Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.89.0
Konten dari Pengguna
Politik Hukum Penanganan Pandemi
15 Juli 2021 18:39 WIB
·
waktu baca 5 menitTulisan dari Muhammad Rafi Darajati tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Saat ini, pandemi Covid-19 di Indonesia sedang memasuki fase gelombang kedua. Hal ini terlihat dengan terjadinya beberapa rekor (buruk) terkait penambahan kasus harian ataupun jumlah orang yang meninggal dunia. Dalam penanganan Covid-19, Pemerintah Indonesia telah menetapkan politik hukum dengan menerbitkan berbagai instrumen hukum sebagai langkah pencegahan terhadap penyebaran wabah: (1) Keputusan Presiden RI Nomor 11 Tahun 2020 tentang Penetapan Darurat Kesehatan Masyarakat Corona Virus Disease 2019; (2) Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2020 tentang Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) Dalam Rangka Percepatan Penanganan Corona Virus Disease 2019 (selanjutnya disebut Perpu PSBB); (3) Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perpu) Nomor 1 Tahun 2020 tentang Kebijakan Keuangan Negara dan Stabilitas Sistem Keuangan untuk Penanganan Pandemi Corona Virus Disease 2019 dan/atau Dalam Rangka Menghadapi Ancaman Membahayakan Perekonomian Nasional dan/atau Stabilitas Sistem Keuangan; dan (4) berbagai Instruksi Menteri Dalam Negeri yang mengatur mengenai Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM).
ADVERTISEMENT
Secara teoritik, menurut Mahfud MD, politik hukum merupakan sebagai legal policy atau arah hukum yang akan diberlakukan untuk mencapai tujuan yang bentuknya dapat berupa pembuatan hukum baru dan penggantian hukum lama. Politik hukum adalah persoalan pencapaian tujuan bersama. Ada tujuan-tujuan ideal yang diembankan dan dilekatkan pada hukum untuk diwujudkan. Faktor tujuan ideal itulah yang merupakan poros dari politik hukum (Darajati dan Syafei, 2018).
Dalam tulisan singkat ini, penulis mencoba memaparkan bagaimana politik hukum Pemerintah Indonesia di dalam penanganan Covid-19. Tugas negara. dalam mewujudkan hak atas kesehatan yang optimal dapat dilihat dalam tiga kerangka, yaitu dengan menghormati, melindungi, dan memenuhi.
Dipilihnya PSBB atau PPKM daripada Karantina Wilayah sebagai kebijakan yang diambil pemerintah dapat dicurigai sebagai manuver hukum guna menghindari tanggung jawab pemerintah terhadap rakyat, di mana jika kebijakan yang diambil adalah Karantina Wilayah, Pemerintah Pusat diwajibkan untuk memenuhi kebutuhan dasar warganya dan hewan ternak yang berada di wilayah karantina sebagaimana tercantum dalam Pasal 55 UU Kekarantinaan Kesehatan. Sedangkan dalam kebijakan PPKM, pemerintah tidak wajib untuk menyediakan pemenuhan kebutuhan pokok tersebut.
ADVERTISEMENT
Inilah yang menjadi salah satu faktor tidak efektifnya penerapan PPKM di Indonesia. Di satu sisi rakyat diminta untuk berdiam di rumah, dan tidak beraktivitas di luar, namun di sisi lain kebutuhan dasar mereka tidak dijamin oleh pemerintah, sehingga rakyat terutama golongan menengah ke bawah tidak mempunyai pilihan, melainkan harus tetap bekerja di luar untuk memenuhi kebutuhan pokoknya meskipun kekhawatiran tertular Covid-19.
Penulis menilai keputusan Pemerintah yang menghentikan penerapan PSBB kemarin menjadi bumerang yang telah mengancam hak hidup, hak keselamatan, dan juga hak kesehatan warga negara yang merupakan hak asasi manusia. Pemerintah gegabah dengan mencabut penerapan PSBB di saat grafik kurva Covid-19 di Indonesia masih meningkat dan belum mengindikasikan kurva flat.
ADVERTISEMENT
Belajar dari Australia
Penulis berpendapat dalam melindungi keselamatan dan kesehatan warga negara dari ancaman COVID-19 Pemerintah dapat meniru politik hukum negara lain yang sudah terbukti efektif dalam menanggulangi pandemi tersebut seperti di Australia misalkan. Kebijakan untuk menutup perbatasan sejak dini dan penyusunan kebijakan terkoordinasi yang berdasar saran para ahli merupakan beberapa kunci kesuksesan Australia.
