Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.86.0
Konten dari Pengguna
Euthanasia: Merawat Hingga Akhir Hayat atau Berikan Kematian Yang Bermartabat?
31 Oktober 2024 18:12 WIB
·
waktu baca 8 menitTulisan dari Radita dwi sarifah tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
keyword: palliative care, euthanasia, etik perawat, pp kesehatan, dan nursing
ADVERTISEMENT
Paliatiative care adalah pelayanan yang diberikan untuk memperbaiki kualitas hidup pasien dan keluarga dalam menghadapi kondisi terminal akibat penyakit yang mengancam jiwa dan mengurangi penderitaan melalui tatalaksana secara holistik. Perawatan paliatif sendiri memiliki 9 prinsip pelaksanaan dimana salah satunya adalah tidak mempercepat dan memperlambat kematian (Kemenkes RI, 2023). Prinsip ini sering sekali menjadi pro dan kontra dikalangan masyarakat dari berbagai aspek karena menyangkut hidup atau mati seseorang. Salah satu tata laksana yang menjadi kontroversi adalah bantuan bunuh diri.
ADVERTISEMENT
Lalu apa yang dimaksud dengan bantuan bunuh diri?
Bantuan bunuh diri atau yang kerap sebut dengan euthanasia berasal dari kata “eu” bermakna baik dan “thanatos” bermakna kematian kedua kata ini diambil dari bahasa yunani sehingga jika digabungkan kata euthanisa memiliki arti kematian yang baik (Picón-Jaimes et al., 2022). Euthanasia sederhananya merupakan sebuah tindakan kematian dini yang dilakukan oleh seseorang untuk mengakhiri penderitaan akibat penyakit. Menurut pengertian modern yang dikemukakan oleh Samuel D. Williams, euthanasia diartikan sebagai tindakan disengaja untuk menghilangkan nyawa dengan persetujuan untuk terhindar dari rasa sakit pada kondisi yang tidak memungkinkan untuk sembuh (Picón-Jaimes et al., 2022).
Bagaimana sebenarnya euthanasia ini dilakukan?
Euthanasia dilakukan dengan cara memberikan obat-obatan dosis tinggi berupa analgesik, opioid, pelemas otot dan anestesi dengan harapan pasien yang menerima terapi ini akan mengalami kematian dalam keadaan tidak kesakitan (Picón-Jaimes et al., 2022). Dalam pelaksanaannya ethunasia dibagi menjadi beberapa jenis diantaranya (Flora, 2022):
ADVERTISEMENT
Euthanasia pasif
Tindakan persetujuan penghentian usaha pertolongan medis secara sukarela oleh pasien pada saat keadaan dirinya sudah tidak tahan dengan rasa derita yang dialami contoh tindakan yang dilakukan adalah pelepasan masker oksigen.
Euthanasia aktif
Dilakukan berdasarkan kehendak pasien secara langsung kepada tenaga kesehatan. Hal ini biasanya disebabkan pasien sudah tidak kuat dengan derita yang dirasakannya dan tidak ada lagi keinginan untuk sembuh. Dalam hal ini pasien biasanya meminta untuk sesegera mungkin menghabisi hidupnya.
Euthanasia passive voluntary
Dilakukan tanpa persetujuan pasien dengan syarat pasien sudah tidak mampu lagi mengatakan keinginannya karena penurunan kesadaran dan prognosis penyakitnya buruk sehingga tidak ada harapan untuk sembuhaka petugas medis akan menghentikan pertolongan medis dan membiarkan pasien meninggal.
ADVERTISEMENT
Euthanasia passive non-voluntary
Diberikan tanpa persetujuan pasien dengan memberikan obat-obatan yang mampu mendistres pernapasan dan jantung dengan catatan tidak menimbulkan rasa sakit. Hal ini dilakukan oleh tim medis saat kondisi pasien sudah sangat parah dan dalam kondisi tidak sadarkan diri.
Bagaimanakah euthanasia jika dilihat dari perspektif hukum?
Hukum menganggap euthanasia merupakan tindakan pembunuhan karena hal ini tidak sejalan dengan asas kemanusiaan dimana manusia sejatinya berhak lahir dan mendapatkan penghidupan yang layak. Menurut undang-undang tindakan euthanasia akan dikenai pasal 338, 340,344,dan 359 KUHP (Wibowo, 2021) . Bagi tenaga medis khususnya dokter pemberian tindakan euthanasia pada pasien akan mendapatkan sanksi hukum perdata yaitu pasal 1313, 1314, 1315, dan 1319 KUH (Wibowo, 2021). Tindakan semacam ini justru membuat dilema bagi para tenaga kesehatan. Contohnya saja pada pasien kanker stadium lanjut yang sudah tidak dapat diobati lagi mereka tidak jarang ingin menyerah dengan kondisinya dikarenakan penderitaan luar biasa sehingga meminta dokter untuk memberikan intervensi supaya mempercepat kematiannya.
