Konten dari Pengguna

Islam dan Kesehatan Mental: Kontribusi Islam dalam Perkembangannya

Rafida Sekar Alveolita
Mahasiswi Fakultas Kedokteran Universitas Islam Indonesia
13 November 2024 20:27 WIB
·
waktu baca 6 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Rafida Sekar Alveolita tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Surat Yuusuf Ayat 53. Sumber: Dokumen pribadi.
zoom-in-whitePerbesar
Surat Yuusuf Ayat 53. Sumber: Dokumen pribadi.
ADVERTISEMENT
Salah satu hari peringatan besar tentang kesehatan di bulan Oktober 2024 kemarin adalah World Mental Health Day (Hari Kesehatan Mental Dunia) yang jatuh pada 10 Oktober 2024 lalu. Walaupun topik seputar Mental Health sudah beberapa kali digaungkan dalam beberapa event, seminar, film, atau diskusi publik, membahas kesehatan mental di masyarakat masih sedikit sekali antusias yang dimunculkan dalam lingkungan sosial. Terkadang kesehatan mental mendapatkan respon miring dalam sudut pandang adaptasi atau pekerjaan, seperti terlalu banyak mengeluh, tidak tahan banting, atau munculnya perbandingan daya usaha antara satu individu dengan individu yang lain. Di sisi lain, agama dengan pemeluk mayoritas di negara Indonesia yaitu Islam ternyata tidak sedikit dalam membahas dalil atau fiqih yang berkaitan dengan kesehatan mental. Oleh karena itu, dalam tulisan ini penulis berkesempatan untuk sedikit mengulas tentang Kesehatan mental dan aspek keislamannya.
ADVERTISEMENT
Sekilas Sejarah Pergerakan Kesehatan Mental
Sebagaimana telah kita ketahui bersama, kesadaran masyarakat terhadap tren Mental Health baru muncul pada sekitar tahun 2018-an atau sekitar 4-5 tahun lalu. Padahal, sejarah pergerakan kesehatan mental sudah berdiri sekitar tahun 1900-an di Amerika Serikat atau sekitar hampir 1 abad yang lalu oleh tokoh pemerhati kesehatan yaitu Clifford Whittingham Beers (1876-1943). Pada tahun tersebut, jangankan seputar gangguan mental, panduan pengobatan untuk penyakit medis pun masih sangat minim. Masih minim sekali distribusi dan sosialisasi panduan penanganan untuk kasus gangguan mental. Sehingga cara pengobatan yang ada di rumah-rumah sakit jiwa tergolong keras, kasar, dan kurang manusiawi. Beliau lalu memperhatikan dan meneliti berbagai macam perlakuan dan pengalaman dalam mencegah dan mengobati pasien dengan gangguan mental di beberapa rumah sakit jiwa agar bisa memberikan penanganan dengan cara-cara yang manusiawi. Karena jasa-jasanya itulah, beliau dinobatkan sebagai sebagai “The Founder of The Mental Hygiene Movement”.
ADVERTISEMENT
Beliau tidak bergerak sendiri, gagasan program untuk mereformasi program perawatan gangguan mental disambut positif oleh seorang pakar psikiatri, Adolf Mayer dan psikolog William James, melahirkan beberapa produk yaitu autobiografi “A Mind That Found Itself”, gerakan “Mental Hygiene”, dan diikuti satu tahun kemudian dengan berdirinya organisasi “National Committee Society for Mental Hygiene” untuk melindungi kesehatan mental masyarakat. Pasca Perang Dunia I, gerakan Mental Hygiene dikonsentrasikan untuk membantu mereka yang mengalami masalah serius pasca perang dengan memberikan semacam rehabilitas yang berfokus seperti mengajarkan pendidikan, kesehatan masyarakat, pengobatan, kriminologi, dan kerja sosial.
Gerakan kesehatan mental ini baru mendapatkan pengukuhan secara hukum pada tanggal 3 Juli 1946 saat presiden Amerika Serikat saat itu Harry Truman menandatangani “The National Mental Health Act” dimana piagam tersebut memiliki poin inti untuk meningkatkan kesehatan mental seluruh warga Amerika Serikat, memberikan pelatihan kesehatan mental, dan mensosialisasikan metode pencegahan, diagnosis, dan obat untuk pasien dengan gangguan mental. Gerakan ini disusul dengan banyaknya lembaga organisasi masyarakat seperti “National Committee for Mental Hygiene”, “National Mental Health Foundation”, dan “Psychiatric Foundation”. Gerakan kesehatan ini terus berlanjut hingga tahun 1975 dan sampai sekarang dilanjutkan oleh bidang “World Federation for Mental Health” yang kita kenal dengan organisasi “World Health Organization (WHO)” yang diperingati pada Bulan Oktober seperti sekarang ini.
ADVERTISEMENT
Lantas, apakah Islam berkontribusi dalam perkembangan gerakan Mental Health?
