dengan bekal pengalaman berorganisasi baik intra maupun organisasi ekstra selama di kampus, para sarjana telah terbiasa untuk bekerja sama dalam membuat sebuah kegiatan-kegiatan produktif. Sehingga proses itu membawa mereka pada kesadaran akan pentingnya kolaborasi dalam melakukan perubahan yang positif.
ADVERTISEMENT
Kolaborasi antar-sarjana dengan melibatkan berbagai disiplin ilmu, dengan pendekatan lintas disiplin ilmu akan menghasilkan cara pandang yang luas dan beragam, sehingga dapat menciptakan pemikiran-pemikiran dan inovasi-inovasi positif yang tidak hanya memberikan manfaat ekonomis tetapi juga memberdayakan para sarjana tersebut maupun dampaknya pada masyarakat luas.
Pentingnya kolaborasi di atas individualisme juga tidak boleh diabaikan. Dalam menciptakan peluang, dibanding beraksi sendirian, kemampuan untuk bekerja bersama dengan individu dari latar belakang disiplin ilmu yang berbeda dapat membawa perspektif yang lebih luas dan solutif yang lebih beragam. Ini menciptakan lingkungan di mana ide-ide kreatif dan inovatif berkembang dan memberikan dampak yang luas dan signifikan.

Memaksimalkan Potensi dan Kolaborasi Untuk Perubahan dan Kemajuan Masyarakat

Ilustrasi kerjasama. Foto : Pixabay
Sebagai seorang sarjana, daripada hanya fokus hanya mencari pekerjaan, sarjana dapat melakukan kolaborasi dengan sejawat maupun rekan sarjana lintas disiplin ilmu dan melibatkan diri dalam proyek-proyek mandiri kewirausahaan, pengembangan sektor UMKM yang inovatif, melakukan program magang, pelatihan-pelatihan atau kegiatan sukarela yang dapat memperluas wawasan dan memperkuat keterampilan mereka. Ini tidak hanya membantu membangun jaringan yang berharga tetapi juga meningkatkan daya saing mereka di pasar kerja dan dengan sendirinya akan membuka lapangan kerja baru.
ADVERTISEMENT
Dalam menghadapi tantangan dan peluang yang ada, kini saatnya bagi pemuda dan sarjana muda untuk mengubah paradigma dari mencari pekerjaan menjadi menciptakan peluang.
Dengan memanfaatkan kreativitas, pengetahuan, dan kemampuan kolaboratif mereka, mereka dapat menjadi pionir perubahan yang memberikan dampak positif bagi masyarakat dan membentuk masa depan yang lebih baik. Dengan begitu kehadiran sarjana di tengah-tengah masyarakat bukan lagi sebagai beban, melainkan sebagai pembawa perubahan untuk kemajuan dan kemandirian masyarakat.