Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.103.0
Konten dari Pengguna
Demokratisasi Rusia: Mengapa Demokrasi di Rusia Sulit untuk Dicapai?
11 Desember 2022 16:47 WIB
Tulisan dari raffaandriahidayat tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Rusia merupakan negara pecahan Uni Soviet yang memiliki pengaruh besar dalam dinamika politik internasional. Sebelum pecah, Uni Soviet merupakan negara komunis terbesar yang membuat dunia terbelah menjadi dua kutub. Sebagai negara pecahan Uni Soviet terbesar, tak dipungkiri bahwa hingga kini Rusia memiliki perilaku politik yang mirip dengan Uni Soviet
ADVERTISEMENT
Negara-negara pecahan Uni Soviet lainnya telah menyesuaikan diri dan melakukan revolusi politk. Namun sudah tiga puluh tahun lebih sejak bubarnya Uni Soviet masyarakat Rusia masih belum dapat menjadi pengaruh politik yang kuat di negara tersebut. Hal tersebut menunjukkan bahwa perilaku politik Rusia merupakan warisan dari Uni Soviet.
Demokratisasi Rusia diawali dengan kebijakan Presiden Uni Soviet, Mikhail Gorbachev, pada tahun 1987 yang berujung pada bubarnya Uni Soviet. Kebijakan tersebut tidak dimaksudkan untuk membuat Rusia menjadi negara demokratis tetapi memicu terjadinya perubahan rezim. Kebijakan tersebut merupakan ambisi Gorbachev sebagai upaya untuk memperbaiki perekonomian Uni Soviet yang stagnan. Kebijakan tersebut dikenal dengan istilah Perestroika yang artinya membangun kembali.
Dalam upaya memperbaiki perekonomian, kebijakan Perestroika bertujuan untuk meningkatkan otonomi perusahaan di Uni Soviet. Namun, elit Partai Komunis bertolak belakang dengan desentralisasi tersebut sebab dianggap dapat mrngurangi kekuasaan mereka. Gorbachev merasa bahwa Ia harus lebih bersandar pada negara dibanding partainya supaya dapat melawan sistem partainya sendiri. Lalu Gorbachev mensiasati tekanan dengan mereformasi Perestroika dengan Glastnost.
ADVERTISEMENT
Kebijakan Glasnost mengedepankan keterbukaan yang memberikan kebebasan berekspresi dalam media massa, literatur dan seni. Kebijakan ini membuat banyak publikasi tentang Uni Soviet mengenai masalah ekonomi, sosial dan politik yang sebelumnya dikecam pemerintah. Glasnost telah meningkatkan partisipasi masyarakat dalam politik Uni Soviet dan membuat tekanan terhadap Partai Komunis.
Liberalisasi tersebut membuat Uni Soviet bubar menjadi beberapa negara Eropa Timur. Hal tersebut dikarenakan Perestroika dan Glasnost melahirkan sistem kapitalisme baru di Uni Soviet dan memunculkan oposisi terhadap Partai Komunis seperti Partai Demokrat Rusia pada tahun 1988. Melalui Yeltsin, Partai Demokrat menganjurkan referendum untuk kedaulatan Rusia.
Kepemimpinan negara Rusia kemudian dilanjutkan oleh Boris Yeltsin yang memainkan peran besar dalam bubarnya Uni Soviet. Yeltsin berhasil membuat masyarakat lebih bebas dan terbuka dengan membawa demokrasi melakukan reformasi terhadap perdagangan bebas di Rusia. Ia menghilangkan sebagian besar kontrol harga, memprivatisasi sejumlah besar aset negara, mengizinkan kepemilikan properti pribadi dan menganut prinsip pasar bebas. Selain itu, ia juga membubarkan parlemen yang didominasi komunis.
ADVERTISEMENT
Jatuhnya Partai Komunis Rusia memunculkan harapan akan lahirnya demokrasi baru di Rusia. Namun demokrasi liberal yang dibawa Yeltsin membuat Rusia menjadi berantakan dengan korupsi yang semakin banyak dan depresi ekonomi selama satu dekade.
Sebagai pewaris kursi Uni Soviet, Rusia masih membawa sistem otoriter Uni Soviet hingga saat ini. Salah satu alasan gagalnya demokrasi di Rusia adalah Vladimir Putin.
Kepemimpinan Boris Yeltsin dilanjutkan oleh Putin yang mendapatkan banyak dukungan karena berjanji akan meneruskan kebijakan Yeltsin yang gagal dicapai. Korupsi dan janji palsu pada pemerintahan Yeltsin merusak kepercayaan banyak orang Rusia pada demokrasi dan liberalisme.
