Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Konten dari Pengguna
Fenomena Dosen Ganti Jadwal Perkuliahan: Sebuah Pandangan Objektif
24 September 2021 10:40 WIB
·
waktu baca 7 menitTulisan dari Muhammad Rafie Akbar tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Dalam dunia perkuliahan, terdapat berbagai mata kuliah dengan bobot sistem kredit semester (SKS) yang dapat diambil oleh para mahasiswa. Jumlah SKS yang dapat diambil menyesuaikan dengan Indeks Prestasi (IP) per mahasiswa tersebut di semester sebelumnya. Biasanya, ada mahasiswa yang mengambil 17-24 SKS per semesternya. Rata-rata universitas di Indonesia menjadikan durasi kuliah 50 menit per SKS, yang berupa ceramah, tugas, ataupun kuis dari dosen. Jadwal per mata kuliah yang ada langsung ditentukan oleh program studi ataupun fakultas di mana mahasiswa bersangkutan itu menimba ilmu. Yang menjadi masalah dari dulu hingga kini, adalah kecenderungan untuk menggeser-geser jadwal dari yang semestinya. Apakah ini sebuah masalah yang besar?
ADVERTISEMENT
Mahasiswa dan Jadwalnya
Tidak bertele-tele terlalu dalam, tentu saja ini sebuah masalah yang besar. Namun, tentunya dengan beberapa pertimbangan dan pandangan yang tepat dari dua pihak yang terlibat di dalam ini. Pihak tersebut tentunya adalah para mahasiswa dan dosen itu sendiri. Jika dilihat dari perspektif mahasiswa, mungkin ini adalah suatu hal yang berat. Dari berbagai pertimbangan, hal seperti mengganti jadwal perkuliahan sangatlah tidak baik jika jadwal tersebut sudah diatur secara matang. Dari berbagai kelas mata kuliah yang diambil, pada masa pengisian kartu rencana studi tentunya sudah dipertimbangkan dari jadwal yang tersedia. Seorang mahasiswa tidak mungkin memilih mata kuliah di jadwal yang bertabrakan dan tidak mungkin pula memilih mata kuliah yang tidak sesuai jadwal pribadinya. Nah, dengan adanya penggantian jadwal dari dosen, tentunya ini berisiko untuk terjadi. Bertabrakan dengan apa yang sudah dijadwalkan sebelumnya.
ADVERTISEMENT
Tak jarang, dosen memindahkan jadwal yang seharusnya dilakukan di hari kerja (Senin-Jumat) menjadi jadwal yang seharusnya dialokasikan untuk beristirahat, contohnya hari Sabtu. Di akhir pekan, mungkin banyak mahasiswa yang tidak memiliki jadwal perkuliahan di hari tersebut, namun ini sangat berat apabila dilakukan terus-menerus. Seharusnya, waktu untuk rehat sejenak dari beratnya minggu itu jangan dipergunakan untuk menganalisis dan berpikir terus menerus. Tidak etis rasanya untuk membebani secara berlebihan, walaupun jika sesekali saja (menjadikan weekend sebagai hari kuliah) tidak menjadi masalah.
Lain halnya apabila jadwal perkuliahan yang seharusnya dilaksanakan pada pagi atau siang hari, malah dipindahkan di malam hari. Mungkin benar ini bukanlah masalah. Namun ini adalah masalah apabila mahasiswa yang bersangkutan memiliki jadwal tetap yang lain. Secara garis besar, banyak juga mahasiswa yang mengambil shift kerja malam untuk menambah biaya kuliahnya. Ada juga anak-anak “ambisius” yang mengambil kuliah malam di universitas yang berbeda. Inilah yang terberat ketika dosen memindahkan jadwal ke waktu malam. Bagaimana mungkin seseorang yang awalnya memiliki kewajiban untuk bekerja di malam hari, malah terpaksa mengorbankan tugasnya itu untuk mengerjakan kewajiban lainnya yang seharusnya ia lakukan di pagi atau siang hari. Mungkin kedengarannya cukup sepele, namun jika dilihat dengan lapang dada dan mata terbuka, seharusnya jangan mengganggu waktu malam tersebut dengan menggeneralisir bahwa seluruh mahasiswa pada malam hari pada berleha-leha menuju waktu tidur. Setiap orang punya kegiatannya masing-masing.
