Konten dari Pengguna

Benarkah Ikan Hasil dari Budidaya Metode Bioflok Itu Berbahaya Dikonsumsi?

Muhammad Rafi
Nama saya adalah Muhammad Rafi umur 19 tahun saya adalah seorang Mahasiswa Perikanan Aktif S1 dari program studi Akuakultur Universitas malikussaleh, Aceh Utara
12 Juli 2021 12:21 WIB
·
waktu baca 4 menit
clock
Diperbarui 13 Agustus 2021 14:02 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Muhammad Rafi tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi: Budidayaan Ikan Lele Dengan Metode Bioflok.harga.web.id
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi: Budidayaan Ikan Lele Dengan Metode Bioflok.harga.web.id
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Membahas tentang isu di bidang perikanan dalam beberapa waktu belakangan ini, sedang sangat ramai dibahas tentang metode budidaya sistem bioflok. Berbagai macam keuntungan dan keunggulan di berbagai sisi, , efisiensi pakan, padat tebar yang tinggi, hasil maksimal di lahan yang minim, serta efisiensi penggunaan air yang digunakan dalam masa budidaya membuat metode satu ini memiliki keunggulan di berbagai sisi. Tetapi dibalik keuntungan yang selalu dibincang-bincangkan ternyata masih ada kabar tentang efek samping dari penggunaan metode yang satu ini, di mana banyak anggapan bahwa ikan yang dibudidayakan menggunakan metode bioflok ini berbahaya untuk dikonsumsi. Anggapan ini muncul dari anggapan bahwa metode bioflok dianggap kotor dan banyak mengandung obat-obatan kimia terlebih lagi tidak ada pergantian air dalam masa pembudidayaanya kecuali ketika terjadi kelebihan flok di dalam kolam budidaya, atau disebut over flok.
ADVERTISEMENT
Nah, untuk menjawab isu ini maka kita perlu mengenal lebih dalam lagi tentang apa sebenarnya sistem bioflok itu.
Pada dasarnya metode bioflok adalah teknik budidaya yang memanfaatkan aktivitas bakteri untuk menguraikan sisa zat hara yang mengendap di dasar air untuk diubah menjadi pakan alami untuk ikan selama proses pembudidayaan berlangsung.
Menurut para ahli, Bioflok sendiri berasal dari kata bios yang artinya “kehidupan” dan flok “gumpalan”. Jadi bioflok adalah kumpulan dari berbagai organisme (bakteri, jamur, algae, protozoa, cacing dll), yang tergabung dalam gumpalan (floc) (Suprapto dan Legian, 2013). Terbentuknya bioflok ini dapat terjadi melalui proses pencampuran bahan organik berupa sisa-sisa pakan dan kotoran ikan yang mengendap di dasar kolam yang kemudian diangkat kembali dan tercampur dengan seluruh air di dalam kolam. Dari pencampuran bahan organik sisa metabolisme ikan yang dibudidayakan tersebut dan suplai oksigen yang mumpuni maka perkembangan bakteri heterotrof secara aerobik pun dapat berlangsung. Di mana nantinya bakteri ini akan memakan partikel organik, menguraikan bahan organik, menyerap mineral berbahaya seperti amonia, fosfat, dan nutrient lain dari dalam air. Sehingga bakteri baik yang ditambahkan akan membuat kualitas air menjadi lebih baik, dan membentuk gumpalan flok yang dapat dimakan kembali oleh ikan.
ADVERTISEMENT
Metode bioflok ini sebenarnya sangatlah ramah lingkungan, di mana air habitat ikan dalam masa budidaya yang biasanya terus diganti secara berkala dan menjadi limbah dapat dimanfaat kembali sehingga menghemat penggunaan air bersih, dan mengurangi pencemaran lingkungan, terlebih lagu untuk wilayah yang sulit akan air bersih dan lahan yang berukuran kecil. Maka bioflok merupakan jawaban dari permasalahan tersebut. Dan dalam efisiensi penggunaan pakan dalam masa budidaya, metode bioflok ini memiliki nilai FCR (Feed Convertion Ratio) hingga 0,8 di mana untuk mendapatkan bobot daging ikan 1 Kg hanya diperlukan pakan sebanya 0,8 kg saja . Tentu saja ini merupakan nilai yang luar biasa dalam efisiensi pakan, di mana jika tidak menggunakan metode bioflok ini FCR tertinggi mungkin hanya mencapai 1,4 saja, hal ini membuat penggunaan pakan selama masa pembudidayaan menjadi hemat dan menurunkan biaya produksi dari segi pakan, dan pada umumnya dalam metode pembudidayaan ikan menggunakan metode bioflok ini hanya diberi makan sebanyak 2 kali saja dalam sehari berbeda dengan pemeliharaan ikan biasanya yang memerlukan 3 kali makan dalam sehari. sungguh sangat menguntungkan bukan ?.
ADVERTISEMENT
Tetapi dalam penerapan metode bioflok memang diperlukan berbagai model obat-obatan air untuk dapat menumbuhkan flok pada saat pembudiyaan berlangsung. Yang pada dasarnya obat-obatan tersebut bukanlah berisi bahan kimia berbahaya, tetapi hanya berisi bakteri baik sebagai pengurai zat hara dalam air. Dalam pengaplikasian bakteri tersebut juga tidak semerta merta langsung diberikan kedalam kolam berisi ikan.
Penumbuhan flok menggunakan bakteri flok tersebut dilakukan biasanya satu minggu sebelum ikan dimasukkan kedalam kolam, di mana bahan berupa bakter penumbuh flok, molase dari air nira atau tebu, garam, serta kapur dolomit dengan ketentuan dosis yang disesuaikan yaitu bakteri penumbuh flok 10ml/ 1m^3, dengan dosis tersebut sudah dipastikan tidak ada efek samping apapun yang membahayakan bagi ikan yang akan dipelihara.
ADVERTISEMENT
Terlebih lagi dikutip dari repository.ipb.ac.id dalam penelitian kualitas daging ikan lele yang dibudidayakan menggunakan metode bioflok menunjukkan memiliki kadar protein dan kualitas hidup yang lebih tinggi serta tetap aman dikonsumsi. Hal ini tentu saja membanahkan spekulasi yang beranggapan bahwa ikan yang dibudidayakan dengan teknologi bioflok itu berbahaya.
Penjelasan di atas maka metode bioflok nyatanya sangat aman untuk digunakan, selain ramah lingkungan, ikan yang dibudidayakan dengan metode bioflok ternyata memiliki kualitas hidup yang lebih baik. Terlebih lagi kandungan proteinnya menjadi lebih tinggi. Efisiensi penggunaan pakan yang menguntungkan, dan pengolahan air yang dilakukan juga sangat ramah lingkungan. Tidak perlu adanya lagi keraguan dalam penerapan atau pun dalam mengonsumsi ikan yang dipelihara menggunakan metode ini. Sebab semua yang sudah dipaparkan memberikan kita pengetahuan seberapa besar manfaat dari metode budidaya yang satu ini.
ADVERTISEMENT