Utusan nabi terakhir yaitu Baginda Rasulullah Muhammad sallallahu ‘alaihi wasallam membawa penyempurna agama sebelumnya dan satu-satunya agama yang diterima di sisi Allah yaitu Islam untuk kemudian didakwahkan ke seluruh penjuru dunia. Dari mulai Islam turun di Jazirah Arab kurang lebih 1.400 tahun lalu hingga sekarang ini, tercatat menurut statistik ada 1,8 miliar pemeluk agama Islam di seluruh dunia. Penyebaran agama ini juga berbanding lurus dengan perkembangan disiplin ilmu-ilmu yang lain seperti ilmu Fisika, Kimia, Matematika, Astronomi, dan juga Kesehatan. Puncak perkembangan pesatnya ilmu-ilmu terjadi pada zaman Dinasti Abbasiyah pada tahun 750-1258 Masehi, baru kemudian diruntuhkan oleh perselisihan secara internal maupun eksternal seperti serangan Bangsa Mongol, perang Salib (1088 Masehi) dan runtuhnya Andalusia. Disebutkan pula bahwa kitab-kitab pengetahuan Islam di Universitas al-Hambra, Andalusia akhirnya diterjemahkan ke dalam bahasa-bahasa latin.
ADVERTISEMENT
Orang-orang zaman sekarang mengira bahwa Bangsa Barat memiliki peradaban yang lebih maju dan modern. Tidak banyak dari orang-orang tersebut yang membaca sejarah bahwa “Dark Age” bangsa barat adalah “Golden Age” kaum muslimin pada saat itu. Sebelum gerakan “Renaissance” Bangsa Barat, terlebih dahulu Islam atas izin Allah mendapatkan kesempatan untuk memakmurkan dan mengembangkan keilmuan di tanah Andalusia demi kepentingan kaum muslimin. Sebelum adanya Hipokrates, William James , Jean Piaget yang diagungkan Bapak Kedokteran Barat sekaligus tokoh Mental Health Barat, telah ada Ibnu Sina, Ar-Razi, atau Al-Ghazali sebagai Bapak Kedokteran Modern Islam dan juga tokoh Psikologi Islam. Sehingga penulis di sini berpesan, sebagai kaum muslimin kita patut bersyukur kepada Allah Ta’ala dan berbangga atas agama Islam yang memberikan kesempatan akses ilmu pengetahuan yang tinggi, serta mulai mempelajari tokoh-tokoh Islam yang lebih dahulu mengajarkan ilmu tersebut daripada Barat.
ADVERTISEMENT
Bagaimana Islam membahas tentang kesehatan mental?
Orang yang mengalami gangguan mental, tidak hanya yang bersifat kelainan mental parah berkonotasi negatif seperti Skizofrenia, Gangguan Depresi Berat, Gangguan Bipolar Episode Manik, atau gangguan semacamnya. Kondisi terganggunya pemikiran, perasaan, perilaku, dan suasana hati menurut PPDGJ III (Pedoman Penggolongan dan Diagnosis Gangguan Jiwa) dari Departemen Psikiatri, sudah dimasukkan ke dalam gangguan mental. Tanda dan gejala gangguan mental yang muncul antara lain perasaan sedih, kehilangan berkonsentrasi, kekhawatiran berlebihan, daya penanganan stres menurun, atau ide bunuh diri menjadi penting untuk ditanyakan dan diamati. Sedangkan bentuk penyakit jiwa yang dijelaskan dalam referensi Islam identik dengan beberapa sifat buruk atau tingkah laku yang tercela (Al-Akhlaqul Mazmumah) seperti sifat tamak, dengki, iri hati, arogan, emosi dan lain sebagainya. Oleh karena itu, di samping mengupayakan diagnosis yang tepat dan mencari pertolongan untuk berobat, masyarakat muslim juga didakwahkan untuk berusaha berjuang mengendalikan nafsu untuk menjaga stabilitas mental. Allah Ta’ala berfirman dalam QS. Yusuf: 53 sebagai berikut:
ADVERTISEMENT
Artinya: “Aku tidak (menyatakan) diriku bebas (dari kesalahan) karena sesungguhnya nafsu itu selalu mendorong kepada kejahatan, kecuali (nafsu) yang diberi rahmat oleh Tuhanku. Sesungguhnya Tuhanku Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.”
Bagaimana cara memperoleh ketenangan tersebut? Akhlak yang baik adalah akhlak yang bersumber dari Al-Quran dan Sunnah. Nabi Muhammad sallallahu ‘alaihi wasallam tidak lain diutus oleh Allah Ta’ala untuk memperbaiki akhlak. Seseorang yang mempelajari Al-Quran dan Sunnah akan mendapatkan ketenangan dan petunjuk dari Allah Ta’ala. Proses pembelajaran ini tentunya membutuhkan keilmuan sesuai dengan tingkatannya, sehingga memahami Al-Quran dan Sunnah maupun gangguan mental juga harus dibersamai dengan guru-guru, orang-orang alim, ahli-ahli kesehatan yang sesuai di bidangnya. Sehingga, pengobatan gangguan mental yang tepat akan mencapai kondisi salah satu firman Allah dalam QS. Al-Fajr: 27-30 yaitu:
ADVERTISEMENT
Artinya: “Wahai jiwa yang tenang! Kembalilah kepada Tuhanmu dengan hati yang rida dan diridai-Nya. Maka masuklah ke dalam golongan hamba-hamba-Ku, dan masuklah ke dalam surga-Ku.”
Mudah-mudahan, Allah Ta’ala selalu menjaga kesehatan kita agar mempertahankan ibadah dan ketakwaan kita kepada Allah, aamiin.