ADVERTISEMENT
Dilema Dosen dalam Mengabdi
Mengapa dosen bisa menggeser-geser jadwalnya? Tentunya hal ini juga merupakan hal yang rumit dan perlu dimengerti oleh para mahasiswa. Banyak sekali pertimbangan yang perlu diperhatikan, apalagi ini menyangkut tugas-tugas dosen itu sendiri. Di Indonesia, ada yang disebut sebagai Tridharma Perguruan Tinggi yang berisikan atas tiga poin, yakni Pendidikan dan Pengajaran, Penelitian dan Pengembangan, dan Pengabdian kepada Masyarakat. Asas tersebut dipegang oleh setiap perguruan tinggi yang ada di negeri kita, tidak peduli itu universitas negeri ataupun swasta. Ketiga poin tersebut menjadi hal yang rumit apabila dilihat dalam implementasinya.
Kembali membahas mengenai jadwal, tentu saja kita sudah tahu bahwa hanya ada tujuh hari dalam seminggu. Dalam menjalani waktu tersebut, tidak mungkin keseluruhan 24 jam per hari dapat dialokasikan waktunya keseluruhan untuk kampus. Karena tentunya dosen juga manusia, memiliki kehidupan pribadi pula. Untuk dipandang melalui tiga poin Tridharma tadi, perkuliahan kepada para mahasiswa masuk ke dalam poin yang pertama. Dalam melaksanakannya, para dosen melakukan pengajaran dan mengakomodir kelas yang ia ampu dalam tugasnya. Tentunya, jadwal dari dosen tersebut sudah ditentukan oleh universitas secara langsung, namun tugas mereka tentunya juga rentan untuk bertabrakan satu sama lain. Benar, bertabrakan dengan poin kedua dan ketiga dari Tridharma Perguruan Tinggi.
ADVERTISEMENT
Jika para dosen tersebut dituntut untuk melakukan penelitian dan pengembangan, tentunya mereka harus memiliki alokasi waktu yang cukup untuk berpikir dan melakukan eksperimen penelitiannya. Akibatnya, terkadang mereka tidak bisa masuk ke kelas yang seharusnya dilaksanakan perkuliahan karena alasan itu. Belum lagi jika harus melakukan pengabdian kepada masyarakat. Turun ke lapangan dan secara empiris melihat langsung kondisi masyarakat tentunya sangat berat untuk dijalani. Sebelum belajar daring seperti saat ini akibat pandemi COVID-19, dosen akan sangat bingung untuk mengatur jadwalnya sesuai dengan apa yang bisa menjadi win-win solution bagi mahasiswa dan ia sendiri saat harus mengajar di kelas. Kejenuhan dan rasa lelah tentunya pasti terasa dan inilah alasan mengapa terkadang kelas yang seharusnya dijalani sebanyak 3 SKS hanya dilaksanakan setengah dari waktu yang ada.
ADVERTISEMENT
Kehidupan Pendidikan Setelah Pandemi COVID-19
Fenomena ganti jadwal perkuliahan ini sebenarnya dapat diminimalisir ketika di dunia terpaksa mengganti semua aspek dalam pelaksanaan pendidikan secara online karena pandemi. Dosen dapat melakukan perkuliahan dengan berbagai media pembelajaran dan cara yang inovatif sekalipun. Melalui aplikasi tele-conference, para dosen melaksanakan kuliah langsung tatap maya dengan para mahasiswanya tanpa mempedulikan jarak. Ada pula yang hanya mengirimkan tugas dan memberikan deadline kepada para mahasiswanya dengan fleksibel. Mungkin dalam satu sisi, inilah yang dapat kita lihat sebagai masa depan pendidikan. Namun, tentunya ini akan berdampak besar dengan budaya pembelajaran yang sudah mulai terbiasa seperti ini.