Selain itu, kepatuhan masyarakat turut mendukung keberhasilan implementasi dari kebijakan pemerintahan. Namun, kepatuhan penduduk Australia merupakan hasil dari rasa percaya terhadap kemampuan pemerintah untuk menangani krisis. Berbagai faktor tersebut membuat Australia berhasil melandaikan kurva Covid-19 dalam waktu kurang dari enam bulan.
Walaupun masih cukup dini untuk mengidentifikasi pelajaran yang bisa diambil dari Australia, namun dapat dikatakan bahwa di tengah pandemi dan krisis, pemerintah harus bekerja bersama dengan masyarakat agar kebijakan yang telah disusun dapat diimplementasikan dengan baik.
ADVERTISEMENT
Seperti halnya banyak negara lain, sektor perekonomian Australia juga terpukul karena pandemi Covid-19. Oleh karenanya, Pemerintah Australia membentuk National Covid-19 Coordination Commission yang terdiri dari tokoh bisnis dan organisasi non-profit sebagai wadah untuk perumusan kebijakan di sektor sosio-ekonomi.
Salah satu kebijakan dari komisi ini adalah diluncurkannya berbagai subsidi sosial seperti JobSeeker dan JobKeeper, aturan moratorium penggusuran bagi individu yang tidak bisa memenuhi kewajiban membayar sewa tinggal, dan kebijakan lain yang berfungsi sebagai jaring pengaman sosial bagi Warga Negara Australia.
Menurut Financial Review, per bulan Mei 2020, Pemerintah Australia memberi bantuan stimulus fiskal sebesar 10.6% dari total GDP atau sekitar $214 triliun. Jumlah ini merupakan salah satu yang terbesar di dunia selain Amerika Serikat dan Kanada.
ADVERTISEMENT
Serbuan Vaksinasi Covid-19
Penulis menilai ada beberapa faktor penyebab gagalnya Pemerintah Indonesia dalam mencegah penyebaran virus corona di antaranya: (1) pada awal pandemi masuk ke Indonesia, pemerintah terkesan lambat menanggapi dan menyiapkan langkah strategis. Pemerintah bersikap “denial” bahkan beberapa Menteri Kabinet Kerja terkesan menganggap remeh pandemi Covid-19; (2) kurang baiknya koordinasi antara Pemerintah Pusat dan Daerah.
Hal ini terlihat bagaimana sering berbedanya kebijakan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah dalam penanganan Covid-19; (3) tidak adanya ketegasan Pemerintah untuk melakukan lockdown disaat kasus Covid-19 terus meningkat, Pemerintah berdalih untuk tidak melakukan lockdown karena didorong persoalan ekonomi dan keamanan.
Pemerintah dengan kebijakan PSBB tidak menanggung kebutuhan pokok masyarakat sehingga masyarakat tidak punya pilihan untuk tetap bekerja meskipun dalam kekhawatiran terhadap pandemi Covid019 ini. Pemerintah juga melakukan relaksasi PSBB dan memilih untuk menerapkan pola hidup new normal disaat tingkat kasus Covid-19 grafiknya masih tinggi dan belum menunjukkan penurunan; dan yang terakhir adalah kurang seriusnya Pemerintah dalam melakukan tracing terhadap kasus Covid-19 sehingga sulit untuk melakukan pemutusan terhadap penyebarannya.
ADVERTISEMENT
Rendahnya kesadaran masyarakat untuk mematuhi kebijakan Pemerintah dalam menerapkan pola hidup sehat juga berpengaruh terhadap masih tingginya angka Covid-19 saat ini, beberapa masyarakat masih ada yang terkesan menganggap remeh terhadap Covid-19, dan tidak disiplin memakai masker serta menjaga jarak.
Terhadap upaya vaksinasi, untuk suksesnya perlu dilakukannya sosialisasi yang masif tentang vaksinasi sebagai upaya yang paling aman dan efektif dalam mencegah pandemi Covid-19. Upaya sosialiasi dapat mengikutsertakan para pemangku kepentingan terkait termasuk Majelis Ulama Indonesia terkait persoalan kehalalan vaksin.
Pemerintah juga perlu melakukan pendekatan persuasif terhadap kelompok yang kontra dengan vaksinasi melalui strategi promosi kesehatan seperti upaya advokasi, dukungan sosial dan pemberdayaan masyarakat.
Terakhir, dalam menghadapi pandemi-pandemi serupa, ke depannya Pemerintah harus cepat tanggap, mengambil tindakan cepat terukur yang berorientasi terhadap perlindungan hak hidup dan hak atas kesehatan rakyat. Pemerintah tidak boleh mengulangi kembali kesalahan saat ini, sikap “denial”, respons yang lambat, dan menganggap enteng Covid-19 pada awal masuk ke Indonesia tidak boleh terulang lagi.
ADVERTISEMENT
Live Update