Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.102.2
Konten dari Pengguna
Mengenal Sosok James Baldwin Pejuang Kesetaraan Ras di Amerika
25 Oktober 2021 14:25 WIB
Tulisan dari Rafif tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan

James Arthur Baldwin adalah penyair, novelis, dramawan, esais, kritikus sosial berkebangsaan Amerika Serikat. Baldwin merupakan anak tertua dari sembilan bersaudara yang dibesarkan dalam kemiskinan di kota New York.
ADVERTISEMENT
Baldwin mengembangkan hasrat membaca sejak kecil dan menunjukkan bakat menulis semenjak sekolah menengah. Dia bersekolah di DeWitt Clinton High School di Bronx. Baldwin menerbitkan banyak puisi, cerita pendek, dan drama di majalah dan karya awalnya menunjukkan pemahaman akan perangkat sastra yang canggih dalam diri seorang penulis pada usia yang begitu muda. Dari usia 14 hingga 16 ia aktif selama jam-jam di luar sekolah sebagai pengkhotbah di sebuah gereja Revivalis kecil. Periode yang ia tulis dalam novel semi otobiografi pertama dan terbaiknya Go Tell It on the Mountain (1953) dan dalam karyanya membahas tentang seorang penginjil wanita The Amen Corner.
ADVERTISEMENT
Setelah lulus dari sekolah menengah, ia menjalani kehidupan serba susah seperti mendapatkan pekerjaan dengan gaji rendah, belajar mandiri, dan magang sastra di Greenwich Village kawasan bohemian di Kota New York. Pada tahun 1948 Baldwin pergi ke Paris, di mana ia tinggal disana selama delapan tahun berikutnya. Pada tahun-tahun berikutnya dari tahun 1969, ia menjadi "Komuter Transatlantik" gadungan yang tinggal di selatan Prancis, New York dan New England. Novel keduanya Giovanni's Room (1956) membahas dunia kulit putih dan kekhawatiran seorang Amerika di Paris terbelah antara cintanya pada seorang pria dan cintanya pada seorang wanita. Di antara kedua novel tersebut muncul kumpulan esai yang dikenal Notes of a Native Son (1955).
Dalam buku yang lain yang berjudul Another Country, Baldwin juga memperjuangkan ras kulit hitam dan ia juga mengampanyekan homo seksualitas. Dalam konteks orang hitam, Baldwin dalam Another Country telah jauh memandang dan memahami keyakinan non esensialisme yang harus mengakui tidak hanya persamaan tetapi juga perbedaan karakteristik identitas. Dalam teksnya Baldwin menentang penyamaan arti menjadi orang yang berkulit hitam di Amerika dalam zaman yang tidak lagi sama. ”Kebebasan bukanlah sesuatu yang bisa diberikan kepada siapa pun. Kebebasan adalah sesuatu yang diambil orang dan orang-orang bebas seperti yang mereka inginkan” ujarnya. Gagasan Baldwin yang menunjukkan bahwa seseorang akan menemui kesulitan dalam memahami dirinya sendiri ketika ia tidak mencoba untuk meminta orang lain untuk memahami dirinya dengan cara membuka diri atau membiarkan orang lain tahu perihal dirinya dengan mengatakannya, sehingga orang lain tersebut dapat menempatkan posisinya pada tempat yang ia harapkan. Dari sudut pandang dan konteks ini, hal yang perlu dimaknai adalah bukan adanya perbedaan sejarah antara kelompok hitam, atau kelompok etnis atau bangsa lainnya, dengan kelompok putih penguasa saja, namun lebih kepada pemahaman bahwa perspektif ini dapat dijadikan konsep pembantu dalam pencarian identitas.