Putin memanfaatkan kekacauan tersebut dengan berjanji untuk menciptakan stabilitas ekonomi dan memberantas korupsi. Namun Putin meresentralisasi otoritas, melenyapkan oposisi dan membatasi perbedaan pendapat pada masyarakat dan media massa untuk memastikan bahwa kebijakannya diikuti. Putin telah memperketat kontrol atas badan legislatif dan pemilu serta menghapus hampir semua persaingan dari dalam sistem kekuasaan.
ADVERTISEMENT
Putin juga menganggap pecahnya Uni Soviet merupakan malapetaka geopolitik dan ia memiliki ambisi untuk membalikkan keruntuhan tersebut. Putin tidak berorientasi pada ideologi komunis dan tidak memerintah seperti komunis tetapi Putin ingin melindungi kekuasaannya serta memperluas jangkauan global atau hegemoni Rusia yang akan meningkatkan dukungan untuknya di dalam negeri. Maka dari itu Putin sering melakukan tindakan yang agresif untuk menjaga kedaulatan negaranya.
Selain itu, faktor kegagalan demokrasi di Rusia adalah kebudayaan Rusia yang tidak terlahir dari demokrasi. Negara ini didirikan sebagai monarki dan terlahir kembali sebagai negara komunis. Ini bukan karena masyarakat Rusia membenci kebebasan dan transparansi tetapi hanyalah produk dari budaya mereka. Rusia selalu dipimpin oleh orang yang kuat, seperti Peter the Great dan Joseph Stalin. Oleh karena itu, kepemimpinan Putin yang otoriter dianggap hal yang wajar.
ADVERTISEMENT
Berkaitan dengan kepercayaan masyarakat, masyarakat Rusia juga tidak menginginkan demokrasi. Masyarakat Rusia percaya bahwa rasa aman akan dicapai apabila kekuasaan hanya dipegang oleh segelintir orang bukan masyarakat. Hal tersebut dikarenakan kebebasan akibat dari demokrasi akan menghasilkan banyak pendapat yang berujung pada konflik kepentingan dan ketidakstabilan.
Demokrasi adalah hasil dari keinginan masyarakat akan transparansi, akuntabilitas dan keterlibatan dalam pemerintahan mereka. Masyarakat Rusia tidak menempatkan hal-hal ini di urutan teratas dalam daftar prioritas mereka. Masyarakat Rusia tidak mengidentifikasi kebebasan sebagai prioritas utama dalam kepemimpinan mereka.
Kepemimpinan Putin membuat demokrasi di Rusia semakin terkikis. Walaupun tidak secara mutlak, sistem kepemimpinan Rusia pada masa ini menjadi otokrasi. Sistem pemerintahan Rusia juga banyak disebut sebagai system hybrid yang sebagian demokrasi dan sebagian otoriter. Hal tersebut ditunjukkan oleh minimnya oposisi terhadap Putin dan memerintah dengan cara represi dan agresif.
ADVERTISEMENT
Banyak yang percaya bahwa personifikasi Rusia adalah Putin karena rezimnya berhubungan erat dengan ambisi dan kepribadiannya atau yang dikenal dengan Putinisme.
Di sisi lain, catatan demokratisasi dan dampak buruknya terhadap Rusia, seperti korupsi, membuat masyarakat Rusia kehilangan kepercayaan terhadap demokrasi. Masyarakat Rusia juga dibentuk dari sistem pemerintahan yang pemimpinnya memiliki kekuasaan penuh untuk mengatur negaranya. Hal tersebut menunjukkan demokrasi bukan keinginan masyarakat Rusia, melainkan keinginan Barat.
Sumber:
https://www.wilsoncenter.org/event/challenges-building-russian-democracy
https://fsi.stanford.edu/news/pushing-back-putin-fight-democracy-within-russia
https://www.journalofdemocracy.org/articles/russias-road-to-autocracy/
https://www.history.com/topics/russia/boris-yeltsin
https://www.thenation.com/article/archive/yeltsin-father-democracy/
https://www.politico.eu/article/boris-yeltsin-the-flawed-hero-who-gave-democracy-to-russia/
https://www.e-ir.info/2013/12/23/russia-the-democracy-that-never-was/
https://foreignpolicy.com/2022/10/30/russia-democracy-putin-soviet-union-cold-war/
https://www.lai.lv/viedokli/why-democratisation-in-russia-is-so-difficult-to-achieve-424
https://projekter.aau.dk/projekter/files/16456331/Democratisation_of_Russia.pdf
https://www.sciencedirect.com/science/article/pii/S1879366510000345