Mengenal Psikosomatis, Gangguan Psikologis yang Wajib Diwaspadai Saat Pandemi

Rafika Dwi Fikriyah
Mahasiswa Psikologi Universitas Brawijaya 2020
Konten dari Pengguna
17 Desember 2020 6:38 WIB
comment
5
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Rafika Dwi Fikriyah tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Sumber foto : hard2know.com

“Your body hears everything your mind says.” — Naomi Judd

ADVERTISEMENT
Pernahkah kalian merasakan kelelahan hingga menimbulkan rasa sakit pada bagian tubuh tertentu, seperti punggung yang terasa pegal karena kegiatan yang mengharuskan kita duduk di depan laptop terlalu lama, sakit kepala karena terlalu lama bermain gadget, atau mungkin nyeri otot yang datang secara tiba-tiba? Tetapi, anehnya ketika diperiksakan ke dokter tidak menunjukkan kelainan secara fisik. Ternyata, hal ini disebut juga dengan gangguan psikosomatis. Gangguan psikosomatis merupakan salah satu gangguan somatoform, yang juga merupakan kelainan psikologis yang ditandai dengan sekumpulan keluhan fisik tak menentu yang tidak tampak saat melakukan pemeriksaan fisik.
Dilansir dari laman Alodokter, Gangguan psikosomatis adalah penyakit yang melibatkan pikiran dan tubuh, dimana pikiran memengaruhi tubuh hingga penyakit muncul atau menjadi bertambah parah. Istilah gangguan psikosomatis digunakan untuk menyatakan keluhan fisik yang diduga disebabkan oleh faktor psikis atau mental, seperti stres dan rasa cemas. Menurut Hubbard (2009:120), Psikosomatis berasal dari bahasa yunani yaitu psyche, yang artinya “jiwa” atau “intelek” dan soma yang berarti “tubuh”. Istilah psikosomatis berarti pikiran mengakibatkan tubuh sakit atau penyakit-penyakit yang telah diciptakan secara fisik di dalam tubuh akibat kekacauan pikiran. Dijelaskan pula oleh Kartono dan Gulo (1987) dalam kamus psikologi bahwa, psikosomatis adalah gangguan fisik yang disebabkan oleh tekanan-tekanan emosional dan psikologis atau gangguan fisik yang terjadi sebagai akibat dari kegiatan psikologis yang berlebihan dalam mereaksi gejala emosi.
ADVERTISEMENT
Di masa pandemi seperti sekarang ini, wajar sekali kita dihadapkan dengan banyak pikiran yang akhirnya menimbulkan stres. Bahkan, bagi sebagian orang rasa stres menghadapi pandemi ini bisa sampai mengganggu kesehatan mental. Terlebih jika seseorang ini memiliki riwayat gangguan kesehatan mental seperti kecemasan, serangan panik, atau bahkan depresi. Banyaknya aktivitas kita yang terhambat di masa pandemi ini juga merupakan faktor terbesar yang bisa menimbulkan gangguan kesehatan mental bagi diri kita sendiri. Terlebih lagi jika kita termasuk orang yang tidak bisa berdiam diri terlalu lama di dalam rumah karena keadaan rumah yang tidak mendukung yang juga membuat kita semakin stres dibuatnya. Saat stres, bagian otak kita yang merupakan pusat rasa cemas dalam tubuh atau disebut juga Amygdala ini akan aktif bekerja. Jika Amygdala terlalu aktif bekerja dan lama kelamaan sudah tidak sanggup untuk bekerja maka terjadilah ketidakseimbangan tubuh sehingga menimbulkan reaksi seperti gangguan psikosomatik itu tadi. Selain itu, Amygdala yang bekerja terlalu aktif juga akan mengaktifkan sistem saraf otonom secara berlebihan. Hal inilah yang juga memunculkan gejala psikosomatis sebagai reaksi untuk siap siaga dalam menghadapi ancaman terhadap tubuh.
ADVERTISEMENT
Ada beberapa gejala fisik yang timbul ketika kita berada di situasi yang tidak baik, entah itu ketika emosi diri yang sedang memengaruhi pikiran kita ataupun rasa cemas yang timbul ketika kita sedang melakukan sesuatu yang dirasa kurang tepat bagi kita. Umumnya, gejala fisik tersebut ditandai dengan jantung yang berdebar-debar, denyut jantung menjadi cepat, mual, gemetaran (tremor), berkeringat, sakit kepala, sakit perut, nyeri otot, atau nyeri punggung. Serangkaian gejala fisik tersebut muncul karena meningkatnya aktivitas impuls saraf dari otak ke berbagai bagian tubuh. Selain itu, beberapa bukti menyatakan bahwa otak mampu memengaruhi sel tertentu dari sistem kekebalan tubuh yang terlibat dalam berbagai penyakit fisik. Sampai saat ini, para ahli masih belum mengetahui secara pasti bagaimana pikiran bisa memunculkan gejala dan penyakit fisik. Meskipun demikian, para ahli meyakini jika stres bisa merusak kesehatan seseorang tidak hanya secara mental tetapi juga secara fisik.
