Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.89.1
Konten dari Pengguna
Tidak Ada yang Salah dari Tradisi Menghangatkan Makanan saat Lebaran
12 Mei 2021 13:20 WIB
Tulisan dari Rafika Ilma Rizkyana tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Berapa kali ibumu menghangatkan opor ayam, sambal goreng hati, rendang dan kawan-kawannya di hari raya lebaran?
ADVERTISEMENT
Sudah pasti lebih dari sekali, bahkan seharinya saja bisa sampai tiga kali. Pertama, di pagi hari untuk sarapan setelah salat id, lalu siang hari karena opor ayam selalu lebih nikmat disantap hangat-hangat, dan malam hari sebelum masuk ke dalam kulkas.
Tunggu, itu baru perjalanan memanaskan makanan dalam satu hari. Sementara di Indonesia hari lebaran paling tidak terhitung hingga tiga hari, mengingat warga +62 ini gemar bersilaturahmi, sekalipun masa pandemi. Maka, kurang lebih ada enam kali menu lebaran yang terus beradu dengan panasnya kompor gas dan gesekan-gesekan sendok sayur.
Lalu, ada apa dengan menghangatkan makanan hingga enam kali? Bagi emak-emak sih bukan masalah besar. Bahkan, mereka akan terus menghangatkannya sekalipun daging dan tulang pada opor ayam sudah tidak menjadi satu kesatuan, alias terpisah-pisah saking empuknya bolak-balik dipanaskan. Tetapi, tidak dengan dunia medis yang selalu mengkhawatirkan kebiasaan kaum emak-emak kala lebaran.
ADVERTISEMENT
Berita yang menjamur jelang lebaran tak hanya soal resep membuat opor ayam anti gagal dan resep rendang enak seperti buatan orang padang. Melainkan, pendapat para ahli gizi terkait makanan lebaran yang terus menerus dihangatkan.
Menurut beberapa artikel yang saya baca, adanya proses penurunan nilai gizi pada makanan dan sejumlah vitamin yang mudah rusak akibat proses pemanasan. Adapun begitu, para ahli gizi memberi solusi untuk para ibu di rumah yang hendak menghangatkan makanan perlu memperhatikan suhu yang tepat, yakni kurang lebih mencapai 73 derajat celsius. Kemudian disertai embel-embel menutup wadah saat dipanaskan sehingga kadar nutrisi tetap terjaga.
Aduh, ribet! Emak saya saja masak makanan nggak pernah pakai takaran yang jelas. Alih-alih disuruh menghangatkan makanan dengan ketentuan-ketentuan yang beragam. Sudah jelas tidak akan dijalankan. Prinsip emak saya sih, pokoknya setiap ada tamu yang datang disuguhkan makanan yang hangat, ia akan memastikan jika tamu harus makan sebelum pulang.
ADVERTISEMENT
Perkara itu makanan angetan kesekian kali, yang penting masakan gue habis dah, tidak ada yang terbuang, kan sayang mubazir. Toh setiap orang yang makan saat lebaran tidak akan bertanya: “Berapa banyak nutrisi dan gizi yang terkandung dalam sepiring opor ayam ini?”
Lagian, emak-emak kok dilawan, salah sasaran dong. Sebagai kaum hawa yang paling berkuasa baik di rumah maupun di jalanan tatkala mengendarai motor, mereka kelak akan melakukan berbagai cara untuk mencapai tujuannya. Sesederhana menghabiskan sajian lebaran yang kadang masaknya nggak kira-kira dengan cara menghangatkannya berulang kali.
Masa bodo dengan penampakan rendang yang semakin hari berubah menyerupai serundeng. Begitu juga dengan sambal goreng hati yang sudah tidak berhati lagi alias nggak ada hatinya tinggal gundukan kentang saja dan juga opor ayam yang rasanya selalu asin sebelum akhirnya ditambahkan air.
ADVERTISEMENT
Kalaupun para emak ini mau disalahkan dengan dalih terlalu banyak masaknya, bukan menyelesaikan perkara, yang ada makin disemprot. Kata emak saya:
"Siapa coba kalau bukan mama yang masak saat lebaran?”
“Mana ada kalian orang-orang rumah bantuin mama masak?"
"Kalian sudah ngga bantuin malah ngelarang-larang mama buat masak yang banyak, orang tetangga kita juga banyak, lebaran begini ya banyakin beramal dengan berbagi makanan walaupun hanya angetan."
Padahal sebenarnya sih saya juga ikut membantu tapi kalau marah-marah begini kebaikan saya lebih sering dilupakan. *hanya terdiam dan menuju kamar
Begitulah the power of emak-emak, orang rumah saja yang sebenarnya ikut andil mengupas bawang, memotong cabe bahkan sesekali juga memanaskan makanan walaupun tak diakui, masih selalu disudutkan. Apalagi para ahli gizi yang bahkan sama sekali tidak membantu memasak. Saya membayangkan jika ada media yang bisa menjembatani mama saya untuk berkomunikasi dengan ahli gizi tersebut, mungkin akan dihabisi juga.
ADVERTISEMENT
Lagi pula, hal ini ngga hanya dilakukan emak saya, mulai dari nenek, bude dan tante saya juga melakukan hal yang sama. Terkadang saat perkumpulan keluarga, mereka saling berbagi tips menghangatkan makanan agar tidak cepat basi.
Hal ini juga membuktikan bahwa ibu-ibu ini sebenarnya aware kok dengan makanan angetan, ia akan selalu berusaha menghangatkan makanan agar tetap enak dan menyajikan yang terbaik bagi setiap tamu yang datang. Mungkin begitu prinsip para ibu-ibu Indonesia, akan terus memanaskan makanan lebaran sampai titik darah penghabisan.
Jadi, sebenarnya tidak ada yang salah dengan menghangatkan makanan di saat lebaran, selama makanan itu masih aman untuk dikonsumsi. Perihal kesehatan, saya rasa masih aman, dokter pun juga bilang baik-baik saja kan? Hanya saja mengalami penurunan gizi bukan dampak yang seram-seram amat, protein dan lemak dalam kandungan opor pun masih berlimpah ruah. Sudah lah, baru saja bermaaf-maafan dan sungkeman, jangan sampai ada lagi keributan.