ADVERTISEMENT
Woodward (1999) mengatakan bahwa identitas seringkali dilihat hanya sebagai suatu kenyataan yang tidak akan berubah. Ketika membicarakan identitas yang diwariskan seperti warna kulit atau kehitaman James Baldwin misalnya, anggapan tersebut bisa jadi selalu benar. Namun ketika identitas dihubungkan dengan pengalaman-pengalaman hidup Baldwin, maka identitas dapat mempunyai makna yang perseorangan, artinya bahwa setiap orang memiliki pengalaman yang relational atau yang pribadi yang memungkinkan seorang hitam mengidentifikasikan dirinya berbeda dengan orang hitam yang lain. Maka kemudian adalah benar bahwa untuk memiliki identitas, anggota-anggota kelompok harus memiliki kesamaan, namun identitas yang lain yang dimiliki anggota-anggota kelompok itu tidak dapat memisahkannya begitu saja dari kelompoknya tersebut.
Baldwin menekankan dan memperluas gagasannya tentang diperlukannya Another Country atau tempat-tempat lain yang menihilkan pembedaan rasial dan mengedepankan pengakuan manusia sebagai makhluk yang sama. Baldwin ingin mengatakan bahwa dirinya dan semua karakter yang ada dalam Another Country, menerima dan mengakui sepenuhnya perihal identitas mereka dan kedua hal tersebut membawa mereka kepada suatu pengembangan diri yang lebih mendalam dan dewasa. Seperti yang dikatakan Baldwin “Cinta tidak dimulai dan berakhir seperti yang kita pikirkan. Cinta adalah pertempuran. Cinta adalah perang. Cinta tumbuh dewasa.”
ADVERTISEMENT
Dikutip dari Book Marks “James Baldwin secara luas dianggap sebagai salah satu penulis dan intelektual publik terbaik yang pernah dihasilkan negara ini. Seorang novelis, penulis esai, dan kritikus sosial yang brilian, eksplorasinya tentang homoseksualitas, rasisme, dan perjuangan kelas di Amerika memiliki pengaruh besar pada karya generasi penulis yang sadar sosial, serta banyak pembaca dan aktivis hak-hak sipil kontemporer.”
Penulis dan dramawan James Baldwin lahir pada 2 Agustus 1924, di Harlem, New York. Ia adalah salah satu penulis terbesar abad ke-20, Baldwin adalah perintis sastra baru dengan eksplorasi isu rasial dan sosial dalam banyak karyanya. Dia terutama dikenal karena esainya tentang pengalaman kulit hitam di Amerika.
Baldwin lahir dari seorang ibu tunggal muda, Emma Jones, di Rumah Sakit Harlem. Dalam sebuah wawancara ibunya berkata “Saya tidak tahu akan seperti ini (James Baldwin jadi terkenal) tapi saya memang yakin dia akan menjadi seorang penulis.” Dia dilaporkan tidak pernah memberitahunya nama ayah kandungnya. Jones menikah dengan seorang pendeta Baptis bernama David Baldwin ketika James berusia sekitar tiga tahun.
ADVERTISEMENT
Menjelang kematiannya, Baldwin sedang mengerjakan bukunya yang berjudul Remember This House. Baldwin masih mengedepankan permasalahan ras di dalam manuskrip ini. “Ada hari-hari ketika Anda bertanya-tanya apa peran Anda di negara ini dan seperti apa masa depan Anda di dalamnya. Bagaimana tepatnya, anda akan mendamaikan diri anda dengan situasi anda di sini dan bagaimana anda akan berkomunikasi dengan mayoritas kulit putih yang kejam, lalai, dan tidak berpikir bahwa anda ada di sini. Saya takut pada sikap apatis moral, kematian hati yang terjadi dinegara saya. Orang-orang ini telah menipu diri mereka sendiri begitu lama sehingga mereka benar-benar tidak menganggap saya manusia. Dan saya mendasarkan ini pada perilaku mereka, bukan pada apa yang mereka katakan dan ini berarti bahwa mereka sendiri telah menjadi monster moral” ujar Baldwin. Baldwin meninggal pada 1 Desember 1987, di rumahnya di St. Paul de Vence, Prancis. Baldwin tidak pernah ingin menjadi seorang juru bicara atau pemimpin, Baldwin melihat misi pribadinya sebagai saksi.
ADVERTISEMENT