ADVERTISEMENT
Perkara euthanasia oleh permintaan pasien tersebut sudah dijelaskan dalam KUHP pasal 344 yang menyatakan bahwa “barang siapa menghilangkan jiwa orang lain atas permintaan orang itu sendiri, yang disebutkannya dengan nyata & bersungguh-sungguh dihukum penjara selama-lamanya dua belas tahun” namun jika dalam kasus ini keluarga adalah pihak yang meminta maka pasal 344 tidak mampu diterapkan karena penegakan pasal ini harus diklarifikasi dari orang itu sendiri (Pasien) (Kusumo, 2023). Contohnya dalam kasus ini pasien yang terpasang ventilator setalah sekian lama kemudian keluarga meminta untuk ventilator dilepas dan membiarkan anggota keluarganya mati.
Selain pasal-pasal diatas beberapa pasal lagi yang dapat di berikan jika terjadi tindakan euthanasia anatara lain UUD 1945 pasal 28 A dan 28 I kemudian pasal 356 KUHP, pasal 4, pasal 9, pasal 32, dan pasal 51 dalam UU HAM, selain itu tatalaksana dan pengaturan euthanasia dinaungi oleh kode etik kedokteran indonesia pada tahun 1983 dengan nomor : 444.Men.Kes./SK/X/1983 dan surat edaran IDI No.702/PB/H2/09/2004 mengenai ketidak sesuaian tindakan euthanasia dalam asas pancasila nomor 1 yaitu ketuhanan yang maha esa (Gracia et al., 2022). Maksudnya tuhan adalah kuasa utama yang berhak menentukan hidup dan mati seseorang dan bukanlah manusia sebagai contoh melalui tindakan euthanasia. Hal ini sejalan dengan beberapa literatur yang menyatakan bahwa di agama abrahamik seperti islam dan kristen mengakhiri diri sendiri adalah sesuatu hal yang dilaknat atau dikutuk oleh tuhan (Hasiholan et al., 2023) dan (Puspitaningrum et al., 2023)
ADVERTISEMENT
Namun perlu diketahui hukum ini hanya berlangsung di Indonesia, negara-negara lain seperti Belanda, Oregon Amerika serikat, Australia dan Belgia memiliki pendapat lain dimana mereka mengesahkan tindakan euthanasia sebagai salah satu bentuk pemberian hak mati dan menentukan nasib bagi warga negaranya (Gracia et al., 2022).
Bagaimana euthanasia dalam prinsip kode etik keperawatan?
Seperti yang diketahui kode etik keperawatan terdiri 8 item yang harus dipatuhi oleh perawat diantaranya autonomy, nonmaleficence, beneficence, justice, fidelity, confidentiality,veracity dan accountability (Hijriana, 2023). Pada perawatan paliatif peran perawat adalah melakukan penilaian pengawasan dan pengelolaan pada pasien baik dalam setting layanan rawat jalan, rawat inap maupun perawatan di rumah (Firmana & Anina, 2024). Pada kondisi paliatif sering sekali terjadi dilema etik yang mengharuskan seorang perawat mengambil keputusan. Berdasarkan tujuannya sendiri perawatan paliatif dilakukan untuk meningkatkan kualitas hidup dan merawat hingga akhir kehidupan klien sampai klien meninggal secara bermartabat (Kemenkes RI, 2023). Tindakan euthanasia seperti yang sudah dijelaskan menimbulkan pro dan kontra hingga saat ini bagi perawat dalam menerapkan kode etik keperawatan yang telah ada. Pelaksanaan tindakan euthanasia seringkali membuat perawat harus membuat pilihan antara tetap merawat pasien hingga akhir hayat atau memberikan kematian dini yang bermartabat. Dalam intervensi euthanasia perawat secara eksplisit tidak disebutkan perannya akan tetapi perawat berperan menjadi narahubung antara pasien, keluarga, dan interprofesional lain (Busquets-Surribas, 2021). Perawat harus memastikan pasien menggunakan hak otonomi mereka dalam membuat keputusan terkait tindakan euthanasia ini (Busquets-Surribas, 2021). Dalam hal ini perawat juga harus menjadi advokat bagi pasien melindungi segenap martabat pasien dengan menerapkan kejujuran dan kesetiaan pada masa awal dimana pasien harus mengambil keputusan tindakan ini (Bellon et al., 2022). Meskipun tindakan euthanasia ini menyalahi salah satu kode etik perawat yaitu tidak membayakan pasien namun dalam hal ini jika keputusan euthanasia sudah di buat oleh pasien maka perawat harus mendampingi pasien maupun keluarga untuk melewatinya (Bellon et al., 2022).
ADVERTISEMENT
sebagai perawat tentunya sulit sekali untuk menentukan pilihan terlebih lagi jika masalah ini menyangkut mengenai etik keperawatan. Perawat memang bertugas melindungi dan merawat pasien hingga akhir hayat akan tetapi jika dalam kasus ini pasien ingin meti lebih cepat akibat derita tak tertahankan dengan euthanasia perawat harus tetap mendampingi. Meskipun di Indonesia sendiri tidak seperti negara lain yang sudah melegalkan tindaka euthanasia ini. Kembali lagi kita sebagai warga negara dan perawat yang bekerja untuk negara memang pada dasarnya harus mengutamakan keselamatan dan otonomi pasien kita hingga tujuan keperawatan paliatif tercapai yaitu meningkatkan kualitas hidup pasien terminal. Akan tetapi, kita juga harus memperhatikan sisi legal terlebih dahulu daripada etik karena perawat sebagai warga negara juga hidup dibawah payung hukum.