Terkadang akibat dari cara perkuliahan yang mudah seperti sekarang, dosen dapat sesuka hati merekomendasikan waktu pertemuan. Dari siang jadi malam, dari pagi menjadi siang, dan waktu-waktu tertentu yang terkadang merupakan jadwal perkuliahan yang bertabrakan dengan jadwal mata kuliah lainnya. Dengan alasan “bukan menjadi masalah”, tentunya mahasiswa jenuh. Tanpa henti dibebani berbagai perkuliahan yang tak berkesudahan dan terkadang malah lupa makan siang sekalipun. Dari link tele-conference yang satu menuju link satunya lagi memang hanya sekali klik, namun beban yang terasa sangat berat dalam pikiran.
ADVERTISEMENT
Itulah mengapa, pergeseran jadwal seharusnya jangan terjadi. Karena ketika mahasiswa sedang menyusun kartu rencana studi, pasti sudah memikirkannya secara matang dalam masalah waktunya untuk beristirahat dan mengerjakan tugas, dan termasuk pula bagaimana mengalokasikan waktu untuk kegiatan-kegiatan lainnya seperti organisasi, volunteering, dan kegiatan positif lainnya yang secara kasat mata tidak jauh dari nilai-nilai Tridharma Perguruan Tinggi yang juga dianut oleh seluruh dosen.
Di dunia yang terbiasa menjalani perkuliahan online, tentunya akan ada masalah baru yang dihadapi nanti ketika perkuliahan sudah mulai lagi dilaksanakan secara tatap muka di kampus. Kalimat-kalimat seperti, “Kita kuliah online saja ya.”, “Kelas hari ini tidak perlu ke kampus, daring saja.” mungkin akan menghiasi situasi baru nantinya. Dan ini bukanlah masalah yang perlu dianggap sebagai nilai yang negatif, karena itulah fleksibilitas dan inovasi pembelajaran yang perlu dilakukan sebagai penggerak pendidikan yang hebat untuk Indonesia. Apalagi dengan situasi sekarang ini, banyak sekali kegiatan pertukaran mahasiswa yang dapat dilakukan secara daring. Manusia tidak memiliki batas apapun sekarang ini, hanya saja kita perlu menyikapi hal tersebut secara positif.
ADVERTISEMENT
Solusi Ganti Jadwal Perkuliahan
Dari penjabaran yang sudah dijelaskan secara mendalam di atas, tentunya kita harus memiliki solusi yang baik untuk para mahasiswa dan dosen yang terlibat dalam tiap kelas mata kuliah yang ada. Saling mengerti dan menghargai tentunya menjadi hal yang terutama dalam menjalani keseharian demi mencapai tujuan pembelajaran yang diharapkan. Mengganti dan menggeser jadwal perkuliahan mungkin sangat berat, namun adakalanya jika memang tidak ada lagi waktu yang sesuai, para dosen dapat melakukan alternatif melalui media lain saja tanpa mengganggu jadwal yang ada dan tetap sesuai pertimbangan-pertimbangan yang ada. Jika jadwal masih memungkinkan, para mahasiswa pun harus siap sedia untuk mengikuti arahan yang disampaikan oleh para dosen.
Harapan besarnya, kita harus memulai generasi pendidikan baru yang berbasiskan kedisiplinan yang nyata. Budaya tepat waktu, budaya saling menghargai hak dan kewajiban satu sama lain, dan budaya untuk mengedepankan kebersamaan adalah hal yang perlu dilakukan demi peradaban Indonesia yang lebih canggih dan berkemajuan. Bagaimana mungkin kita bisa melakukan hal tersebut apabila masalah mengatur waktu saja kita sudah kewalahan? Mungkin waktu pula yang akan menjawabnya. Yang pasti, para mahasiswa juga harus siap dengan konsekuensi yang ada karena suatu saat pun kita akan berada dalam situasi-situasi yang menekan. Para dosen pun akhirnya juga sangat-sangat mengerti kondisi ini, karena mereka pun pernah menjadi mahasiswa. Inilah pentingnya kebersamaan menuju pendidikan yang hebat untuk negeri kita, demi mewujudkan adanya kemerdekaan belajar.
ADVERTISEMENT