Gelang Coldplay: Cerminan Budaya Hukum Masyarakat Indonesia

Muhammad Rafi Darajati
Akademisi Fakultas Hukum Universitas Tanjungpura
Konten dari Pengguna
23 November 2023 14:11 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Muhammad Rafi Darajati tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Penggemar grup musik asal Inggris, Coldplay mulai memadati area Gelora bung Karno, Senayan, Jakarta, Rabu (15/11). Foto: Aditia Noviansyah/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Penggemar grup musik asal Inggris, Coldplay mulai memadati area Gelora bung Karno, Senayan, Jakarta, Rabu (15/11). Foto: Aditia Noviansyah/kumparan
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Pada era pasca pandemi Covid-19, masyarakat telah memasuki masa kenormalan baru, termasuk di industri musik. Telah banyak artis, musisi, serta band mancanegara yang menyelenggarakan konser di Indonesia. Antusias pun juga terlihat dari masyarakat, indikatornya adalah masa penjualan tiket yang kilat untuk dinyatakan sold out atau terjual habis.
ADVERTISEMENT
Fenomena ini juga terjadi pada konser Coldplay 'Music of the Spheres World Tour' Jakarta yang berjalan di beberapa waktu yang lalu. Total tiket yang terjual habis untuk menonton langsung aksi band dari Inggris ini sebanyak sekitar 80.000 tiket.
Salah satu ciri khas konser Coldplay adalah gelang Xyloband yang dipinjamkan pada semua penonton selama konser berlangsung. Gelang yang dapat didaur ulang ini menyala sesuai dengan lagu yang akan dinyanyikan di panggung. Setelah selesai, gelang ini harus dikembalikan agar bisa digunakan lagi oleh para penonton di kota lain.
Keberadaan gelang ini menjadi fenomena, khususnya di kalangan warganet. Total pengembalian gelang xyloband pada konser Coldplay di Jakarta dikonfirmasi berjumlah 77%, atau sekitar 61,6 ribu dari 80 ribu penonton.
ADVERTISEMENT
Bahkan sebelumnya, warganet dihebohkan oleh kabar yang menyebut bahwa gelang Xyloband yang dikembalikan kepada Coldplay setelah konser di Jakarta hanya 52%. Rumor itu menguat setelah sejumlah penonton memamerkan gelang Xyloband yang dibawa pulang.
Hal ini kemudian menjadi sorotan publik, sebab Jakarta dianggap jadi kota yang paling sedikit mengembalikan xyloband. Apabila dibandingkan di kota lainnya, Tokyo dan Copenhagen masih memimpin dengan persentase masing-masing 97% dan 96%. Data tersebut didapatkan dari informasi yang ditampilkan pihak promotor dan manajemen di layar panggung, sebelum Coldplay memulai aksinya di Jakarta.
Fenomena ini menarik untuk diulas menggunakan sudut pandang budaya hukum suatu masyarakat. Budaya hukum secara sederhana merupakan bagian dari teori sistem hukum yang dipopulerkan oleh Friedman, di mana hukum sebagai sebuah sistem, memiliki tiga unsur yang saling mempengaruhi satu sama lain, yaitu: struktur hukum, substansi hukum, dan budaya hukum.
ADVERTISEMENT
Sebagai suatu sistem, bagian-bagian yang merupakan komponen saling berhubungan maka saling mengalami ketergantungan dalam keutuhan organisasi yang teratur serta terintegrasi. Sebaik apa pun penataan struktur hukum untuk menjalankan aturan hukum yang ditetapkan dan sebaik apa pun kualitas substansi hukum yang dibuat tanpa didukung budaya hukum oleh orang-orang yang terlibat dalam sistem dan masyarakat maka hukum tidak akan berjalan secara efektif. Persoalan mendasar di Indonesia adalah budaya hukum yang belum berjalan dengan baik.
Budaya hukum erat kaitanya dengan kesadaran hukum masyarakat. Semakin tinggi kesadaran hukum masyarakat maka akan tercipta budaya hukum yang baik dan dapat mengubah pola pikir masyarakat mengenai hukum selama ini. Secara sederhana, tingkat kepatuhan masyarakat terhadap hukum merupakan salah satu indikator berfungsinya hukum begitupun sebaliknya, apabila kepatuhan masyarakat terhadap hukum menurun atau apatis maka hukum tidak berfungsi.
ADVERTISEMENT
Perilaku atau budaya merupakan suatu konsepsi yang timbul akibat interaksi antara hukum dan masyarakat yang memunculkan suatu paradigma, dalam konteks ini hukumlah yang membentuk masyarakat tersebut. Dalam analisa ini, hukum tidak saja mengacu pada peraturan tertulis dari pemerintah, tetapi juga menyangkut peraturan tidak tertulis yang hidup di tengah masyarakat.
Memang tidak terdapat pelanggaran pidana dari tidak mengembalikan gelang tersebut, akan tetapi hal ini lebih dari sekadar hukum normatif, melain sudah masuk ke dalam tataran moralitas yang mencerminkan peradaban masyarakat. Kita perlu bercermin bersama kepada masyarakat Jepang yang dengan kesadaran penuh dan jujur untuk mengembalikan gelang xyloband.
Sebagaimana diketahui bersama, bahwa Jepang merupakan negara maju dan juga negara yang menganut hukum modern, administrasi dan birokrasi yang rapi dan tertata. Jepang adalah negara dengan budaya disiplin yang sangat tinggi dan memandang hukum dan keadilan dari kacamata hati. Itulah mengapa ketaatan mereka terhadap hukum lahir dari kesadaran hati nurani bukan karena paksaan eksternal.
ADVERTISEMENT
Ubi societas ibi ius, itulah pernyataan Cicero yang dikemukakannya pada satu abad sebelum masehi. Adagium ini memberikan arti: tiada masyarakat tanpa hukum dan sebaliknya dengan kata lain tiada hukum tanpa masyarakat. Hukum diciptakan masyarakat untuk mengatur kehidupan masyarakat dalam rangka menciptakan tatanan dalam masyarakat yang beradab.
Demikianlah sesuatu yang acap terjadi di dalam masyarakat, dan masih banyak realitas lainnya yang membuktikan, bahwa yang sangat buruk dan perlu diperbaiki adalah justru budaya hukum Indonesia. Kita memang mempunyai budaya sendiri sebagai bangsa, tetapi tidak salahkah kalau dalam soal budaya berhukum kita meniru Jepang. Sikap kejujuran itu sangat diperlukan dan harus dimiliki setiap orang di negeri ini, baik orang tua maupun anak-anak, demi meningkatkan mutu kehidupan di Indonesia.
ADVERTISEMENT