ADVERTISEMENT
Kesimpulan
Euthanasia adalah tindakan untuk memberikan kematian dini dengan tujuan memberikan kematian yang bermartabat bagi mereka yang menderita berat. Tidak semua negara dan agama menerima tindakan euthanasia ini karena hal ini melanggar hak asasi manusia namuan sebagian lainnya setuju bahwa tindakan ini menerapkan hak manusia dalam mengambil keputusan. Perawat paliatif dalam pelaksanaan tindakan ini banyak memegang peranan penting terutama menerapkan etik keperawatan meskipun masih terdapat hal pro dan kontra di dalamnya.
Dapus
Bellon, F., Mateos, J. T., Pastells-Peiró, R., Espigares-Tribó, G., Gea-Sánchez, M., & Rubinat-Arnaldo, E. (2022). The role of nurses in euthanasia: A scoping review. International Journal of Nursing Studies, 134. https://doi.org/10.1016/j.ijnurstu.2022.104286
Busquets-Surribas, M. (2021). The ethical relevance of nursing care in euthanasia and assisted suicide. Enfermería Clínica (English Edition), 31(5), 266–267. https://doi.org/10.1016/j.enfcle.2021.08.001
ADVERTISEMENT
Firmana, D., & Anina, H. N. (2024). Perawatan Paliatif Pada Pasien Kanker (Suryati (ed.)). Salemba Medika. https://books.google.co.id/books?id=Sf4WEQAAQBAJ&lpg=PP1&ots=V1y0b3EzFb&dq=paliatif%2C perawat&lr&pg=PA118#v=onepage&q=paliatif%2C perawat&f=false
Flora, H. S. (2022). Jurnal hukum kesehatan indonesia. Jurnal Hukum Kesehatan Indonesia, 01(01), 1–10.
Gracia, G., Ramadhan, D. A., & Matheus, J. (2022). Implementasi Konsep Euthanasia: Supremasi Hak Asasi Manusia dan Progresivitas Hukum di Indonesia. Ikatan Penulis Mahasiswa Hukum Indonesia Law Journal, 2(1), 1–24. https://doi.org/10.15294/ipmhi.v2i1.53730
Hasiholan, A. M., Pradipta, D. A., Butar-butar, Y., Baene, A. E., & Manurung, D. (2023). Mengajarkan Nilai Kehidupan Dalam Konteks Eutanasia: Perspektif Etika Kristen Untuk Siswa/I Rohkris Sman 74 Jakarta. Pneumata: Jurnal Pengabdian Kepada Masyarakat, 5(2), 86–93.
Hijriana, I. (2023). Buku Ajar Etika Keperawatan (Efitra (ed.); 1st ed.). Pt. Sonpedia Publishing Indonesia. https://books.google.co.id/books?id=JYjYEAAAQBAJ&lpg=PA1&ots=2aj8W2ATUr&dq=kode etik keperawatan buku&lr&pg=PA2#v=onepage&q=kode etik keperawatan buku&f=false
ADVERTISEMENT
Kemenkes RI. (2023). Pedoman Penyelenggaraan Pelayanan Paliatif. 4–37.
Kusumo, B. A. & E. A. A.-S. (2023). EUTHANASIA DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM DAN HUKUM YANG BERLAKU DI INDONESIA Bambang Ali Kusumo Fakultas Hukum , Universitas Slamet Riyadi Surakarta Ellectrananda Anugerah Ash-shidiqqi Fakultas Hukum , Universitas Slamet Riyadi Surakarta Abstrak. Jurnal Ilmiah Keagamaan Dan Kemasyarakatan, 17(3), 1908–1915.
Picón-Jaimes, Y. A., Lozada-Martinez, I. D., Orozco-Chinome, J. E., Montaña-Gómez, L. M., Bolaño-Romero, M. P., Moscote-Salazar, L. R., Janjua, T., & Rahman, S. (2022). Euthanasia and assisted suicide: An in-depth review of relevant historical aspects. Annals of Medicine and Surgery, 75(January). https://doi.org/10.1016/j.amsu.2022.103380
Puspitaningrum, I., Safitri, A., Sulistyo, M. H., & Prastiwi, A. (2023). Euthanasia (Suntik Mati) dalam Pandangan Islam. Religion: Jurnal Agama, Sosial, Dan Budaya, 1(5), 504–509.
ADVERTISEMENT
Wibowo, S. (2021). TINJAUAN YURIDIS TERHADAP TINDAKAN EUTHANASIA DALAM PERSPEKTIF INTERKONEKTIF Sigit. 1(2), 139–158.