Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.97.0
Konten dari Pengguna
Kultur Politik Identitas Primordial dan Implikasinya terhadap Demokrasi
26 Desember 2023 16:25 WIB
Tulisan dari Rafi Muafa Rabbani tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Kultur politik identitas merupakan suatu fenomena di mana para aktor dan pemangku kepentingan politik memprioritaskan isu-isu perbedaan identitas, seperti suku, agama, ras, dan gender, untuk mendapatkan dukungan massa pemilih dalam konteks perebutan kekuasaan. Model politik semacam ini dikenal dengan istilah politik aliran atau politik identitas primordial.
ADVERTISEMENT
Di Indonesia, upaya memanfaatkan sentimen kesamaan identitas untuk mencapai tujuan politis pragmatis sudah memiliki akar sejak masa pra-kemerdekaan. Namun, pada era ini, politik identitas primordial semakin meluas seiring dengan maraknya kebebasan berpendapat dan arus informasi di ruang publik digital. Jika tidak diatasi, fenomena ini memiliki risiko merusak fondasi demokrasi dan mengancam keragaman yang selama ini menjadi kebanggaan Indonesia.
Dalam konteks ini, diperlukan pemahaman yang lebih mendalam terhadap dinamika politik identitas primordial agar dapat menghadapi tantangan yang muncul. Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan untuk menganalisis dampak dan implikasi politik identitas primordial terhadap demokrasi dan keragaman di Indonesia. Melalui pemahaman yang komprehensif, diharapkan dapat diidentifikasi solusi yang tepat untuk menjaga kestabilan politik dan memperkuat prinsip-prinsip demokrasi di negara ini.
ADVERTISEMENT
LATAR BELAKANG MARAKNYA POLITIK IDENTITAS
Beberapa faktor utama telah memicu peningkatan intensitas politisasi identitas di Indonesia dalam beberapa tahun terakhir:
Masyarakat Indonesia masih membawa beban memori kolektif terhadap peristiwa konflik dan kekerasan antarkelompok di masa lalu, seperti peristiwa 1965, 1998, serta konflik agama dan gender. Trauma dari peristiwa-peristiwa tersebut seringkali dimanfaatkan oleh aktor politik tertentu untuk memperoleh dukungan.
Mayoritas pemilih Indonesia masih cenderung bersikap "buta rasional" dalam menentukan preferensi politik mereka. Keputusan pemilih sering kali dipengaruhi oleh faktor identitas, seperti kesamaan suku, agama, atau etnis, daripada mempertimbangkan rekam jejak dan kapabilitas calon pemimpin.
Tingkat pendidikan politik yang kurang substansial dan minimnya pemahaman tentang nilai-nilai kemajemukan serta multikulturalisme di kalangan masyarakat Indonesia secara luas turut berperan. Kurangnya edukasi politik yang berfokus pada kemajemukan dapat menyebabkan masyarakat kurang mampu menghargai perbedaan dan lebih rentan terhadap politik identitas.
ADVERTISEMENT
Dalam konteks ini, pemahaman mendalam terhadap dinamika sejarah, preferensi pemilih, dan tingkat pendidikan politik menjadi penting untuk mengatasi maraknya politik identitas. Langkah-langkah strategis dan pendekatan yang holistik perlu diambil untuk membangun kesadaran politik yang lebih rasional, inklusif, dan berbasis pada nilai-nilai demokrasi dan kemajemukan.
IMPLIKASI TERHADAP NILAI-NILAI DEMOKRASI
Penerapan politik aliran di Indonesia tidak hanya memberikan dampak merugikan terhadap nilai-nilai demokrasi, melainkan juga menciptakan konsekuensi serius yang dapat mengancam fondasi demokrasi itu sendiri. Beberapa implikasi yang muncul antara lain:
Penerapan politik identitas primordial dapat menghasilkan disharmoni sosial dan konflik horizontal antarkelompok masyarakat jika dibiarkan tanpa penanganan serius. Munculnya polarisasi politik berbasis identitas dapat memperburuk hubungan antarwarga dan mengancam stabilitas sosial.
