Pedoman bagi Mahasiswa dan Organisasi yang Baru Mau Terjun ke Dunia Sosial

Raditia Yoke
Student at Department of Sociology, Faculty of Social and Political Science, Sebelas Maret University
Konten dari Pengguna
3 Februari 2021 12:51 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Raditia Yoke tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi hubungan sosial antar manusia yang terbangun dengan baik. Sumber: unsplash.com
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi hubungan sosial antar manusia yang terbangun dengan baik. Sumber: unsplash.com
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Mahasiswa dan organisasinya adalah aspek penting di tengah-tengah elemen masyarakat. Penyatuan keduanya memiliki dampak yang luar biasa. Terbukti gerakan-gerakan mahasiswa, terutama di dunia sosial, mempunyai efek yang dapat dirasakan langsung oleh masyarakat, bahkan kita juga ketika sebelum menjadi mahasiswa dan pengurus organisasi itu sendiri.
ADVERTISEMENT
Hanya saja, tantangan di era sekarang adalah memastikan nilai sosial masih tertanam di hati mahasiswa dan organisasi. Lalu bagaimana supaya kalian dan mungkin kita wahai mahasiswa, mantan mahasiswa, ataupun calon mahasiswa yang sudah atau akan menjadi pengurus organisasi mampu berperan di bidang sosial? Lanjutkan tulisan ini, saya akan bantu menjawabnya.
Pertama, mari saya ajak untuk sedikit mengingat terlebih dahulu, mundur jauh ke belakang, supaya terbentuk kesadaran tentang kenapa perlunya mahasiswa berperan di bidang sosial. Dahulu pernah terdapat satu organisasi pertama di Nusantara, organisasi tersebut bernama Budi Utomo. Nggak asing bukan? Tepat! Kamu pasti pernah belajar tentang itu waktu SD.
Berdirinya Organisasi Budi Utomo yang kala itu masih ditulis dengan ejaan tempo dulu—Boedi Oetomo—adalah organisasi pribumi pertama yang pengurusnya banyak diisi oleh mahasiswa STOVIA. Yang ingin saya garis bawahi adalah organisasi tersebut sangat mengedepankan nilai-nilai sosial seperti pengajaran, pemberian beasiswa, dan mendirikan sekolah.
ADVERTISEMENT
Hal ini dibuktikan dengan usulan-usulan yang diberikan oleh Budi Utomo kepada pemerintah Hindia Belanda saat itu.
Bayangkan, organisasi modern pertama di Nusantara—Indonesia waktu itu masih dalam rancangan—berisi mahasiswa, lalu yang langsung menjadi fokus utama pergerakannya adalah di dunia sosial, spesifik adalah kemanusiaan dan pendidikan.
Ini semakin menguatkan jika peran mahasiswa, sejak tercetusnya organisasi pertama di Nusantara yang bahkan sebelum terbentuknya Indonesia, memiliki tanggung jawab penuh menjaga nilai di ranah sosial. Sehingga, memang sudah menjadi peran mahasiswa untuk masuk ke dunia sosial.
Kedua, bagaimana menentukan fokus di bidang sosial yang sangat luas? Oke, berbicara mengenai fokus di ranah sosial bagi organisasi dan mahasiswa maka dapat diklasifikasikan menjadi dua fokus yaitu pengabdian dan pencerdasan.
ADVERTISEMENT
Dua hal tersebut sangat perlu diperhatikan dalam menjaga idealismenya sebagai seorang mahasiswa. Apalagi dua hal tersebut juga masuk ke dalam Tri Dharma Perguruan Tinggi—pendidikan dan pengajaran; serta pengabdian kepada masyarakat. Pengabdian adalah turun ke lapangan bersama masyarakat guna membantu terciptanya masyarakat yang berdaya.
Pencerdasan adalah bentuk penguatan pola pikir dan wawasan melalui kegiatan-kegiatan seperti sosialisasi, webinar, diskusi, workshop, ngobrol, sebar poster, dan lain-lain.
Ketiga, dengan peran intelektualitasnya menjadikan mahasiswa memang memiliki tanggung jawab untuk mengawal isu-isu sosial yang terjadi di sekitarnya, seperti kebencanaan dan kemiskinan. Mahasiswa harus mampu memahami, menganalisis, dan ikut mencari solusi atas isu sosial yang tengah terjadi.
Tentu bukan sekadar melakukan galang dana, organisasi mahasiswa bukanlah lembaga galang dana. Lebih dari itu, ia harus mampu terjun ke masyarakat, membersamai, dan ikut membukakan jalan.
ADVERTISEMENT
Di era kemajuan teknologi; banyak terbentuknya komunitas baru; dan berbagai macam gerakan seperti saat ini, tentu sangat berbeda kondisinya dengan era Budi Utomo. Maka, yang harus mahasiswa sadari adalah perbedaan strategi misalnya terkait pengabdian dan pencerdasan. Rektor UII Prof. Fathul Wahid, M.Sc., Ph.D pernah menuturkan dalam sambutannya jika, "kolaborasi di era sekarang adalah kunci." (uii.ac.id, 2020)
Keempat, seperti yang dikatakan oleh Prof. Fathul dalam kalimat di atas yaitu kolaborasi. Kalimat tersebut nampaknya sudah cukup untuk menjawab apa yang harus dilakukan oleh mahasiswa dan organisasi era sekarang. Kolaborasi. Segala project yang dicanangkan harus dibungkus dengan nilai dan upaya kolaborasi.
Jika dengan kondisi disrupsi yang ada nggak dibersamai dengan kolaborasi, maka organisasi dan mahasiswa seideal apa pun nggak akan mampu survive menuju goals-nya. Kolaborasi dalam hal pengabdian dan pencerdasan harus menjadi prioritas arah dan sebagai fondasi suatu program yang ingin dijalankan.
ADVERTISEMENT
Terakhir, sosial sepantasnya dijadikan mahasiswa sebagai prinsip dan fondasi, bukan objek pencapaian. Apa maksudnya? Jika sosial hanya sekadar dijadikan sebagai target pencapaian dirinya dan organisasi, maka enggak akan tercipta sustainable-organization, program dan kegiatannya hanya akan berjalan secara formalitas belaka dan sekadar menggugurkan kewajiban.
Jika terjadi pergantian generasi dan perubahan kondisi yang cepat, maka ia nggak akan mampu bertahan dan beradaptasi. Maka dari itu, sosial harus merasuk ke dalam jiwa mahasiswa dan organisasi; menjadi value atas gerakan yang akan dibangun; dan menjadi penilaian pertama atas performa suatu gerakan.
Terakhir sebelum tulisan ini ditutup. Bagi mahasiswa dan siapa pun kalian yang membaca tulisan ini, biar enggak dikira sok pinter, ketika memutuskan untuk masuk ke dalam ranah sosial, terutama pengabdian, enggak seharusnya memposisikan diri kalian sebagai pemimpin apalagi advisor—penasehat di tengah-tengah masyarakat, tapi membersamai masyarakat dengan ikut membukakan jalan solusi bersama-sama.
ADVERTISEMENT