ADVERTISEMENT
Lalu, bagaimana cara mencegah agar kita tidak sampai terkena gangguan psikosomatis?
Menurut salah satu Spesialis Penyakit dalam Konsultan Psikosomatis Fakultas Kedokteran, Kesehatan Masyarakat dan Keperawatan (FKKMK) UGM, dr. Noor Asyiqah Sofia, M.Sc., SpPD-KPsi., FINASIM., beberapa tips yang bisa dilakukan agar terhindar dari gangguan psikosomatis, salah satunya adalah dengan berolahraga, hal ini dapat meningkatkan respons relaksasi tubuh terhadap stres. Cara lain yang bisa dilakukan yakni dengan beristirahat yang cukup, kurangnya istirahat pun juga bisa menaikkan kadar hormon kortisol atau hormon stres. Selain itu, mengatur pola makan yang bergizi dan seimbang juga bisa membantu untuk menurunkan kadar hormon kortisol yang meningkat saat stres. Tidak lupa juga untuk senantiasa meningkatkan kualitas spiritual dan religiusitas kita agar terhindar dari pikiran-pikiran tidak baik yang datang dari luar.
ADVERTISEMENT
Jika dirasa semua hal itu telah dilakukan namun tidak membuahkan hasil, ada baiknya segera menghubungi ahlinya, seperti psikolog maupun psikiater. Beberapa pengobatan yang dilakukan bersama psikiater yakni dengan psikoterapi, hipnoterapi, penggunaan obat-obat medis, dan masih banyak terapi lainnya. Berdasarkan penelitian dari salah satu mahasiswa UIN Sunan Ampel Surabaya kepada pasien psikosomatis di salah satu puskesmas Gresik, salah satu terapi yang bisa dilakukan adalah Rational Emotive Behaviour Therapy (REBT). Rational Emotive Behaviour Therapy adalah aliran psikoterapi yang berlandaskan asumsi bahwa manusia dilahirkan dengan potensi, baik untuk berpikir rasional dan jujur maupun berpikir irasional dan jahat. Tujuan dari REBT ini adalah untuk membantu klien untuk membebaskan diri dari gagasan-gagasan tidak logis untuk belajar gagasan-gagasan yang logis sebagai penggantinya. Selain itu, terapi ini juga bertujuan untuk menghilangkan kecemasan, ketakutan, kekhawatiran, ketidakpercayaan diri, dan semacamnya. Maka dari itu, terapi ini juga cocok untuk diterapkan kepada penderita gangguan psikosomatis.
ADVERTISEMENT
Gangguan psikosomatis merupakan salah satu gangguan psikologis yang sebaiknya langsung ditangani oleh psikiater, karena boleh jadi gangguan ini bisa menjadi lebih parah jika tidak ditangani secara langsung. Jika kalian menemukan tanda-tanda atau gejala-gejala yang mendekati dengan gangguan ini segera berkonsultasi dengan psikiater untuk mendapatkan pemeriksaan dan penanganan lebih lanjut. Namun, tetap ingat untuk tidak boleh melakukan self diagnose sebelum melakukan pemeriksaan dengan ahlinya.


Referensi
Adrian, K., (2018). “Gangguan Psikosomatis,Ketika Pikiran Menyebabkan Penyakit Fisik”. https://www.alodokter.com/gangguan-psikosomatis-ketika-pikiran-menyebabkan-penyakit-fisik, diakses pada 9 Desember 2020.
Hubbard L. Ron. (2009). DIANETIK, Ilmu Pengetahuan Modern Tentang Kesehatan Mental. California: Bridge Publications.
Ika, (2020). “ Pakar UGM Berikan Tips Cegah Psikosomatis di Tengah Pandemi Covid-19”. https://www.ugm.ac.id/id/berita/19937-pakar-ugm-berikan-tips-cegah-psikosomatis-di-tengah-pandemi-covid-19 , diakses pada 15 Desember 2020.
ADVERTISEMENT
Kartono, K. & Gulo, D. (1987). Kamus Psikologi. Bandung : Pioner Jaya.
Shofiyatus, S. (2018). Rational Emotive Behaviour Therapy Dalam Mengatasi Kecemasan Pada Pasien Psikosomatis di Puskesmas Bungah Gresik. 2, 227–249.