ADVERTISEMENT
Kelompok minoritas sering kali menjadi sasaran dehumanisasi dan stigma negatif sebagai akibat dari politik identitas. Hal ini dapat menciptakan ketidaksetaraan sosial, diskriminasi, dan merugikan prinsip kesetaraan yang mendasari demokrasi.
Politik identitas yang dominan dapat menyebabkan partisipasi politik kelompok rentan menurun. Ketakutan atau kehilangan kepercayaan pada sistem demokrasi dapat menjadi hambatan bagi kelompok-kelompok tersebut untuk terlibat aktif dalam proses politik.
Politik balas budi dan nepotisme yang muncul sebagai akibat politik identitas dapat mencemari objektivitas evaluasi kinerja pemerintahan. Kondisi ini berpotensi menghambat pertumbuhan demokrasi yang sehat dan responsif terhadap kebutuhan masyarakat.
Mengatasi implikasi ini memerlukan upaya bersama untuk membangun kesadaran akan pentingnya menjaga nilai-nilai demokrasi, mendukung inklusivitas, dan mempromosikan partisipasi politik yang adil dan berkelanjutan di tengah keragaman masyarakat Indonesia.
ADVERTISEMENT
REKOMENDASI KEBIJAKAN
Untuk mengatasi problematika politik identitas primordial di Indonesia, sejumlah pakar telah memberikan rekomendasi kebijakan yang perlu dipertimbangkan:
Pakar politik dari UGM, Anwari Wiriadinata, merekomendasikan perlunya reformasi pendidikan politik yang substansial. Reformasi ini harus memasukkan muatan nilai-nilai inklusivitas dan multikulturalisme agar masyarakat memiliki pemahaman yang lebih mendalam mengenai pentingnya menghargai perbedaan identitas dan menjaga keragaman.
Budi Irawanto, pakar media dari Undip, menyoroti pentingnya peningkatan literasi digital dalam masyarakat. Dengan literasi digital yang baik, masyarakat dapat lebih mampu menyaring setiap wacana di media, terutama yang mengandung muatan provokasi politik identitas. Pendidikan literasi digital dapat membantu menciptakan pemahaman yang lebih kritis dan responsif terhadap informasi yang disajikan melalui media digital.
ADVERTISEMENT
Praktik politik identitas primordial di Indonesia menunjukkan potensi sebagai ancaman latent terhadap demokrasi dan kemajemukan. Oleh karena itu, langkah-langkah konkret seperti reformasi pendidikan politik dan peningkatan literasi digital menjadi sangat penting. Penguatan pendidikan politik yang rasional, inklusif, dan berorientasi pada multikulturalisme merupakan keniscayaan untuk menciptakan masyarakat madani yang mampu secara substansial mengekspresikan aspirasi politiknya. Dengan demikian, upaya ini diharapkan dapat menjaga stabilitas demokrasi dan memperkuat nilai-nilai kemajemukan yang menjadi kekayaan Indonesia.
Daftar Bacaan
Ananta, A., Arifin, E.N. & Suryadinata, L. (2004). Indonesian Electoral Behaviour: A Statistical Perspective. Institute of Southeast Asian Studies.
Choi, N. (2021). The Rise of Political Tribes and Identity Politics in Indonesia: A Repeat of History?. Journal of Current Southeast Asian Affairs, 40(2), 139-162.
ADVERTISEMENT
Faturochman, & Hakim, L. (2022). Bias and Vulnerability in Indonesia’s Policymaking Process. The Indonesian Journal of Public Administration, 5(2), 127-146.
Irawanto, B., Ramsey, P. & Ryan, M. (2011). Challenge of New Media for Political Actors in Indonesia: Opportunity for Greater Democracy?. Sociology Study, 1(6).
Wiriadinata, A. (2020). Reinforcing People’s Critical Thinking Against Identity Politics Through Transformative Education. Jurnal Civics: Media Kajian Kewarganegaraan, 17(2), 216-224.