Mampukah Negara Mengatasi Terorisme?

Muhammad Rafi Darajati
Akademisi Fakultas Hukum Universitas Tanjungpura
Konten dari Pengguna
11 April 2021 15:33 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Muhammad Rafi Darajati tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi Teroris Foto: Flickr / malatyahaber44
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi Teroris Foto: Flickr / malatyahaber44
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Aksi terorisme masih sering terjadi di sejumlah negara, termasuk Indonesia. Para pelaku teror ini beragam jenisnya, mulai dari individu-individu yang berhaluan ideologi kanan ekstrem, kemudian kelompok bersenjata yang berhaluan kiri, hingga organisasi yang berideologi agama. Belum usai duka yang ditimbulkan serangan bom bunuh diri di Gereja Katedral Makassar Minggu (28/3) lalu, hari Rabu (31/3) seorang perempuan seorang diri menyerang Markas Besar Polri di Jakarta.
ADVERTISEMENT
Lantas, bagaimana kita membaca serangan teror yang beruntun belakangan?
Terorisme sebagai sebuah kejahatan memiliki ciri khas. Pertama adalah depersonalisasi korban, yakni dalam tindak pidana terorisme siapa korbannya tidak menjadi persoalan yang begitu penting. Terorisme dalam menyerang atau memilih korban dilakukan secara acak. Kedua, terorisme sebagai sebuah kejahatan internasional harus terkait dengan konflik bersenjata internasional atau wilayah yang dijadikan aksi mereka tidak terbatas hanya kepada salah satu wilayah tertentu.
Terorisme merupakan sebuah kejahatan internasional yang diakui oleh hukum kebiasaan internasional sehingga tidak semata kewajiban yang hadir dari hukum, tapi juga kewajiban yang diakibatkan oleh kebiasaan, karena saat ini terbukti terorisme merupakan hostis humanis generis (musuh umat manusia). Dalam tataran teori, kejahatan terorisme internasional memiliki tiga karakter, yaitu pertama, tindakan tersebut haruslah merupakan kejahatan yang dikenal di hampir semua negara di dunia.
ADVERTISEMENT
Kedua, perbuatan ditujukan untuk menghasilkan atau menyebarkan teror. Terakhir, perbuatan tersebut haruslah bermotif politik, keagamaan, ideologi, atau tidak bertujuan demi keuntungan pribadi.
Pasca peristiwa 9/11, terorisme kerap diasosiasikan dengan bom, pembunuhan, dan umat Islam. Menurut hemat penulis, dalam dunia yang sudah memasuki era globalisasi sehingga mengakibatkan batas-batas wilayah negara semakin “kabur”, terorisme saat ini sudah menjadi masalah transnasional.
Aksi teror yang terjadi di Indonesia sebagai contoh, boleh jadi yang mengajarkan dan memberi inspirasi bagi para pelaku teror tersebut adalah bukan orang Indonesia itu sendiri.
Sebuah negara tidak bisa sendiri menyelesaikan masalah terorisme dan radikalisme. butuh koordinasi yang holistik dan baik bagi antar negara untuk memastikan bahwa akar permasalahan dari perbuatan terorisme ini hilang. Pada prinsipnya, negara-negara di sebagai suatu masyarakat internasional sepakat menempatkan aksi terorisme sebagai ancaman terhadap perdamaian dan keamanan internasional.
ADVERTISEMENT
Sekalipun negara beserta alat kelengkapannya memberantas basis markas terorisme akan tetapi bukan akar/ideologi/pemikirannya yang diberantas, maka tindakan terorisme tidak akan selesai. Hampir dapat dipastikan akan ada selalu orang yang menggantikan teroris tersebut.
Untuk itu, pemahaman terhadap motif para pelaku teror sangat diperlukan guna merumuskan berbagai kebijakan pencegahan dan penanggulangannya di masa yang akan datang.
Dalam hal ini negara jangan hanya mencari pelaku teror untuk diamankan, karena yang penting dilakukan adalah mengerti motivasi mereka melakukan perbuatan teror. Apabila sudah mengerti motivasi mereka di dalam melakukan teror, maka negara akan bisa lebih cerdas dalam mematahkan apa yang mereka rencanakan.
Terorisme sebetulnya harus dilihat sebagai “upaya”, bukan sebagai “tujuan”. Organisasi apa pun itu dapat saja menggunakan “upaya” tersebut sebagai strategi perjuangan mereka. Sehingga apabila memandang peristiwa terorisme, maka tidak hanya saja dalam kacamata agama, melainkan “politik” sebagai tujuan utama mereka. Mereka ingin memaksakan pandangan mereka terhadap kelompok yang lebih besar, dalam hal ini negara.
ADVERTISEMENT
Oleh karena itu, negara dituntut harus lebih cepat dan bernas dalam menguak sekaligus menindak tegas jejaring yang terkait dengan pelaku teror. Instrumen hukum harus sungguh-sungguh melindungi hak warga negaranya. Semua langkah itu sesungguhnya bermuara pada satu hal, bahwa pengelola negeri ini tidak boleh sekali pun mengendurkan kewaspadaan terhadap ancaman terorisme.