Konten dari Pengguna

Mematahkan Stigma: Peran Sejati Guru BK di Era Modern

Rafa Faza Kanaya
Mahasiswi Bimbingan dan Konseling Universitas Sebelas Maret
30 Oktober 2024 17:54 WIB
·
waktu baca 6 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Rafa Faza Kanaya tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi Konseling. Photo by cottonbro studio from Pexels:https://www.pexels.com/photo/person-in-black-pants-and-black-shoes-sitting-on-brown-wooden-chair-4101143/
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi Konseling. Photo by cottonbro studio from Pexels:https://www.pexels.com/photo/person-in-black-pants-and-black-shoes-sitting-on-brown-wooden-chair-4101143/
ADVERTISEMENT
Terdapat stigma di masyarakat kita bahwa ketika seorang peserta didik dipanggil oleh guru BK biasanya ia akan menjadi pusat perhatian banyak orang, seolah-olah mereka telah melakukan kesalahan yang fatal. Fenomena ini bukanlah hal baru dalam dunia pendidikan Indonesia, di mana Guru Bimbingan Konseling (BK) masih kerap dianggap sebagai sosok "polisi sekolah" yang sangat ditakuti.
ADVERTISEMENT
Persepsi ini sangat bertolak belakang dengan tugas pokok guru BK yang tertuang dalam Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 111 Tahun 2014. Dalam regulasi tersebut dijelaskan bahwa guru BK berperan sebagai pendamping yang membantu peserta didik mencapai perkembangan optimal dalam aspek pribadi, sosial, belajar, dan karir. Lebih dari sekadar menangani siswa bermasalah, guru BK seharusnya menjadi mitra terpercaya yang memfasilitasi pengembangan potensi setiap siswa.
Menurut saya, stigma negatif yang melekat pada profesi guru BK telah menciptakan hambatan yang signifikan dalam pelaksanaan layanan bimbingan konseling yang efektif. Ketika siswa memandang guru BK sebagai sosok yang menakutkan, mereka akan cenderung menghindari konsultasi, bahkan ketika seharusnya mereka mendapatkan bantuan profesional. Akibatnya, berbagai permasalahan peserta didik, mulai dari kesulitan akademis hingga masalah psikososial, tidak mendapat penanganan yang tepat dan komprehensif.
ADVERTISEMENT
Di era modern yang penuh tantangan ini,mulai dari tekanan akademis, pergaulan di media sosial, hingga persiapan karier di era digital, siswa membutuhkan bimbingan profesional yang tidak dapat diperoleh hanya dari guru mata pelajaran. Oleh karena itu, transformasi peran dan persepsi terhadap guru BK harus dilakukan. Sekolah tidak bisa lagi mempertahankan paradigma lama yang menempatkan guru BK sekadar sebagai penegak disiplin. Diperlukan perubahan untuk mengoptimalkan peran guru BK sebagai pendamping profesional dalam pengembangan potensi peserta didik.
Saya percaya bahwa stigma negatif yang melekat pada guru BK tidak muncul begitu saja. Sejarah perkembangan Bimbingan dan Konseling di Indonesia menunjukkan bahwa pada zaman dahulu BK lebih berfokus pada pendekatan disipliner. Dimana guru BK saat itu lebih banyak menangani siswa bermasalah, sehingga menciptakan kesan bahwa ruang BK adalah 'ruang hukuman' bagi para pelanggar aturan sekolah.
ADVERTISEMENT
Kondisi ini diperparah oleh berbagai praktik menyimpang yang masih terjadi hingga saat ini. Beberapa di antaranya adalah penempatan guru mata pelajaran sebagai guru BK tanpa latar belakang pendidikan yang sesuai. Kepala Bidang Administrasi Kepegawaian Badan Kepegawaian Daerah (BKD) Kota Semarang Mahmudi, mengungkapkan temuan yang memprihatinkan di lapangan. "Guru elektro, guru bahasa, dan guru lainnya yang bukan dari bidang BK pun menjadi guru BK. Ini juga menjadi tantangan sekaligus akan menjadi usulan bersama supaya pengadaan guru BK ke depan lebih selektif lagi," jelasnya. Akibat praktik ini, pendekatan yang dilakukan seringkali tidak sesuai dengan prinsip konseling.
Praktik menyimpang lainnya termasuk penggunaan guru BK sebagai 'eksekutor hukuman' oleh pihak sekolah, minimnya pengetahuan tentang pentingnya program layanan BK yang terencana, serta ketiadaan jam BK dalam kurikulum yang menyebabkan interaksi dengan siswa menjadi sangat terbatas. Ditambah lagi dengan adanya oknum guru BK yang terkadang menunjukkan sikap otoriter dan kurang empati dalam menangani siswa.
ADVERTISEMENT
Pelaksanaan Bimbingan dan Konseling di Indonesia memiliki landasan hukum yang kuat yaitu Permendikbud Nomor 111 Tahun 2014 tentang Bimbingan dan Konseling pada Pendidikan Dasar dan Pendidikan Menengah. Regulasi ini menyatakan bahwa Bimbingan dan Konseling merupakan upaya sistematis, objektif, logis, dan berkelanjutan yang dilakukan oleh konselor atau guru BK untuk memfasilitasi perkembangan peserta didik untuk mencapai kemandirian. Pemerintah menetapkan standar kualifikasi akademik minimal Sarjana Pendidikan (S-1) bidang Bimbingan dan Konseling atau lulusan Pendidikan Profesi Konselor (PPK) dan telah lulus pendidikan profesi Guru Bimbingan dan Konseling, yang dilengkapi dengan empat kompetensi utama: pedagogik, kepribadian, sosial, dan profesional.
