Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.89.0
Konten dari Pengguna
Kuliah: Antara Niat Eksplorasi Ilmu dan Gila Gelar
15 September 2023 19:30 WIB
·
waktu baca 5 menitTulisan dari Muhammad Rafie Akbar tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
ADVERTISEMENT
Walaupun kuliah di institusi perguruan tinggi memiliki tantangannya masing-masing, mengikuti perkuliahan merupakan jalan yang paling jelas untuk memperoleh modal untuk mencapai pekerjaan ataupun cita-cita seseorang.
Kita tahu, pastinya sudah ada miliaran sarjana di muka bumi ini. Bahkan ribuan lulusan magister dan doktor di Indonesia, namun hal ini masih belum cukup untuk mendorong Indonesia menjadi negara maju karena belum setengah dari penduduk Indonesia memerolehnya.
Pastinya terdapat tantangan-tantangan yang tidak dapat dimungkiri, baik faktor ekonomi ataupun sosial-budaya tiap keluarga yang masih berpikir-pikir untuk melanjutkan pendidikan—yang mana sekolah dasar dan menengah saja belum tentu lulus.
Solusi dari masalah tersebut tentunya ada Program Wajib Belajar 9-12 tahun hingga Lembaga Pengelola Dana Pendidikan (LPDP). Hanya saja program-progam itu belum kunjung efektif mencapai target yang diinginkan.
ADVERTISEMENT
Pada tulisan ini, akan dilihat satu sisi lain berkenaan dengan dunia perkuliahan, yakni apakah perkuliahan sederhananya fokus untuk eksplorasi ilmu pengetahuan bagi para mahasiswanya. Ataukah dalam komposisi tertentu lebih banyak dikejar karena mencari gelar?
Dunia Perkuliahan: Tidak Semudah Itu?
Menjadi mahasiswa di Indonesia, identik dengan lulusan SMA/sederajat yang ingin melanjutkan studinya ke Perguruan Tinggi Negeri (PTN) yang terkenal. Sebut saja ada Universitas Indonesia, Universitas Gadjah Mada, Institut Teknologi Bandung, dll.
Jika pun tidak mendapatkan PTN yang prestise tersebut, setidaknya lulus di PTN terbaik yang ada di daerahnya. Pandangan seperti ini terjadi karena dalam kenyataannya, memang PTN lebih diperhatikan oleh Pemerintah secara kualitas dan fasilitas.
Tak jarang pula, lulusan PTN lebih muda mendapatkan pekerjaan karena koneksinya kepada alumni-alumni yang telah berkecimpung di dunianya masing-masing.
ADVERTISEMENT
Masalah semacam itu menjadi hal yang sangat berat untuk dipertimbangkan. Walaupun telah banyak Perguruan Tinggi Swasta (PTS) yang bagus dan berkualitas, masih saja kalah dengan apa yang dilakukan oleh PTN yang notabene-nya “mayoritas” operasional dibiayai oleh negara.
PTS pun mendapat tantangan yang berat, apabila tidak ada mahasiswa yang berminat untuk melanjutkan perkuliahan di kampusnya. Hal ini perlu menjadi introspeksi masing-masing instansi dan Pemerintah sebagai regulator untuk melihat fenomena-fenomena ini.
Kembali, apakah kuliah tidak semudah itu? Ya, benar. Dari biaya, waktu, hingga lingkungan pendidikan yang terkadang tidak sesuai ekspektasi membuat banyak orang berpikir ulang mengenai kampus mana yang ingin dia tuju.
Permasalahan seperti ini menjadi lebih berat di Indonesia, utamanya masih digaungi oleh senioritas yang tidak sehat dan interaksi dosen-mahasiswa yang masih saja dipenuhi oleh kasus-kasus yang tidak baik.
ADVERTISEMENT
Maka, eksplorasi atas ilmu pengetahuan yang seharusnya dapat dilakukan oleh siapapun, malah dipikir ulang untuk melanjutkan pendidikannya. Dua pihak, yakni calon mahasiswa maupun instansi perguruan tinggi seperti yang telah dijelaskan di atas mempunyai tantangannya masing-masing.
Niat Kuliah, Eksplorasi Ilmu Pengetahuan atau Sekadar Mencari Gelar?
Tidak bisa dimungkiri bahwa dalam kehidupan, kita dihadapkan oleh situasi di mana untuk mendapatkan pekerjaan, mengapai cita-cita, dan mendapatkan uang memerlukan kompetensi yang layak.
Idealisnya, dalam hal ini manusia tentunya memerlukan ilmu yang dapat membawa mereka ke arah kehidupan yang lebih baik. Untuk mencapainya, kita dihadapkan situasi bahwa untuk mendapatkan hal tersebut, kita perlu menjalani proses pendidikan atau dengan kata lain secara bertahap sejak pendidikan usia dini hingga pendidikan tinggi.
ADVERTISEMENT
Bisa kita hubungkan bahwa untuk mendapatkan pekerjaan, kita pun perlu berkuliah dan memperoleh gelar. Walaupun di satu sisi, kita tidak menafikan ada beberapa pekerjaan yang tidak memerlukan gelar akademis, namun mayoritas pencari pekerja di Indonesia mengutamakan gelar setidaknya tingkat sarjana untuk pekerja-pekerja dengan harapan kompetensi yang diinginkan.
Jawabannya, selama mahasiswa tersebut menjalani proses belajarnya dengan baik dan benar, maka dia sebenarnya sudah ikhlas untuk ilmu dan kemanfaatannya nanti setelah selesai kuliah.
Masalah atas dilema antara eksplorasi ilmu pengetahuan dan sekadar mencari gelar pun dapat dielaborasikan dengan fenomena penjualan gelar akademik yang marak belakangan ini.
Utamanya, fenomena ini didorong oleh ketidaksediaan mahasiswa tersebut untuk meluangkan waktunya agar berkuliah, namun memiliki biaya yang "cukup" untuk membayar gelar yang diinginkannya.
ADVERTISEMENT
Hal ini menjadi masalah yang krusial dalam dunia pendidikan apabila kejahatan seperti itu berujung pada kompetensi para lulusan yang tidak sebanding dengan gelar apa yang dimilikinya.
Permasalahan seperti itu harus segera diberantas dengan benar oleh pemerintah, dengan regulasi yang kuat untuk perguruan tinggi yang berani mengeluarkan ijazah bagi seseorang yang tidak memenuhi kewajiban perkuliahannya. Alias, dia tidak menjalani proses belajarnya dengan baik dan benar.
Konklusi
Menuju Indonesia yang hebat, maka diperlukan tanggung jawab dari berbagai pihak untuk membatasi dan mengawasi hal-hal yang tidak diinginkan dalam dunia pendidikan.
Banyak mahasiswa yang ingin belajar, namun terhalang oleh waktu dan biaya. Namun di sisi lain, masih banyak pula kejadian mahasiswa-mahasiswa yang rela merogoh koceknya untuk mendapatkan gelar tanpa proses belajar.
ADVERTISEMENT
Kita sudah membahas bahwa banyak sekali tantangan saat menjalani perkuliahan dalam tingkat pendidikan apapun. Oleh karena itu, permasalahan ini perlu dicarikan solusi yang efektif, utamanya untuk tidak merugikan pihak-pihak yang susah bersusah payah menjalani proses eksplorasi ilmu pengetahuan dengan belajar yang baik dan benar.
Hingga akhirnya, dengan semangat reformasi pendidikan dan merdeka belajar, kita dapat memperoleh lulusan-lulusan yang bertanggung jawab, berkompeten, antikorupsi, dan peduli atas isu-isu yang ada di masyarakat.