Konten dari Pengguna

Menapaki Wisata Suku Baduy

Rafi Fairuz
Journalist Student at State Polytechnic of Jakarta
10 Juli 2021 19:30 WIB
·
waktu baca 4 menit
clock
Diperbarui 23 Juli 2021 19:50 WIB
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Rafi Fairuz tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Suasana rumah adat suku Baduy. (Sumber Foto : Dok. Pribadi)
zoom-in-whitePerbesar
Suasana rumah adat suku Baduy. (Sumber Foto : Dok. Pribadi)
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Di suatu pagi hari yang masih diselimuti langit gelap, melajulah salah satu mobil keluarga dari arah Jakarta menuju Banten. Mobil yang diisi oleh satu keluarga itu sengaja berjalan sangat pagi untuk melihat keindahan jalan yang sepi dan menikmati suasana pagi di Wisata Suku Baduy Banten.
ADVERTISEMENT
Perjalanan panjang dan melelahkan yang memakan waktu selama 4 jam itu terasa langsung terbayarkan dengan disajikannya pemandangan pegunungan dan bukit yang diselimuti awan tebal, serta hamparan rumput yang menyejukkan mata. Rasanya perjalanan 4 jam tersebut tidak terasa melelahkan karena gelak tawa dan canda yang tak terbendung mengiringi perjalanan menuju ke tempat wisata tersebut.
Akhirnya setelah melewati perjalanan yang memakan waktu cukup lama, tibalah di kaki gunung Kendeng, Desa Kanekes, Lebak, Banten, tepatnya di Desa Wisata Suku Baduy. Dengan keindahan alamnya yang masih terjaga, seketika wisatawan lain yang datang pun seakan lupa akan padatnya kota Jakarta dan hiruk pikuk padatnya kendaraan.
Dengan melewati beberapa monumen kebudayaan pada awal masuk, pengunjung sudah bisa menikmati keindahan alam wisata suku Baduy yang meliputi bukit-bukit yang menjulang tinggi, hutan hijau yang lebat dan terhampar luas, hingga keunikan budaya mulai dari rumah adat dan kegiatan keseharian suku Baduy.
ADVERTISEMENT
Ketika memasuki area tempat wisata, kita langsung melihat rumah adat suku Baduy yang berjejer, yaitu Rumah Sulah Nyanda. Di sana pengunjung langsung disambut oleh masyarakat Baduy yang sedang melakukan aktivitas sehari-harinya. Jika kita beruntung, kita bisa melihat proses menenun masyarakat Baduy yang termasuk adat tradisional yang dipertahankan.
Terdapat pula masyarakat Baduy yang sedang mengurus hewan peliharaannya, menjual madu hasil panen, dan kerajinan tangan yang biasanya dijual oleh anak-anak perempuan di sana. Berbeda dengan kehidupan kota, di sini terkenal dengan kaum wanitanya yang bekerja keras dalam mengurusi keluarga. Terlihat ketika menyusuri jalan setapak, selalu ada wanita suku Baduy yang membawa batang pohon besar di punggungnya ataupun bakul di kepalanya. Hal ini tentunya menjadi pemandangan yang unik sekaligus tak biasa, melihat para kaum hawa bekerja banting tulang.
Suasana jembatan bambu di Wisata Suku Baduy. (Sumber Foto : Dok. Pribadi)
Lanjut menyusuri jalan yang panjang diiringi dengan kicauan burung yang bersautan rasanya menjadi ketenangan sendiri dalam jiwa. Hamparan pepohonan hijau menjuntai dan udara yang sangat sejuk membuat tidak merasa lelah dalam menapaki tiap anak tangga. Perjalanan bertambah menantang dan menyerukan ketika melewati jembatan bambu yang cukup terkenal. Pantas saja, jembatan ini hanya beralaskan bambu dengan penopang bambu pula di bawahnya. Ketinggiannya pun bisa dibilang cukup ekstrem, dengan dilalui oleh sungai yang deras di bawahnya, pantas saja jembatan ini menjadi salah satu objek foto yang bagus dan menegangkan.
ADVERTISEMENT
Saling sapa dan tegur sangat kental dengan suku Baduy Luar. Keramahan tersebut sangat terlihat dari raut paut wajah masyarakat Baduy Luar. Mereka sangat antusias dengan pengunjung yang datang, sebab dengan banyaknya wisatawan yang datang, hal tersebut menjadi mata pencahariannya dengan berdagang hasil kerajinan, madu, dan perkebunannya.
Suku Baduy memang terbagi menjadi dua golongan, yaitu Baduy Dalam dan Baduy Luar. Perbedaan mendasar adalah Baduy Dalam yang masih terjaga keasliannya, memegang teguh adat, dan menjalankan aturan adat dengan baik. Sedangkan untuk Baduy Luar sudah tekontaminasi dengan budaya luar, penggunaan perangkat elektronik hingga sabun sudah diperbolehkan dalam menjalankan aktivitas sehari-hari. Bahkan terlihat beberapa masyarakat Baduy Luar menggunakan sandal dan smartphone.
Dalam segi pakaian, perbedaan yang sangat mencolok adalah jika masyarakat Baduy Dalam menggunakan pakaian dominan putih yang melambangkan kesucian. Berbeda dengan Baduy Luar yang menggunakan pakaian dengan warna hitam dan biru tua. Baduy Luar juga boleh menerima tamu dari luar Indonesia bahkan diizinkan menginap di salah satu rumah warga Baduy Luar.
ADVERTISEMENT
Perjalanan menapaki suku Baduy hanya sampai perbatasan suku Baduy Luar dan Baduy Dalam. Karena jika ingin sampai ke Baduy Dalam, dibutuhkan waktu selama 5-6 jam berjalan kaki. Biasanya, wisatawan yang ke Baduy Dalam diwajibkan untuk bermalam disalah satu rumah warga dan harus izin dengan tokoh adat yang ada di Baduy Dalam.
Namun dibalik beberapa perbedaan tersebut, mereka tetaplah satu kesatuan suku Baduy yang harus dijaga dan dilestarikan adat istiadatnya. Keindahan alam yang sangat terjaga dan tidak adanya sampah yang berserakan selama perjalanan membuat nilai tambah tersendiri bagi destinasi wisata ini. Masyarakat Baduy yang ramah pun membuat seakan kita betah berlama-lama di sini. Mungkin inilah yang membuat banyaknya wisatawan menghabiskan liburannya di sini guna mencari suasana berbeda dan kesejukan alami dari alam yang asri dan penduduk asli suku Baduy.
ADVERTISEMENT
(Rafi Fairuz Darmawan/Politeknik Negeri Jakarta)