Berbeda dengan guru mata pelajaran yang fokus pada pencapaian kompetensi akademik melalui pembelajaran di kelas, guru BK memiliki peran yang lebih kompleks dalam pengembangan pribadi siswa secara menyeluruh. Hal ini tercermin dari beban kerja guru BK yang diatur dalam bentuk layanan BK selama 24 jam per minggu, dengan rasio ideal satu guru BK untuk 150 siswa. Pengaturan ini memungkinkan guru BK memberikan perhatian yang lebih personal kepada setiap siswa yang menjadi tanggung jawabnya.
ADVERTISEMENT
Dalam implementasinya, peran ideal guru BK terwujud melalui berbagai layanan Bimbingan dan Konseling komprehensif. Layanan peminatan dan perencanaan individual menjadi salah satu fokus utama, di mana guru BK membantu siswa memahami potensi diri dan merencanakan masa depan mereka melalui asesmen yang terstruktur. Proses ini tidak hanya berhenti pada pemahaman diri, tetapi berlanjut pada pendampingan aktif dalam pengambilan keputusan studi lanjut dan perencanaan karir.
Photo by Ketut Subiyanto: https://www.pexels.com/photo/a-woman-writing-on-glass-4623501/
Bimbingan klasikal dan kelompok yang merupakan contoh layanan dasar menjadi wadah pengembangan keterampilan sosial dan karakter peserta didik. Melalui program-program yang terstruktur, guru BK memfasilitasi pengembangan resiliensi, keterampilan belajar efektif, dan pencegahan dari perilaku yang menyimpang. Sementara itu, layanan konseling individual yang merupakan contoh layanan responsif memberikan ruang privat bagi peserta didik untuk mengeksplorasi masalah pribadi mereka, mengelola emosi, dan mengembangkan konsep diri yang positif.
ADVERTISEMENT
Yang tidak kalah penting adalah peran guru BK dalam membangun kolaborasi dengan berbagai stakeholder yang bertujuan untuk mendapatkan dukungan sistem dalam pelaksanaan Bimbingan dan Konseling. Contohnya adalah komunikasi intensif dengan orang tua, koordinasi dengan guru mata pelajaran, serta kerja sama dengan pihak eksternal seperti psikolog dan lembaga pendidikan tinggi menjadi kunci keberhasilan program BK. Kolaborasi ini memastikan bahwa setiap siswa mendapat dukungan komprehensif dalam pengembangan dirinya.
Keberhasilan implementasi peran ideal ini tentu membutuhkan dukungan sistem yang memadai, mulai dari pengembangan kompetensi berkelanjutan hingga evaluasi program yang terukur. Supervisi berkala dan dokumentasi yang sistematis menjadi sesuatu yang sangat penting untuk memastikan kualitas layanan tetap terjaga. Dengan demikian, guru BK dapat benar-benar menjadi mitra strategis dalam mengoptimalkan potensi setiap siswa sesuai dengan amanat regulasi yang ada.
ADVERTISEMENT
Menurut saya pengoptimalan peran guru BK membutuhkan langkah strategis yang terencana dan berkelanjutan. Dimana dukungan sistem berupa program pengembangan kompetensi menjadi kunci utama dalam upaya ini. Setiap guru BK perlu terus memperbarui pengetahuan dan keterampilannya melalui pelatihan profesional, seminar, dan studi lanjut. Hal ini tidak hanya mencakup kompetensi dasar konseling, tetapi juga pemahaman tentang perkembangan terkini dalam dunia pendidikan, teknologi, dan dinamika sosial yang memengaruhi kehidupan peserta didik.
Sistem evaluasi layanan yang terukur juga perlu diterapkan secara konsisten. Sekolah dapat mengembangkan instrumen penilaian yang komprehensif untuk mengukur efektivitas pelaksanaan program BK. Evaluasi ini tidak hanya berfokus pada kuantitas layanan, tetapi juga pada dampak nyata dari Bimbingan dan Konseling terhadap perkembangan peserta didik. Kritik maupun saran dari peserta didik, orang tua, dan guru menjadi masukan berharga untuk perbaikan berkelanjutan.
ADVERTISEMENT
Saya percaya bahwa dengan komitmen bersama dan langkah yang terencana dari semua pihak terkait, stigma 'polisi sekolah' akan tergantikan oleh citra guru BK sebagai pihak terpercaya dalam perjalanan pendidikan setiap peserta didik. Perubahan ini bukan hanya tentang mengubah persepsi, tetapi lebih dari itu, adalah tentang menciptakan lingkungan pendidikan yang lebih mendukung dan memahami peran Bimbingan dan Konseling dalam pembentukan generasi masa depan yang tangguh dan berkualitas.
Disusun oleh: Rafa Faza Kanaya dan Prof. Dr. Andayani, M.Pd.