Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Konten dari Pengguna
Menjaga Hak Berdaulat di Laut Natuna Utara
22 September 2021 16:16 WIB
·
waktu baca 4 menitTulisan dari Muhammad Rafi Darajati tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Beberapa hari terakhir, ramai pembicaraan terkait banyaknya kapal perang asing yang memasuki perairan Indonesia khususnya di sekitar kawasan Laut Natuna Utara (LNU), Kepulauan Riau. Kehadiran kapal perang tersebut membuat nelayan lokal di sekitar LNU takut melaut. Bukan kali pertama kapal asing masuk ke wilayah Zona Ekonomi Ekslusif (ZEE) Indonesia di LNU.
ADVERTISEMENT
Lalu, apa arti dari kehadiran kapal perang asing masuk di LNU bagi hak berdaulat Indonesia?
Untuk memaknai kejadian ini, yang harus dipahami bersama adalah dalam perspektif hukum internasional, tidak ada pelanggaran yang terjadi terhadap melintasnya kapal perang asing di LNU yang merupakan ZEE Indonesia. ZEE merupakan suatu kawasan laut yang terletak di luar dan berdampingan dengan laut teritorial. Hal tersebut bermakna bahwa perairan di ZEE, rezimnya adalah laut lepas yang merupakan zona laut yang berada di luar wilayah suatu negara. Meskipun begitu, negara pantai memiliki hak berdaulat atas ZEE untuk tujuan eksplorasi, eksploitasi, konservasi, dan pengelolaan sumber kekayaan alam di ZEE. Dalam rezim ZEE, yang dilihat adalah bukan wilayahnya, akan tetapi sumber kekayaan alam yang ada di dalamnya.
ADVERTISEMENT
Akan tetapi, bukan berarti kejadian ini bukan merupakan suatu persoalan. Pemerintah Indonesia perlu menyikapi secara tegas dalam rangka menjaga hak berdaulat Indonesia di LNU. Menurut penulis, beberapa langkah kongkrit perlu dilakukan oleh Pemerintah Indonesia. Salah satu langkah tersebut bisa berupa mendorong dan mengakomodir para nelayan untuk hadir secara lebih masif dalam rangka memanfaatkan kekayaan alam di LNU. Pengakomodiran tersebut dapat berupa pemberian subsidi atau bantuan sehingga para nelayan tersebut tidak lagi terlalu mengkhawatirkan dengan urusan kesejahteraannya saja. Selain diberikan subsidi atau bantuan untuk dapat mengeksplorasi dan eksploitasi kekayaan alam, para nelayan tersebut juga dapat diberikan pengetahuan bela negara. Sehingga para nelayan ini dapat menjadi kepanjangan tangan Pemerintah dalam rangka memberikan laporan apabila terjadi pelanggaran hukum laut internasional di LNU.
ADVERTISEMENT
Mengatasi permasalahan di LNU tidak bisa menggunakan sudut pandang mikro, harus ada sinergi yang baik antar Kementerian/Lembaga. Untuk menegaskan bahwa Indonesia menguasai hak berdaulat di LNU, simbol-simbol negara perlu hadir untuk menjaga wilayah laut dan memberikan rasa aman bagi nelayan Indonesia, dalam hal ini bisa melalui TNI AL, Bakamla, maupun Kementerian Kelautan dan Perikanan. Kehadiran secara fisik dianggap penting dan memperkuat hak berdaulat suatu negara.
Eksplorasi dan eksploitasi di LNU baik melalui rezim ZEE dan Landas Kontinen perlu dilakukan secara maksimal. LNU yang berada pada Wilayah Pengelolaan Perikanan Negara Republik Indonesia 711 memiliki potensi lestari sumberdaya ikan sebesar 767.126 ton per tahun. Laut Natuna sendiri memiliki potensi sumberdaya ikan 504.212 ton. Namun hingga 2019, tingkat pemanfaatan baru 20,8%. Jika Pemerintah Indonesia belum mampu secara mandiri untuk mengeksploitasi, terutama migas di LNU, maka dapat melakukan kerja sama dengan negara lain untuk pada akhirnya nanti saling berbagi keuntungan dari hasil eksploitasi tersebut. Tindakan nyata dalam eksploitasi ini menunjukkan bahwa Indonesia benar-benar memanfaatkan hak berdaulat tersebut di LNU yang memang telah dilindungi berdasarkan Konvensi Hukum Laut 1982.
ADVERTISEMENT
Langkah selanjutnya yang bisa dijadikan rencana jangka panjang dalam rangka menjaga kedaulatan dan hak berdaulat adalah keberadaan infrastruktur maritim. Adapun infrastruktur yang diharapkan adalah yang dapat mendukung pelaksanaan tugas penjagaan keamanan dan kedaulatan wilayah laut Indoensia, yaitu infrastruktur yang memenuhi standar untuk kebutuhan pengawasan laut terhadap pihak-pihak yang berniat tidak baik di wilayah laut Indonesia.
Hal ini sangat diperlukan dalam rangka memperkuat patroli keamanan laut di wilayah laut Indonesia. Sebagai komando dari banyak institusi/lembaga tekait yang terlibat di dalam pengelolaan keamanan laut, maka Bakamla harus memiliki infrastruktur yang memadai. Saat ini, kendala terbesar dari upaya penguatan keamanan dan keselamatan laut yaitu minimnya armada kapal patroli yang dimiliki Bakamla. Idealnya Bakamla harus memiliki setidaknya 77 kapal untuk menjaga wilayah laut Indonesia, di mana kini baru memiliki 10 kapal.
ADVERTISEMENT
Adanya infrastruktur yang baik, dan dipadukan dengan sumber daya manusia yang profesional, diharapkan mampu memberikan rasa aman dan nyaman terhadap para pengguna jasa maritim yang melakukan aktivitas di laut. Pembangunan infrastruktur keamanan maritim yang dilakukan adalah melalui penataan dan pembangunan sarana dan prasarana berupa pengadaan kapal patroli, fasilitas pelabuhan, radar pemantau dan sarana komunikasi untuk mewujudkan Indonesia sebagai negara maritim yang berdaulat.
Diplomasi kemaritiman juga perlu dilakukan oleh Pemerintah Indonesia dalam rangka menjamin stabilitas di kawasan agar tidak terjadi ketegangan di wilayah LNU yang memang saat ini eskalasinya semakin meningkat. Kehadiran secara nyata Pemerintah Indonesia sampai ke batas terluar wilayahnya dalam rangka melindungi segenap bangsa Indonesia merupakan amanat Konstitusi. Jangan sampai Pemerintah Indonesia mengeklaim hak berdaulat LNU hanya di peta saja.
ADVERTISEMENT